Jelang Tutup Tahun, Kas Negara di Purbaya Masih Sisa Rp616 Triliun

3 hours ago 2

Elvan Widyatama,  CNBC Indonesia

19 December 2025 14:15

Jakarta, CNBC Indonesia - Realisasi belanja negara hingga November 2025 masih tertinggal dari target, sehingga pemerintah harus menghabiskan ratusan triliun rupiah dalam sisa waktu hingga akhir tahun.

Realisasi belanja negara hingga 30 November 2025 tercatat mencapai Rp2.911 triliun, atau sekitar 82,5% dari target belanja dalam outlook Lapsem.

Dengan realisasi tersebut, pemerintah masih memiliki sisa anggaran sekitar Rp616,4 triliun yang harus dibelanjakan dalam sisa waktu hingga akhir tahun ini.

Belanja negara merupakan salah satu motor utama pendorong pertumbuhan ekonomi, terutama melalui belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah yang berdampak langsung pada aktivitas konsumsi, investasi, serta perputaran uang di perekonomian dalam negeri.

Namun, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, realisasi belanja negara tahun ini tercatat lebih rendah. Pada periode yang sama tahun 2024, realisasi belanja negara telah mencapai sekitar 87% dari total pagu APBN, sehingga hanya menyisakan sekitar Rp430 triliun yang perlu direalisasikan hingga akhir tahun.

Kondisi ini membuat tekanan percepatan belanja pemerintah pada sisa 2025 menjadi lebih besar dibandingkan tahun lalu.

Di satu sisi, percepatan belanja berpotensi memberikan dorongan tambahan bagi pertumbuhan ekonomi jangka pendek, namun di sisi lain menuntut pemerintah untuk tetap menjaga kualitas belanja agar dampaknya benar-benar optimal bagi perekonomian.

Realisasi Belanja Pemerintah Pusat: 2025 Tertinggal dari Dua Tahun Sebelumnya

Hingga November 2025, realisasi Belanja Pemerintah Pusat tercatat sebesar Rp2.116,2 triliun, atau baru mencapai 79,5% dari outlook Lapsem yang sebesar Rp2.663,4 triliun. Dengan kinerja tersebut, pemerintah masih memiliki sisa anggaran sekitar Rp547,2 triliun yang perlu dibelanjakan pada sisa waktu yang sangat terbatas hingga akhir tahun.

Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, capaian belanja pemerintah pusat hingga November 2025 menunjukkan perlambatan dibandingkan tahun lalu.

Pada 2024, realisasi belanja pemerintah pusat hingga November telah mencapai Rp2.098,7 triliun, atau setara 85,1% dari outlook Rp2.467,5 triliun, dengan sisa anggaran yang jauh lebih kecil yakni sekitar Rp368,9 triliun.

Sementara pada 2023, realisasi hingga November mencapai Rp1.774,4 triliun atau 79,0% dari outlook Rp2.246,5 triliun, menyisakan sekitar Rp472,0 triliun.

Artinya, secara persentase, realisasi 2025 bahkan lebih rendah dibandingkan 2024 dan hanya sedikit lebih baik dari 2023, tetapi dengan nilai sisa anggaran yang paling besar dalam tiga tahun terakhir.

Dari sisi Belanja Kementerian/Lembaga (K/L), realisasi hingga November 2025 tercatat mencapai Rp1.110,7 triliun, atau sekitar 87,1% dari outlook.

Adapun, tren realisasi belanja K/L juga terus meningkat. Pada periode yang sama 2024, realisasi belanja K/L mencapai Rp1.049,7 triliun, sementara pada 2023 berada di level Rp890,2 triliun. Meski demikian, tantangan utama pada 2025 terletak pada menjaga konsistensi realisasi di tengah besarnya sisa anggaran belanja negara yang masih harus dikejar hingga akhir tahun.

Di dalam belanja K/L tersebut, realisasi Belanja Modal masih menjadi PR bagi pemerintah pusat.

