Dalam Rangka Instropeksi Hari Pers Dunia Tanggal 3 MEI, Pers Dunia Internasional versus Perilaku Islami

7 hours ago 3

PERTARUNGAN Narasi di arena global dunia hari ini adalah panggung pertunjukan besar, dan media internasional adalah narator utamanya.

Di tengah sorotan kamera dan dentingan breaking news, satu hal menjadi jelas, narasi adalah kekuasaan. Namun, di sisi lain panggung, berdiri tegak nilai-nilai Islami yang tenang, kokoh, namun sering kali direduksi menjadi karikatur oleh headline yang haus klik.

Mari kita jujur, ketika seorang Muslim berbuat salah, judul berita bisa langsung mencantumkan kata “Islamis” seolah-olah agama adalah motif kriminal. Tapi ketika pelaku bukan Muslim? Tiba-tiba penyakit mental, kesulitan ekonomi, atau “loner with a troubled past” menjadi alibi sosiologis yang menyentuh hati.

Sebuah standar ganda yang sudah tidak asing, namun terus berlanjut dengan semangat yang nyaris dengan religius ironisnya.

*Perilaku Islami di Tengah Sorotan*

Perilaku Islami, yang sejatinya mengajarkan kejujuran, kasih sayang, keadilan, dan kedamaian seringkali tenggelam dalam framing berita yang lebih gemar menyorot ekstremisme, daripada keseharian umat yang damai.

Seorang Muslim menyumbangkan hartanya secara diam-diam? Tidak layak berita. Tapi jika ada kelompok minoritas mengklaim bertindak atas nama Islam sambil membawa senjata, maka breaking news berdentang selama berhari-hari.

Padahal, prinsip dasar dalam Islam sangat jelas, *”La ikraha fid din”*, tidak ada paksaan dalam Islam.

Namun ketika media mengepak isu menjadi konflik agama, maka pesan damai itu terkubur di antara analisis geopolitik yang digoreng dengan minyak panas prasangka.

*Pers dan Kepentingan Global*

Pers internasional bukanlah entitas netral. Ia adalah produk dari sistem politik dan ekonomi tertentu. Siapa yang punya korporasi media? Siapa yang punya iklan? Dan siapa yang menentukan “berita penting”? Jawabannya jarang berada di tangan mereka yang memahami Islam dari Al-Qur’an dan Sunnah, melainkan di tangan mereka yang memahami pasar saham dan rating pemirsa.

Kita tidak bisa menyalahkan media sepenuhnya. Mereka menjual apa yang laku, dan ketakutan, terutama terhadap sesuatu yang “asing” dan “berjanggut” adalah komoditas mahal.

Sayangnya, Islam sering kali menjadi poster boy untuk kekacauan dunia, meskipun pelaku sebenarnya adalah kerakusan politik dan hegemoni ekonomi.

*Peran Umat Islam* Menerobos Filter

Lalu, apa yang bisa dilakukan? Jawabannya bukan dengan marah-marah di kolom komentar media, atau sekadar membuat tagar viral seminggu, lalu kemudian dilupakan. Prilaku Islami bukan hanya respons, tapi juga inisiatif.

Umat Islam harus tampil sebagai pelaku narasi. Menulis, berbicara, berdialog. Membuat media sendiri, menembus ruang-ruang akademik, dan menghadirkan wajah Islam yang sesungguhnya, tanpa harus menunggu izin dari stasiun TV internasional.

Dan yang paling penting: menjaga konsistensi. Karena saat umat Islam berpegang pada nilai-nilai luhur ke-Islamannya, tidak hanya berita negatif yang menjadi lemah, tapi juga kekuatan fitnah akan kehilangan panggung.

*Penutup*

Pers internasional tidak akan berhenti mencari sensasi. Tapi prilaku Islami yang konsisten, damai, dan bijak bisa menjadi pembuktian bahwa narasi tak selalu harus ditulis oleh mereka yang paling nyaring. Kadang, kebenaran hanya butuh ditunjukkan, tanpa harus diteriakkan.

Oleh : Benz Jono Hartono*
*Praktisi Media Massa di Jakarta*

Read Entire Article
8000hoki online hokikilat online
1000hoki online 5000hoki online
7000hoki online 9000hoki online
Ekonomi Kota | Kalimantan | | |