FOTO : ilustrasi [ ist]
MASIH suasana Hari Kartini, semesta memutuskan untuk mengguncang Kalimantan Barat (Daerah saya ni, wak). Bukan dengan gempa bumi, tapi dengan pelantikan yang membuat jantung para pelanggar hukum berdetak tak karuan.
Pada 23 April 2025, Ahelya Abustam SH MH dilantik langsung oleh Jaksa Agung ST Burhanuddin sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Kalbar. Tak ada kembang api, tak ada marching band. Tapi aura pelantikannya setara peluncuran Iron Man versi hukum Indonesia.
Ini bukan sekadar promosi jabatan, ini seperti pernyataan keras dari alam semesta bahwa, “Hai kaum lelaki, kali ini giliran perempuan bicara hukum, bukan pakai air mata, tapi pakai pasal!”
Ahelya bukan tokoh baru dalam panggung hukum. Sebelum turun di Bumi Khatulistiwa beliau menjabat sebagai Kajati Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dalam waktu 10 bulan saja, beliau berhasil menyelamatkan Rp14,6 miliar uang negara dari 31 kasus korupsi. Kalau dibagi per bulan, itu kira-kira satu kasus per 10 hari. Bahkan tukang parkir pun kalah rajin sama beliau!
Uangnya diselamatkan dari berbagai sektor, mulai dari dana hibah pariwisata di Sleman sampai anggaran yang nyaris masuk kantong pribadi dengan kamuflase kegiatan publik.
Tak hanya bekerja cepat, Ahelya juga dikenal ramah, kalem, tapi kalau sudah bicara hukum, naik urat lehernya para maling.
Sekarang, beliau resmi menggantikan Edyward Kaban yang sebelumnya menjabat Kajati Kalbar sejak Juni 2024. Dengan Surat Keputusan Jaksa Agung Nomor 130 Tahun 2025 di tangan, Ahelya melangkah ke negeri kekuasaan Ria Norsan, bukan dengan sepatu hak tinggi, tapi dengan tekad setinggi langit.
Apa yang terjadi setelah beliau dilantik?
Langit Kalbar langsung sedikit mendung, mungkin karena para pelaku korupsi mulai susah tidur. Belum seminggu menjabat, dua kasus besar akan disentuh. Berdasarkan berita koran SuaraPemred, dua kasus itu adalah:
Pertama, Kasus Hibah Mujahidin, dana hibah dari Pemprov Kalbar ke yayasan keagamaan yang tengah hangat diperiksa. Ini bukan sekadar dana sosial, ini ujian integritas yang menyimpan potensi drama epik berdarah hukum.
Kedua, Kasus Pengadaan Tanah untuk Kantor Bank Kalbar, yang sudah menetapkan tersangka dan tinggal tunggu waktu untuk diseret masuk ke ruang sidang. Aroma BAP sudah merebak lebih cepat dari aroma kopi di warung sebelah kantor Kejati.
“Pokoknye bakal selaplah yang suke korupsi di Kalbar. Kajati cewek, biasenye lebih galak, wak. Tadak tidok dibuatnye,” kata Matasam kawan ngopi dengan logat Pontianak.
Semua ini terjadi saat orang masih sibuk cari caption puitis untuk Hari Kartini. Mereka lupa, kadang caption terbaik itu bukan kutipan, tapi aksi nyata, seperti yang dilakukan Ahelya.
Boleh jadi R.A. Kartini dulu menulis, “Habis gelap terbitlah terang.” Tapi Ahelya sekarang membuat terang itu jadi nyata, dengan sorotan lampu ruang penyidikan dan bunyi ketikan pasal demi pasal.
Ia tak datang dengan parade atau seremoni mewah. Tapi kedatangannya di Kalbar serasa seperti munculnya naga betina di tengah kampung maling berdasi. Beliau bukan Kartini menunggu pintu dibukakan, tapi Kartini yang langsung dobrak pintu dengan palu keadilan.
Sekarang, mari kita buat perhitungan cepat. Kalau di Jogja saja beliau bisa selamatkan Rp14,6 M dalam 10 bulan, di Kalbar dengan potensi kasus lebih runcing dan berlapis seperti kue lapis legit, kita sedang menyaksikan babak baru pemberantasan korupsi.
Ahelya adalah bukti, menjadi perempuan bukan penghalang untuk bertaji. Ia tak butuh panggung pujian atau puisi manis. Ia hanya butuh ruang kerja, data kasus, dan kesempatan membuat para koruptor bermimpi buruk.
Kalau ada yang masih bertanya, “Apakah masih relevan Hari Kartini dirayakan?”Jawabannya, “Ya, kalau kita bicara soal perempuan seperti Ahelya Abustam. Kartini versi toga, versi pasal, versi realita.”
Kalbar, bersiaplah. Kartinimu kini berkantor di Kejati. Ia datang bukan untuk selfie di Tugu Khatulistiwa, melainkan memburu koruptor. Bila udah nangkap koruptor, saya traktir ngopi di Jalan Hijas ya Bunda.
#camanewak
Oleh : Rosadi Jamani
[ Ketua Satupena Kalbar ]