FOTO : Ilustrasi [ ist ]
SETELAH saya menulis “Konsekuensi Hukum Bila Ijazah Jokowi Terbukti Palsu” bullian pun datang silih berganti. Tentu dari mereka hanya hanya baca judul dan bacanya setengah alias tak tuntas.
Sehingga muncul tantangan, “Coba di balik, Bang. Apa konsekuensi hukum bila ijazah Jokowi terbukti asli.” Biar adil dan mengikuti liurnya netizen, saya coba buatkan tulisannya agar mereka tak ribut lagi. Sambil menikmati bubur ayam dan tentu segelas kopi, yok kita bahas lagi ijazah Pakde.
Apa konsekuensi hukumnya bila asli? Wah, ini bukan sekadar persoalan akademik. Ini lebih dahsyat dari gempa bumi, lebih mengguncang dari putusan MK, dan lebih menyakitkan bagi para keyboard warrior yang sudah terlanjur teriak “Palsu!” dari 2014 sampai gigi goyang.
Pertama, seluruh tuduhan resmi dianggap fitnah kelas berat. Mereka yang selama ini berselancar di atas gelombang hoaks akan dihadapkan pada pasal pencemaran nama baik, penyebaran berita bohong, dan UU ITE yang selama ini mereka ejek-ejek kayak mantan yang belum move on. Kalau benar terbukti palsu tuduhannya, siap-siap diciduk. Siapkan koper, jangan lupa bawa bantal.
Contohnya nyata, bukan fiksi, Roy Suryo, si mantan Menpora yang lebih dikenal sebagai Menteri Analisa Foto, sudah dilaporkan. dr. Tifauzia Tyassuma yang semangatnya membara membongkar “konspirasi ijazah palsu” juga kena batunya. Rizal Fadillah, Rismon Sianipar, semuanya ikut masuk daftar nama yang sedang menghadapi laporan hukum oleh Pemuda Patriot Nusantara. Ini bukan drama Korea. Ini FTV versi Pontianak Gertak Tiga.
Belum cukup? Ada Zaenal Mustofa, pengacara pemberani yang sempat menggugat keabsahan ijazah Jokowi ke pengadilan, justru kini malah ditetapkan jadi tersangka pemalsuan dokumen akademik. Karma digital? Bukan. Ini realita hukum. Plot twist-nya bikin Shakespeare nyerah nulis tragedi.
Kalau ijazah Jokowi benar-benar asli, maka para penyebar tuduhan bisa dituntut balik. Dalam hukum, itu bukan lelucon. Siapapun yang membuat kegaduhan, menghasut opini publik dengan data palsu, dan menyeret institusi resmi seperti UGM ke tengah lumpur fitnah, berpotensi diproses hukum. Karena dalam dunia nyata, Google bukan alat bukti. Screenshot TikTok bukan dokumen negara.
Tapi jangan salah. Ini bukan hanya urusan hukum. Ini tragedi kebangsaan. Karena jika ijazah Jokowi terbukti asli, maka bangsa ini harus menatap cermin dan bertanya, “Kenapa kita lebih percaya teori konspirasi dari arsip akademik?” “Kenapa kita lebih cinta hoaks dari data?” “Kenapa kita tetap nyinyir meski sudah terbukti salah?”
Ijazah itu bukan sekadar bukti akademik. Ia telah menjelma menjadi simbol kebodohan kolektif yang dibungkus semangat “cari kebenaran” padahal tujuannya cuma ingin menjatuhkan. Kalau nanti benar-benar terbukti asli dan legal, maka para penuduh bukan hanya kalah secara hukum, mereka kalah secara moral, logika, dan estetika.
Mereka harus minta maaf. Bukan di status WhatsApp. Tapi di ruang publik, pakai toa masjid, atau minimal sewa billboard di perempatan besar dengan tulisan, “Maaf, ternyata ijazahnya asli. Kami cuma kebanyakan gabut.”
Bangsa ini? Mungkin akan mulai belajar bahwa tidak semua hal bisa dipalsukan. Tidak semua presiden bisa dituduh sembarangan. Tidak semua warga negara punya kapasitas untuk membaca ijazah tanpa mikir ini hasil Canva.
Akhirnya, kita bisa menyimpulkan, konsekuensi hukum bila ijazah Jokowi terbukti asli adalah, satu bangsa harus minta maaf kepada sebuah dokumen.
Ijazah itu diam. Tapi dia menyimpan dendam akademik. Hari ini… dia menang. Itu bila ijazah Pakde terbukti asli, wak. Kalau palsu, ente baca lagi tulisan saya sebelumnya. Puas…!
#camanewak
Oleh : Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar