FOTO : rangkaian workshop dan menanam Mangrove di Mempawah [ ist ]
redaksi- radarkalbar.com
MEMPAWAH – Langit Kota Mempawah terlihat cerah, ketika perwakilan forkompimda, ratusan pelajar, relawan Mangrove dan pengurus SMSI, unsur LDII mulai menapak ke arah pesisir.
Di antara mereka, dominan terlihat wajah-wajah muda yang penuh rasa ingin tahu.
Kemudian, mereka dikumpulkan dan mendapatkan pengarahan singkat, tata cara menanam Mangrove. Dan untuk perempuan melepaskan bibit Mangrove dari polibag.
Dan untuk yang laki-laki siap-siap turun ke tanah pesisir berlumpur untuk menanam Mangrove tersebut.
Mereka datang bukan sekadar untuk belajar, tapi untuk menanam, bukan hanya mangrove, tetapi dengan harapan.
Pada Rabu pagi, (30/4/2025), menjadi saksi bisu sebuah pergerakan kolektif yang digagas oleh Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kalimantan Barat.
Lewat rangkaian workshop dan aksi nyata penanaman mangrove, SMSI Kalbar menggugah kembali kesadaran tentang pentingnya menjaga bumi, dimulai dari satu langkah kecil di pesisir Mempawah.
Sebelumnya, berlokasi di Resto Bandar Mempawah, kegiatan dibuka dengan workshop dipandu Ketua Pembina dan Penasehat SMSI Kalbar, Susanto SE, yang mengusung tema “Membangun Kesadaran Peduli Lingkungan, Kolaborasi untuk Masa Depan Bumi Kita.”
Di balik judul yang panjang itu, tersembunyi sebuah agenda besar, menyatukan hati dan pikiran lintas generasi dan sektor untuk menyelamatkan ekosistem pesisir.
Ketua Mempawah Mangrove Conservation dan juga Staf Ahli Bupati, Raja Fajar Adzanzyah, sebagai salah satu narasumber.
Lantas, dengan gaya bicara yang lugas namun mengalir, ia menjelaskan mangrove bukan hanya pelindung dari abrasi dan banjir rob, tetapi juga rumah bagi ratusan jenis biota laut.
“Kalau kita lihat mangrove, jangan cuma lihat daunnya. Lihat fungsinya, lihat potensinya. Ini sumber kehidupan yang kalau dirawat bisa jadi tumpuan ekonomi masyarakat pesisir,” ucap Raja Fajar dengan nada penuh keyakinan.
Tak hanya soal data ilmiah, Raja Fajar juga menekankan pentingnya sinergi.
Dia mengapresiasi keterlibatan pemilik media, komunitas, pelajar, hingga aparat negara dalam kegiatan ini.
Baginya, menjaga mangrove adalah kerja bersama yang tak bisa dilakukan satu pihak saja.
Paparan dilanjutkan oleh Kepala Bidang Lingkungan Hidup Dinas Perhubungan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Mempawah, Fenty Febrianti, M Eng.
Dia menyoroti masalah yang sering terlupakan di balik upaya konservasi: sampah. Terutama plastik, yang menurutnya adalah ancaman senyap bagi hutan mangrove.
“Menanam saja tidak cukup. Jika lingkungan sekitar masih dikotori limbah, maka mangrove akan mati pelan-pelan. Kita perlu mulai dari kebersihan harian. Tidak buang sampah sembarangan adalah langkah konservasi pertama,” tegasnya.
Workshop ini bukan hanya ruang satu arah. Para pelajar, guru, dan peserta lain aktif mengajukan pertanyaan, berbagi ide, dan bahkan menawarkan solusi dari perspektif lokal mereka.
Diskusi itu menjelma menjadi semacam ‘laboratorium mini’ ekologi sosial, tempat gagasan-gagasan kecil dirawat agar bisa tumbuh menjadi tindakan nyata.
Usai sesi diskusi, para peserta termasuk 150 siswa dari SMK Negeri 01 Mempawah, anggota LDII, komunitas MMC, serta warga sekitar bergerak ke area pesisir.
Di sanalah mereka bersama-sama menanam 1.500 bibit mangrove. Deretan pohon muda yang tertanam rapi seolah menjadi pagar hidup, membentengi garis pantai sekaligus menyuarakan tekad bersama, masih yang peduli.
Turut hadir perwakilan Polres Mempawah, Kodim 1201 Mempawah, para Babinsa, Bhabinkamtibmas, serta sejumlah pihak lainnya, semua berbaur, tanpa sekat jabatan atau identitas. Alam menjadi ruang penyatu, dan mangrove menjadi simbol kolaborasi.
Di tengah semangat yang meluap, Ketua SMSI Kalbar, Muhammad Khusyairi yang akrab disapa Sery Tayan mengungkapkan kegiatan ini adalah bentuk tanggung jawab media bukan hanya sebagai penyampai berita, tetapi juga agen perubahan.
“Kami ingin menunjukkan media bisa lebih dari sekadar menyebar informasi. Kami ingin jadi bagian dari solusi,” ujarnya didampingi Sekretaris SMSI Kalbar, Ahmad Madani.
Bagi Sery, kegiatan ini bukan titik akhir, tapi pijakan awal. Ia percaya, kolaborasi yang dibangun hari ini bisa membuka jalan menuju ekonomi berbasis lingkungan yang adil dan berkelanjutan di masa depan.
Hari mulai beranjak siang. Lumpur masih menempel di kaki para peserta, tapi tak ada keluhan. Justru, tawa dan obrolan ringan menggema di antara deretan mangrove yang baru tertanam.
Di sanalah terletak makna sesungguhnya dari pelestarian lingkungan, bukan tentang siapa yang paling tahu, tapi siapa yang paling peduli.
Dan di Mempawah, pada pagi itu, kepedulian itu tumbuh,setinggi harapan yang mereka tanam bersama.
Sekilas informasi, SMSI merupakan wadah atau organisasi bernaungnya pemilik media online, yang sudah terverifikasi Dewan Pers.
editor : tim redaksi