FOTO : ilustrasi poto pemain timnas Indonesia [ ist ]
TENANG, wak! Walau kalah 3-0 atas tuan rumah, Bahrain, Timnas voli kita tetap lolos ke delapan besar, AVC 2025. Sambil menahan rasa ngantuk, yok simak ulasan perjuangan Tedy Oka Syahputra cs mengibarkan bendera merah putih di tanah Arab.
Pada malam takdir di Isa Bin Rashed Hall, Manama, Bahrain, tanggal tak terlupakan dalam sejarah bangsa, 18 Juni 2025, Timnas voli Indonesia menuliskan bab baru dalam kitab suci kekalahan yang begitu indah. Hingga malaikat pencatat amal bingung, ini kalah, tapi kok pantas masuk surga, ups.
Bahrain, negeri kecil di Teluk Persia yang jika dilihat di peta harus dicubit dua kali agar kelihatan, ternyata menyimpan kekuatan seperti bangsa Saiya. Mereka menang 3-0 atas Garuda, tapi kemenangan itu ibarat memetik bunga di tengah badai, tak semudah yang terlihat.
Set pertama dimulai dengan skor yang membuat para suami langsung menyuruh istrinya cepat tidur, tertinggal 9-4. Indonesia seperti baru bangun tidur. Saat mencoba mendekat 9-6, Bahrain justru membalas dengan kekejaman diplomatik, 15-7. Timeout diminta.
Coach Jeff Jiang, yang wajahnya seperti filsuf Tiongkok kuno, memberi wejangan lebih panjang dari kultum. Tapi smash Rivan Nurmulki malah error. Seisi bench merunduk dalam keheningan spiritual. Bahrain menari di atas luka nusantara, menutup set dengan 25-13, dan membuat para penonton mulai memikirkan kopi, camilan, dan arti hidup.
Set kedua adalah epos yang nyaris menggetarkan poros bumi. Tertinggal 2-0, lalu 9-5, Timnas meminta timeout. Jeff Jiang kembali bicara. Tidak jelas lagi ini strategi atau sesi meditasi. Tapi tiba-tiba, seperti pencerahan turun dari langit, Hendra Kurniawan mencetak poin. 9-7. Lalu 9-8. Skor pun akhirnya menyentuh 9-9. Bantal ditendang, kopi dituang ulang.
Harapan membuncah. Tapi seperti plot drama Korea, saat semuanya mulai cerah, datanglah tragedi. Service Jasen Natanael Kilanta gagal. Bahrain kembali unggul 10-9. Tapi Indonesia tak menyerah, menyamakan 14-14, 15-15, 18-18. Laga ini tak lagi pertandingan, tapi pertarungan kosmis dua peradaban.
Ketika skor 24-24, seluruh Indonesia menahan napas. Garuda sempat unggul 25-24. Tapi ya Allah, betapa pahit hidup ini. Bahrain menyamakan 25-25. Lalu 26-25. Dan akhirnya… 27-25. Set kedua jatuh ke tangan Bahrain. Di anak-anak geng motor yang nonton via YouTube di pos ronda langsung disuruh tidur. Pak RT pun mengganti channel ke berita ikan arwana.
Set ketiga, Indonesia menggila. 4-4, lalu 6-6. Arnes Arabi menyamakan skor dengan smash seperti meteor. Tapi Bahrain tak ingin kehormatan rumahnya dirusak. Mereka menjauh, 10-6. Penonton mulai gelisah, beberapa mulai mengunci layar ponsel.
Tapi Doni Haryono menolak tunduk. 14-10, 14-11. Namun service-nya keluar. 15-12. Lalu 17-14. Indonesia mengejar 22-21, memaksa Bahrain minta timeout. Namun akhirnya… 25-22. Bahrain menang.
Tapi tunggu dulu.
Kekalahan ini bukan biasa. Ini adalah kekalahan termulia abad ini. Indonesia tetap lolos ke perempat final sebagai runner-up Grup A. Kita akan bertemu Pakistan, finalis AVC 2024, raksasa Asia Selatan yang konon bermain dengan smash secepat kilat dan blok setinggi impian ibu guru Matematika.
Namun tenang. Karena kekuatan Garuda bukan di hasil, tapi di jiwa. Bukan di trofi, tapi di tawa yang lahir setelah air mata. Yang lebih penting, kita kalah, tapi kita tampan. Selamat begadang.
#camanewak
Oleh : Rosadi Jamani
[ Ketua Satupena Kalbar ]