Hingga November 2025, realisasi belanja modal tercatat sebesar Rp249,6 triliun atau baru sekitar 72,5% dari outlook yang sekaligus menjadikannya komponen dengan tingkat serapan terendah.

Di dalam belanja K/L tersebut, realisasi Belanja Modal masih menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintah pusat. Hingga November 2025, realisasi belanja modal tercatat sebesar Rp249,6 triliun, atau baru sekitar 72,5% dari outlook, sekaligus menjadikannya komponen dengan tingkat serapan terendah.

Padahal, belanja modal merupakan instrumen strategis pemerintah karena digunakan untuk membangun aset jangka panjang seperti infrastruktur, sarana dan prasarana, serta peralatan yang menjadi penopang produktivitas dan efisiensi ekonomi.

Belanja ini tidak hanya meningkatkan kualitas layanan publik seperti pendidikan dan kesehatan tetapi juga menciptakan lapangan kerja serta memperkuat daya saing ekonomi dalam jangka panjang.

Berbeda dengan belanja modal, Belanja Bantuan Sosial atau bansos justru menunjukkan kinerja yang cukup solid. Hingga November 2025, realisasi bansos mencapai Rp166,8 triliun atau sudah mencapai 90,0% dari outlook.

Kinerja bansos yang lebih agresif ini sebagai upaya pemerintah dalam menjaga daya beli masyarakat, terutama di tengah tekanan biaya hidup dan tanda-tanda perlambatan konsumsi khususnya pada kelompok menengah ke bawah.

Realisasi Transfer ke Daerah (TKD): Relatif Tinggi, Tapi Belanja APBD Masih Tertahan

Sementara itu, realisasi Transfer ke Daerah (TKD) hingga November 2025 tercatat mencapai Rp795,6 triliun, atau sekitar 92,1% dari outlook yang sebesar Rp864,1 triliun. Otomatis, sisa dana TKD yang belum tersalurkan hanya sekitar Rp68,5 triliun.

Realisasi TKD 2025 masih sejalan dengan dua tahun sebelumnya. Pada 2024, realisasi TKD hingga November mencapai Rp795,8 triliun atau 92,8% dari alokasi, sementara pada 2023 tercatat Rp736,1 triliun atau 90,4%.

Artinya, realisasi penyaluran dana pusat ke daerah secara konsisten berada di atas 90% hingga November.

Namun, tantangan justru muncul pada realisasi belanja APBD. Hingga November 2025, realisasi belanja APBD baru mencapai Rp922,5 triliun, atau sekitar 65,2% dari pagu sebesar Rp1.414 triliun, menyisakan ruang belanja yang cukup besar yakni sekitar Rp491,5 triliun.

Realisasi tahun ini bahkan lebih rendah dibandingkan 2024, ketika realisasi APBD telah mencapai 73,6% dengan sisa anggaran sekitar Rp380 triliun, serta 2023 yang berada di level 67,9%.

Hal ini menunjukkan bahwa meskipun dana TKD telah tersalurkan dengan baik, kemampuan pemerintah daerah dalam mengeksekusi belanja masih menjadi belum optimal.

Kesenjangan antara tingginya realisasi TKD dan rendahnya serapan APBD berpotensi menahan dampak fiskal terhadap perekonomian di daerah, terutama dalam mendorong aktivitas konsumsi, proyek infrastruktur lokal, dan penciptaan lapangan kerja daerah.

Dengan sisa waktu yang semakin terbatas, pemerintah daerah harus mampu mempercepat realisasi belanja anggarannya agara stimulus fiskal benar-benar mengalir ke ekonomi riil, bukan sekadar berhenti di kas daerah yang ujungnya mengendap di perbankan daeraeh.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(evw/evw)

Read Entire Article
8000hoki online hokikilat online
1000hoki online 5000hoki online
7000hoki online 9000hoki online
800hoki download slot games 2000hoki download slot games
4000hoki download slot games 6000hoki download slot games
Ekonomi Kota | Kalimantan | | |