Harga Batu Bara Terjepit: China Loyo, Australia vs Filipina Terbelah

2 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara menguat tipis. Merujuk Refinitiv, harga batu bara pada perdagangan Rabu (2/9/2025) ditutup di posisi US$ 109,85 per ton atau menguat 0,14%. Penguatan ini menjadi kabar baik setelah harga batu bara melemah 1% pada Selasa.

Harga batu bara masih belum mampu naik signifikan karena adanya potensi pelemahan permintaan sementara pasokan masih tinggi.

Harga batu bara termal global mencapai level terendah empat tahun akibat surplus pasokan, terutama dari China.

Harga batu bara termal di China diperkirakan akan terus menurun dalam waktu dekat. Hal ini disebabkan oleh lemahnya permintaan yang tak mampu menyerap pasokan yang melimpah.

Pasokan yang melimpah juga dilaporkan dari India.

Jumlah stok batu bara di pembangkit listrik termal India mencapai 47,5 juta ton, meningkat sekitar 27% dari 37,2 juta ton pada periode yang sama tahun sebelumnya mint.

Peningkatan stok ini disebabkan oleh curah hujan yang di atas rata-rata, yang menurunkan permintaan listrik serta peningkatan pembangkit listrik tenaga air (hydel).

Saat ini, stok batu bara cukup untuk sekitar 24 hari operasi pembangkit termal, dengan konsumsi harian sekitar 2 juta ton mint.

Produksi batu bara domestik juga meningkat selama periode April-Agustus, produksi dari tambang milik pemerintah maupun swasta mencapai 73,92 juta ton, naik 12% secara tahunan.

Sebaliknya, permintaan listrik yang melambat secara keseluruhan terutama karena suhu lebih rendah dan hujan lebat menyebabkan pertumbuhan permintaan melemah.

Dalam kuartal pertama tahun fiskal ini (2025/2026), permintaan turun hampir 1,5% secara tahunan. Pertumbuhan permintaan listrik tahunan juga diperkirakan turun.

Puncak permintaan listrik tertinggi dalam tahun fiskal ini hanya mencapai 241 Gigawatt (GW), jauh di bawah estimasi 270 GW dan juga di bawah rekor tertinggi 250 GW yang tercapai pada Mei 2024.

Beda Langkah Australia dan Filipina

Di tengah pasokan yang masih melimpah dan turunnya permintaan, pemerintah federal Australia, di bawah pemerintahan Perdana Menteri Anthony Albanese, memberikan persetujuan untuk ekstensi tambang batu bara Ulan milik Glencore di New South Wales.

Keputusan ini memungkinkan penambangan tambahan sebanyak 18,8 juta ton batubara dan memperpanjang masa operasional tambang hingga 2035, dua tahun lebih lama dibanding rencana sebelumnya.

Rencana ini langsung ditentang kelompok iklim dan partai Greens. Climate Council menyebutnya sebagai tindakan yang "nonsensical" karena bertentangan dengan upaya pengurangan polusi dan target iklim yang akan datang.

Sementara itu, Greens Leader Larissa Waters memperingatkan bahwa ekspansi ini tidak hanya memperparah krisis iklim tetapi juga akan merusak habitat satwa langka seperti kelelawar bertelinga besar.

Lain Australia beda pula Filipina. Pemerintahan Ferdinand Marcos Jr. tengah menjajaki kemungkinan untuk melakukan penutupan nasional tambang batu bara dan pembangkit listrik tenaga batu bara sebagai bagian dari dorongan besar transisi energi negara tersebut, menurut seorang pejabat energi.

Michael Sinocruz, Direktur di Departemen Energi (DOE), mengatakan lembaganya telah bermitra dengan United Nations Office for Project Services (UNOPS) untuk mempelajari dampak penutupan tersebut terhadap perekonomian dan pasokan listrik nasional.

"Jadi (kajian) ini mungkin akan dimulai tahun depan. Saya tidak tahu berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya," kata Sinocruz kemarin di sela-sela Philippine Energy Transition Dialogue 2025, dikutip dari Philstar.

Kajian itu akan menilai seluruh tambang batu bara dan PLTU di Filipina, dengan fokus pada dampak penutupan terhadap pekerja dan komunitas tuan rumah.

CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]

(mae/mae)

Read Entire Article
8000hoki online hokikilat online
1000hoki online 5000hoki online
7000hoki online 9000hoki online
800hoki download slot games 2000hoki download slot games
4000hoki download slot games 6000hoki download slot games
Ekonomi Kota | Kalimantan | | |