Peningkatan Daya Saing UMKM: Langkah Strategis di Era Prabowo-Gibran

1 week ago 11

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Presiden Prabowo Subianto berencana memberikan kredit khusus bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) padat karya: tekstil, sepatu, makanan dan minuman, furnitur, kulit. Rencananya pemberian fasilitas kredit kredit itu diberikan dalam waktu dekat (CNBC Indonesia, 19 Maret 2025).

Sebelumnya, terdapat kebijakan yang menyasar UMKM berupa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 tentang Penghapusan Piutang Macet kepada usaha Mikro Kecil dan Menengah dalam bidang Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan, Kelautan serta UMKM lainnya.

Kedua kebijakan tersebut adalah bukti nyata keberpihakan Prabowo-Gibran terhadap keberlangsungan bisnis UMKM. Lebih spesifik, betapa kuatnya komitmen Presiden Prabowo pada ketahanan pangan mengingat mereka yang dihapuskan utangnya merupakan para pelaku UMKM yang bergerak di sektor perikanan dan pertanian, yang sudah tidak memiliki kemampuan bayar dan sudah jatuh tempo, serta sudah diproses penghapusan bukunya di bank Himbara (CNBC Indonesia, 12 November 2024).

Hanya saja, menerbitkan pemberian kredit investasi maupun penerbitan PP Penghapusan Piutang Macet kepada UMKM saja belum cukup, harus dimonitor secara intensif dalam proses pelaksanaannya. Persyaratan restrukturisasi kredit menjadi salah satu tantangan mendasar bagi UMKM.

Pendekatan yang terlalu formal tidak selaras dengan karakteristik UMKM di Indonesia, yang umumnya tidak memiliki struktur keuangan yang terstandardisasi. Temuan empiris menunjukkan bahwa sebagian besar UMKM beroperasi secara informal, sehingga kebijakan ini perlu disesuaikan dengan kondisi faktual agar dapat diimplementasikan secara optimal.

Kebijakan Prabowo-Gibran terhadap UMKM yang konkret dan terukur ini tidak hanya berhenti pada menolong yang akan jatuh, akan tetapi lebih signifikan kontribusi kebijakan terkait UMKM terhadap perekonomian adalah merumuskan strategi untuk meningkatkan daya saing UMKM.

Dalam acara CNBC Indonesia Economic Outlook 2025, Ekonom Senior Raden Pardede menyatakan bahwa pemerintah sebaiknya tidak terlalu berpuas diri dengan tingginya jumlah UMKM, mengingat hanya sebagian kecil yang mampu menyediakan lapangan kerja dengan upah layak di atas UMR. Kebanggaan seharusnya muncul ketika jumlah perusahaan skala menengah dan besar meningkat (CNBC Indonesia, 26 Februari 2025).

Peran UMKM terhadap Perekonomian
Ada beberapa referensi riset yang menunjukkan peran UMKM terhadap perekonomian. Tinjauan literatur yang dilakukan Woźniak, M., Duda, J., Gąsior, A., & Bernat, T. (2019), dalam riset "Relations of GDP growth and development of SMEs in Poland" terhadap UKM di negara-negara Uni Eropa menunjukkan bahwa PDB, jumlah UKM, dan karyawan UKM berkorelasi secara signifikan dan positif.

Secara empiris, penelitian yang berjudul "Understanding the Impact of Covid-19 on MSMEs in India: Lessons for Resilient and Sustained Growth of Small Firms", dilakukan oleh Sharma dan Rai (2023) menyimpulkan bahwa UMKM memainkan peran penting dalam mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran. UMKM berperan penting dalam meningkatkan pendapatan masyarakat.

Sejalan dengan temuan di India, sebuah riset dari Aria Ganna Henryanto, Haniruzila Hanifah, Malik Cahyadin dan Thomas Stefanus Kaihatu (2025), yang dibiayai Universitas Ciputra dan telah dipublikasikan oleh penerbit Small Business Institute (USA) di Journal of Small Business Strategy (JSBS), jurnal terindeks scopus (Q2; SJR 0,502), dengan judul "Causal Threads: SMEs and Macroeconomic Indicators in Indonesia" memaparkan bahwa indikator UMKM di Indonesia memiliki hubungan kausalitas satu arah dengan indikator makroekonomi dari tahun 1997 hingga 2020, yang mengimplikasikan bahwa perkembangan UMKM mempengaruhi pencapaian tujuan makroekonomi Indonesia.

Oleh karena itu, langkah-langkah untuk mendorong pertumbuhan UMKM agar bertransformasi menjadi perusahaan yang berdaya saing sehingga menjadi lebih besar perlu menjadi prioritas utama kebijakan pemerintahan Prabowo-Gibran.

