Menyoal Penjualan dan Pembabatan Hutan Mangrove di Kubu Raya, Pengamat Hukum Sebut Tindakan Melawan Hukum

12 hours ago 6

FOTO : Dr Herman Hofi Munawar [ ist ]

redaksi – radarkalbar.com

PONTIANAK Kasus penjualan dan pembabatan hutan mangrove di wilayah Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, menuai sorotan tajam.

Berdasarkan analisis Pengamat Hukum Kalimantan Barat, Dr. Herman Hofi Munawar menyebutkan terdapat sejumlah pelanggaran hukum serius dalam kasus ini yang harus segera ditindak tegas oleh aparat.

Dr. Herman Hofi Munawar mengungkapkan, terdapat dua peristiwa hukum berbeda yang perlu dipahami secara tegas.

Pertama, tindakan penjualan hutan mangrove oleh oknum Kepala Desa. Kedua, pembabatan hutan mangrove oleh pihak pembeli.

Kedua tindakan ini, menurutnya, mengandung pelanggaran hukum yang serius, meski memiliki konsekuensi hukum yang berbeda.

Ia menegaskan, penjualan hutan mangrove oleh Kepala Desa adalah perbuatan melawan hukum.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, mangrove dikategorikan sebagai hutan negara.

Sementara itu, dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Kepala Desa hanya memiliki kewenangan mengelola aset milik desa, bukan aset negara.

“Dengan demikian, tindakan menjual hutan mangrove oleh Kepala Desa jelas melanggar hukum,” tegas Dr. Hofi Munawar.

Namun demikian, berdasarkan keterangan yang dihimpun, hasil penjualan tersebut diketahui digunakan untuk kepentingan masyarakat desa, bukan untuk memperkaya diri.

Oleh karena itu, Kepala Desa tidak dapat dijerat dengan pasal-pasal dalam KUHP maupun Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Di sisi lain, pembabatan hutan mangrove oleh pembeli dinilai sebagai tindak pidana lingkungan hidup.

Dr. Hofi Munawar menegaskan bahwa tindakan pembabatan tersebut tetap melanggar hukum, meskipun lahan tersebut telah “dibeli” secara tidak sah.

Pelaku terancam hukuman berat berdasarkan berbagai regulasi nasional dan internasional, dengan ancaman pidana penjara hingga 15 tahun dan denda mencapai Rp100 miliar, bahkan Rp 300 miliar apabila dilakukan oleh korporasi.

Selain itu, sanksi administratif seperti pencabutan izin usaha juga dapat diberlakukan.

Dalam kasus ini, Dr. Hofi menegaskan pendekatan restorative justice tidak dapat diterapkan.

Ia menyebut, lingkungan hidup adalah hak publik, negara harus hadir membela rakyat, bukan sekadar menjadi fasilitator dialog.

Tentunya dengan mempertimbangkan dampak ekologis yang luas dan hak masyarakat atas lingkungan hidup yang sehat, Dr. Hofi Munawar mendesak aparat penegak hukum untuk bertindak tegas terhadap seluruh pihak yang terlibat.

Dia menekankan pentingnya pemulihan fungsi ekologis hutan mangrove sebagai bagian dari komitmen terhadap masa depan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. [ red ]

editor : SerY TayaN

Read Entire Article
8000hoki online hokikilat online
1000hoki online 5000hoki online
7000hoki online 9000hoki online
Ekonomi Kota | Kalimantan | | |