FOTO : ilustrasi penyidik KPK [ ist ]
LAGI asyik-asyik bercengkrama sama ayang beb di malam minggu, ada kawan share link berita. “Bang, Kantor PU Mempawah digeledah KPK.”
Budak ni suke benar nak menggerakkan pena saya. Baiklah, kita telisik, benarkah komisi antirasuah sedang menyatroli dinas paling basah di Bumi Opu Daeng Manambon. Tambah lagi kopinya wak.
Ada yang mendadak bergetar malam itu di Mempawah. Mungkin selap (pingsan). Bukan karena gempa bumi, bukan juga karena konser dangdut dadakan. Tapi karena sebuah kabar super panas yang sukses membakar kuping seluruh warga. KPK turun tangan menggeledah Kantor Dinas PUPR Kabupaten Mempawah, Kalbar! Daerah gue ni wak.
Video penggeledahan pun cepat beredar, diunggah akun Instagram @bpmkalbar1, menampilkan suasana kantor PUPR yang digambarkan lebih panas dari panci rebusan bakso.
Perekam video, yang sepertinya telah menamatkan seluruh season Naruto, dengan suara penuh ketegangan membisikkan fakta, ada pengambilan arsip.
Bukan main-main, lho. Bukan cuma sekedar buka-buka lemari sambil cari surat cerai lama, tapi benar-benar serius, kayak mau mengungkap rahasia negara.
“Sedang ada pengambilan arsip-arsip di PUPR Mempawah, mungkin ada dugaan korupsi,” kata perekam itu, dengan nada seolah sebentar lagi alien akan mendarat. Jangan salah, penggeledahan ini diiringi iring-iringan mobil polisi, lengkap, rapi, gagah, kayak pasukan kerajaan yang mau menjemput tahta, atau lebih tepatnya, mau menjemput kebenaran dari balik tumpukan dokumen proyek.
Sumber di lapangan menyebutkan, penggeledahan ini berlangsung Jumat malam, 25 April 2025. Bukan waktu yang biasa untuk kerja lembur, kecuali ente penyidik KPK yang menjadikan malam minggu sebagai jam kerja resmi.
Aroma penggeledahan ini sudah jadi perbincangan panas di semua warung kopi. Dari pengopi warkop di Kuala sampai Pinyuh, semua sibuk debat, siapa yang bakal duluan digiring? Apakah bakal ada adegan dramatis buka laci, ketemu duit berlapis tisu? Ataukah terungkap catatan proyek fiktif yang nilainya bisa buat beli tiga kampung?
Yang membuat semuanya semakin seru adalah latar belakang kisah ini. Sebelum KPK turun tangan, di beberapa titik di Mempawah sudah bertebaran spanduk anti-mafia tanah. Spanduk yang tak kalah berani dibanding orasi mahasiswa kelaparan.
Spanduk yang bahkan secara blak-blakan menuding adanya dugaan korupsi proyek pengadaan air baku di Pantai Kijing, sebuah proyek bernilai Rp19 miliar yang, alih-alih mengalirkan air, justru mengalirkan kecurigaan.
Bayangkan, wak. Rp 19 miliar itu kalau dipakai untuk bikin sumur bor, mungkin satu kecamatan sudah bisa mandi sambil berendam kayak di spa hotel bintang lima.
Tapi ini? Proyeknya terbengkalai. Airnya entah di mana. Yang kelihatan cuma aroma amis proyek mangkrak dan mimpi-mimpi basah pejabat rakus.
Kantor PUPR malam itu tampak seperti kapal yang dibajak bajak laut KPK. Para staf mungkin ada yang pura-pura tidur di meja, ada yang mendadak hobi pergi ke toilet lima belas kali dalam sejam, ada juga yang mungkin dalam hati kecilnya berdoa, “Ya Tuhan, jangan temukan flashdisk itu, jangan temukan flashdisk itu…”
Sementara itu, penyidik KPK tetap kalem. Dengan langkah seperti malaikat pencabut dosa, mereka mengobrak-abrik lemari, membuka brankas, mencatat, memotret, dan kadang-kadang, mungkin, nahan tawa melihat akrobatik usaha sembunyi-sembunyi yang terlalu telat.
Malam itu, satu pelajaran hidup yang pasti terpatri dalam sejarah Mempawah, “Kamu bisa lari dari kenyataan, tapi kamu tidak bisa lari dari KPK.”
Seberapapun cepat kamu sembunyi, secerdik apapun kamu menghilangkan jejak, begitu KPK mengetuk pintu, semua keberanianmu meleleh lebih cepat dari lilin di atas kue ulang tahun.
Kini, warga Mempawah tidur dengan damai, berharap pagi membawa angin keadilan. Tapi di sisi lain, di sebuah sudut gelap, ada orang-orang yang malam itu tak bisa tidur. Mereka mungkin berguling-guling di kasur, berkeringat dingin, menghitung dosa sambil bertanya-tanya, “Apakah aku akan menjadi meme berikutnya di Instagram?”
#camanewak
Oleh : Rosadi Jamani [ Ketua Satupena Kalbar ]