Kompleksitas Permasalahan UMKM
Terlepas dari kontribusi ekonomi yang signifikan, UMKM sering kali menghadapi berbagai kendala yang menghambat pertumbuhan dan perkembangannya. Di kawasan ASEAN, tantangan-tantangan ini memiliki banyak sisi dan bersifat menyeluruh.

UMKM kesulitan mengakses pasar internasional, yang membatasi kemampuan mereka untuk berkembang dan bersaing secara global (ASEAN, 2023). Selain itu, kendala pada kapasitas UMKM untuk berinovasi semakin menghambat pertumbuhan UMKM, karena mereka tidak dapat mengembangkan produk baru atau meningkatkan produk yang sudah ada untuk memenuhi permintaan pasar. Adopsi teknologi yang rendah adalah hambatan penting lainnya.

Banyak UMKM di kawasan ASEAN yang tertinggal dalam mengintegrasikan teknologi canggih ke dalam proses bisnis mereka, yang memengaruhi efisiensi dan produktivitas mereka (OECD, 2019). Tingginya biaya produksi memperparah masalah ini, sehingga menyulitkan perusahaan-perusahaan ini untuk tetap kompetitif terhadap perusahaan-perusahaan yang lebih besar dengan lebih banyak sumber daya dan skala ekonomi.

Kurangnya tenaga kerja terampil adalah masalah yang terus menerus membatasi kemampuan operasional UMKM. Tanpa akses ke tenaga kerja yang terlatih, perusahaan-perusahaan ini tidak dapat sepenuhnya memanfaatkan sumber daya manusia mereka untuk mendorong inovasi dan pertumbuhan (OECD, 2019). Selain itu, akses terbatas ke layanan keuangan juga masih menjadi hambatan yang signifikan. Banyak UMKM kesulitan mendapatkan pendanaan yang diperlukan untuk ekspansi, inovasi, dan operasional sehari-hari karena kriteria pinjaman yang ketat dan kurangnya agunan (World Bank, 2020).

Arah Baru di Bawah Komando Prabowo-Gibran
Setelah selesai implementasi kredit khusus bagi pelaku usaha UMKM padat karya dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024, jika tidak ada aral melintang ide membentuk holding UMKM akan segera dirancang regulasinya. Sejauh wacana yang berkembang, tujuan holding UMKM untuk membangun ekosistem rantai pasok antara UMKM dengan industri besar. Komitmen awal yang rencananya bisa diorkestrasi adalah Bank Himbara, dalam konteks bantuan pembiayaan.

Sementara jika mencermati hasil temuan ASEAN, OECD maupun World Bank justru lebih banyak penyebab minimnya daya saing UMKM bermuara pada terbatasnya kapabilitas pemilik maupun pekerjanya. Yang tentu saja jika ingin dicari solusi masalahnya tidak cukup koordinasi dengan kementerian/lembaga (K/L) yang terkait, akan tetapi juga perlu melibatkan kolaborasi dan pendampingan yang diberikan oleh pemerintah daerah, sektor swasta, perguruan tinggi, asosiasi pengusaha, lembaga swadaya masyarakat bahkan investor asing untuk meningkatkan daya saing UMKM.

Sehingga komando upaya peningkatan daya saing UMKM itu harus ada di tangan Prabowo-Gibran agar bisa dilaksanakan secara efektif dan efisien seperti halnya program Makan Bergizi Gratis (MBG), peningkatan ketahanan pangan hingga yang terakhir pendirian Danantara maupun Koperasi Merah Putih. Wakil Presiden Gibran mungkin bisa mendapatkan disposisi dari Presiden Prabowo untuk menjadi panglima peningkatan daya saing UMKM, mengingat jam terbang Mas Wapres sebagai pelaku UMKM cukup tinggi.

Dengan meyakini bahwa UMKM musti berdaya saing agar bisa naik kelas, di saat yang bersamaan telah banyak studi yang memetakan berbagai kompleksitas masalah UMKM yang dihadapi sehingga membuat perusahaan menjadi tidak kompetitif maka arahan terkait strategi dan eksekusi musti dari dari pucuk pimpinan tertinggi, yaitu Presiden Prabowo atau Wapres Gibran. Jika upaya peningkatan daya saing hanya diserahkan pada level menteri maka alasan klasik akan muncul sebagai apologi atas kegagalan yaitu ego-sektoral.


(miq/miq)

Read Entire Article
8000hoki online hokikilat online
1000hoki online 5000hoki online
7000hoki online 9000hoki online
Ekonomi Kota | Kalimantan | | |