- Pasar keuangan tanah air ditutup beragam akhir pekan lalu, IHSG dan rupiah kompak melemah, dan SBN diburu investor.
- Wall Street berakhir beragam menjelang pidato penting The Fed
- Pekan ini pasar menanti sederet agenda penting. Rapat Dewan Gubernur BI, keputusan suku bunga PBoC, hingga FOMC dan pidato Powell di Jackson Hole diperkirakan jadi katalis utama pergerakan IHSG, rupiah, dan SBN.
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditutup bervariasi pada perdagangan terakhir pekan lalu, Jumat (15/8/2025). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah kompak melemah, sementara itu Surat Berharga Negara (SBN) masih di borong investor.
Pasar keuangan domestik hari ini, Selasa (19/8/2025) masih akan bergerak volatile bagi IHSG, rupiah, maupun SBN. Selengkapnya mengenai proyeksi dan sentiment pasar pekan ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.
Pada penutupan perdagangan terakhir pekan lalu, Jumat (15/8/2025), IHSG ditutup melemah 0,41% ke level 7.898,37. Setelah pada intraday, IHSG sempat menembus level 8.000 bahkan sampai menyentuh posisi 8.017 sekaligus mencatatkan rekor tertinggi IHGS dalam intraday.
Nilai transaksi IHSG Jumat (15/8/2025) mencapai Rp30,97 triliun dengan melibatkan 47,80 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,95 juta kali. Sebanyak 229 saham menguat, 432 melemah, dan 139 saham stagnan.
Dari sisi investor asing, terpantau masih melakukan net buy sebesar Rp1,31 triliun di seluruh pasar.
Sebanyak dari sebelas sektor ditutup di zona merah dengan sektor utilitas memimpin dengan pelemahan sebesar 4,73%.
Sementara sektor teknologi, Kesehatan, dan keuangan menjadi sektor yang mengalami penguatan di tengah zona merah IHSG.
Melihat dari sisi emiten, PT Barito Renewables Energy (BREN) menjadi penyumbang pelemahan terbesar dengan bobot 18,01 indeks poin, yang diikuti oleh PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) yang menyubang 12,53 indeks poin pada pelemahan IHSG, dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dengan bobot 5,35 indeks poin.
Di sisi lain, PT DCI Indonesia Tbk (DCII) menjadi emiten yang mampu menahan pelemahan IHSG dengan sumbangan penguatan 25,05 indeks poin, diikuti oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) dengan sumbangan 9,89 indeks poin.
Beralih ke pasar mata uang, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada akhir pekan lalu, terpantau ditutup pada posisi Rp16.155/US$ atau melemah 0,30%. Secara mingguan, rupiah tercatat mengalami penguatan sebesar 0,80% hal ini terjadi seiring dengan tren pelemahan dolar AS.
Pelemahan rupiah pada perdagangan terakhir pekan lalu, Jumat (15/8/2025) seiring dengan agenda Presiden Prabowo Subianto dalam pidato kenegaraan pertamanya sejak memimpin Indonesia. Dalam kesempatan tersebut, Presiden Prabowo juga memaparkan Nota Keuangan.
Selain itu, dari faktor eksternal, pergerakan rupiah hari ini di pengaruhi oleh penguatan indeks dolar AS pada perdagangan kemarin Kamis (14/8/2025).Kenaikan dolar AS tersebut terjadi setelah pasar global kembali mengurangi ekspektasi pemangkasan agresif suku bunga The Fed, menyusul rilis data Producer Price Index (PPI) AS yang jauh lebih tinggi dari perkiraan.
Data PPI yang kuat mengindikasikan tekanan harga di tingkat produsen masih tinggi, sehingga inflasi AS belum sepenuhnya terkendali. Kondisi ini membuat pasar menutup peluang pemangkasan suku bunga sebesar 50 bps pada September dan kini hanya memperkirakan pemangkasan sebesar 25 bps dengan probabilitas 93%.
Sentimen terhadap dolar AS semakin menguat setelah komentar hawkish dari pejabat The Fed, Mary Daly dan Alberto Musalem, yang menolak opsi pemangkasan 50 bps. Kenaikan imbal hasil obligasi AS yang menyertainya berpotensi memicu arus modal keluar dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
Adapun dari pasar obligasi Indonesia, imbal hasil SBN yang tenor 10 tahun terpantau turun 0,19% menjadi 6,391%.
Perlu diketahui, hubungan yield dan harga pada SBN ini berbanding terbalik, artinya ketika yield turun berarti harga obligasi naik, hal ini bahwa investor tampak melakukan aksi beli.
Pages