Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonom senior yang juga merupakan Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Chatib Basri mengungkapkan alasan pemerintah memangkas secara nilai anggaran transfer ke daerah (TKD).
Ia bilang, salah satunya supaya mencegah penyelewengan terhadap dana pemerintah pusat yang dikirim ke daerah untuk melakukan pembangunan.
Karena itu, ketimbang lebih dulu ditransfer ke pemda, TKD pada 2026 ia sebut menjadi langsung dinikmati masyarakat karena dana dialihkan untuk proyek-proyek khusus dari pemerintah pusat.
"Idenya adalah mentransfer dana langsung ke masyarakat, alih-alih ke pemerintah daerah. Jika dana tersebut ditransfer ke pemerintah daerah, dana tersebut dikhawatirkan akan dikorupsi," kata Chatib di Harvard Center for International Development, dikutip Senin (3/10/2025).
Menurut Chatib, sebelum anggaran TKD dipangkas secara besar-besaran untuk 2026, DEN telah melakukan berbagai uji coba supaya dana dari pemerintah dinikmati oleh masyarakat.
Akhirnya, berangkat dari berbagai uji coba itu, pemerintah pun setuju untuk berani mengambil langkah besar memangkas TKD, supaya tidak perlu ditransfer melalui pemda.
"Jika dana tersebut ditransfer langsung ke masyarakat, berdasarkan pengalaman kami, biayanya mungkin hanya sekitar 25%-30%. Jadi, proyek ini berhasil karena dimulai dengan uji coba. Kami mengevaluasi, mengadaptasi, dan akhirnya diadopsi oleh pemerintah pusat," ucapnya.
Sebagaimana diketahui, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa juga telah buka suara ihwal alasan pemerintah pusat belum berani menaikkan anggaran TKD, seusai dipangkas untuk tahun anggaran 2026 dan menghasilkan protes dari berbagai kepala daerah.
Sebagaimana diketahui, alokasi anggaran TKD dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 mulanya dipatok sebesar Rp 649,99 triliun. Jumlah itu berkurang Rp 269 triliun jika dibandingkan dengan alokasi dalam APBN 2025 sebesar Rp 919,87 triliun. Namun, dalam pembicaraan dengan DPR, Purbaya berani menaikkan sedikit anggaran TKD 2026 Rp 43 triliun menjadi Rp 693 triliun.
Purbaya mengaku, sebetulnya ingin sekali menaikkan anggaran TKD pada 2026, dalam rangka mempercepat aktivitas perekonomian di daerah. Sayangnya, ia mengatakan, presiden belum berani merealisasikan keinginannya.
"Sebenarnya kalau saya sih mau saja naikin, cuma pemimpin di atas masih ragu dengan kebijakan itu karena mereka bilang sering diselewengkan uang-uang di daerah," kata Purbaya saat Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah 2025 di Kementerian Dalam Negeri, Senin (20/10/2025).
Oleh sebab itu, Purbaya meminta kepada pemimpin kepala daerah, termasuk para gubernur untuk memperbaiki terlebih dahulu tata kelola dan percepatan penyerapan uang daerahnya. Ia memberikan waktu perbaikan itu dalam dua kuartal ini, yakni kuartal IV-2025 dan kuartal I-2026 sebelum mengusulkan kepada Kepala Negara kenaikan anggaran TKD nantinya.
"Kalau jelek saya enggak bisa ajukan ke atas, presiden kurang suka rupanya kalau itu. Tapi kalau kita punya bukti bahwa sudah bagus semua harusnya enggak ada masalah kita naikkan," tegasnya.
"Jadi untuk membantu bapak ibu di daerah tolong bantu saya juga untuk mendapatkan track record seperti itu, dua triwulan saya kira sudah cukup, triwulan keempat tahun ini dan triwulan pertama tahun depan," ungkap Purbaya.
Purbaya mengatakan, setidaknya ada sejumlah kasus di daerah yang membuat pemerintah saat ini masih ragu untuk memperbesar alokasi anggaran TKD. Kasus-kasus ini ia sebut berdasarkan catatan langsung dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Data KPK juga mengingatkan kita dalam tiga tahun terakhir masih banyak kasus di daerah, dari suap audit BPK di Sorong dan Meranti, jual beli jabatan di Bekasi, sampai proyek fiktif BUMD di Sumatera Selatan. Artinya reformasi tata kelola ini belum selesai," ujar Purbaya.
(arj/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Cerita Purbaya Diprotes Bupati di Jatim Soal Dana Transfer ke Daerah

6 hours ago
1

















































