Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com
Perubahan kelima Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri Jangka Menengah (DRPLN-JM) 2020-2024 untuk Kementerian Pertahanan dengan tambahan alokasi utang senilai US$ 9,7 miliar menandai musim baru dalam kegiatan pembelian sistem senjata yakni persenjataan bekas.
Setelah Menteri Keuangan menerbitkan Penetapan Sumber Pembiayaan (PSP) pada 12 September 2025 sebagai tindaklanjut kenaikan alokasi Pinjaman Luar Negeri (PLN), Kementerian Pertahanan bergegas melakukan penandatanganan sejumlah kontrak pengadaan.
Sebagian kontrak yang telah disepakati ialah impor sistem senjata bekas dari China, di mana hal demikian memunculkan kontroversi mengingat tidak ada hal mendesak yang menjadi latar belakang pilihan itu. Beberapa tahun lalu, Menteri Keuangan pernah memveto anggaran senilai US$ 734,5 juta yang akan membiayai impor sistem senjata bekas pakai negara lain setelah didahului oleh kontroversi di masyarakat.
Walaupun upaya mendatangkan persenjataan bekas berhasil digagalkan pada tahun 2023, kini upaya melaksanakan hal serupa nampaknya akan berjalan lancar tanpa halangan. Tidak tanggung-tanggung, Kementerian Pertahanan berencana mendatangkan sejumlah sistem senjata bekas dari China, yaitu 42 jet tempur generasi keempat J-10B senilai US$ 1,6 miliar, 22 kapal cepat rudal Type 22 dengan alokasi PLN US$ 500 juta, tujuh fregat Type 053H dan tiga kapal selam Type 039A.
Untuk dua jenis peralatan perang Angkatan Laut yang disebutkan terakhir, sampai saat ini belum diketahui berapa anggaran uang yang akan diberikan mengingat tidak tercantum dalam PSP yang diteken oleh Menteri Keuangan bulan lalu. Diduga kuat rencana impor fregat dan kapal selam bekas dari China akan dibiayai oleh Blue Book 2025-2029, meskipun terdapat upaya untuk menutupi apa saja rencana belanja pertahanan yang memakai skema PLN sampai akhir dasawarsa ini.
Berdasarkan daftar program belanja dalam PSP kesebelas untuk DRPLN-JM 2020-2024, masih terdapat lagi sejumlah kegiatan pembelian peralatan pertahanan bekas dari negara lain. Selain rencana mendatangkan kapal induk eks Italia bagi TNI Angkatan Laut, terdapat pula dua program impor helikopter bekas untuk TNI Angkatan Darat.
Dari 16 kegiatan yang disetujui oleh Menteri Keuangan dalam PSP tersebut, sedikitnya lima program akuisisi yang bersumber dari sistem senjata bekas yang semuanya mengadopsi desain Kreditur Swasta Asing (KSA) dan bukan Lembaga Penjamin Kredit Ekspor (LPKE). Merupakan fakta yang tidak dapat dibantah bahwa PSP kesebelas dalam Blue Book 2020-2024 merupakan satu-satunya PSP dengan nilai kegiatan sangat besar yang dibiayai oleh KSA dibandingkan dengan 10 PSP terdahulu.
Terdapat dugaan bahwa pembelian sistem senjata bekas akan cukup signifikan pada era Rencana Strategis (Renstra) 2025-2029. Setidaknya hal tersebut tercermin dengan rencana mengimpor tujuh fregat Type 053H dan kapal selam Type 039A yang tidak tercatat sebagai bagian PSP terakhir Renstra 2020-2024.
Sangat mungkin pengadaan persenjataan bekas akan cukup dominan dalam DRPLN-JM 2025-2029, meskipun akuisisi peralatan pertahanan baru akan tetap ada dalam dokumen yang diterbitkan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas itu. Sebagaimana diketahui, salah satu ciri khas Blue Book 2025-2029 ialah program yang dapat berubah kapan saja sesuai dengan keinginan pengambil keputusan.
Terkait dengan rencana Kementerian Pertahanan melakukan kegiatan impor sistem senjata bekas, menjadi pertanyaan apa latar belakang hal demikian? Apakah terdapat hal yang bersifat mendesak sehingga pendekatan kebijakan tersebut harus ditempuh? Ataukah rencana tersebut merupakan penegasan bahwa belanja pertahanan tidak direncanakan secara matang dengan nyaris tidak mendengarkan pendapat calon pemakai akhir?
Terdapat sejumlah catatan yang bersifat teknis menyangkut rencana Kementerian Pertahanan untuk melaksanakan modernisasi kekuatan pertahanan hingga ujung dekade ini dengan metode menggabungkan akuisisi peralatan pertahanan baru dan bekas.
Pertama, perencanaan pertahanan. Andaikata perencanaan pertahanan memadukan pendekatan top down dan bottom up, potensi impor sistem senjata bekas dapat dikurangi. Apalagi peralatan pertahanan bekas yang akan didatangkan oleh Indonesia mempunyai dua karakter, yaitu pertama, sudah berada di ujung siklus hidup dan kedua, secara teknologi tidak akan meningkatkan deterrent Indonesia di kawasan Indo Pasifik.
Kebijakan mengakuisisi peralatan perang bekas mencerminkan bahwa perencanaan pertahanan tidak dilakukan secara matang sesuai dengan kebutuhan Indonesia guna menghadapi evolusi karakteristik ancaman hingga 30 tahun ke depan, namun hanya mencerminkan kepentingan jangka pendek saja.
Kedua, potensi penggunaan PLN tidak efektif. Mengingat bahwa proses perencanaan pertahanan tidak matang sekaligus tidak berwawasan 30 tahun dari sekarang, maka terdapat potensi pemakaian PLN yang tidak efektif lewat kegiatan akuisisi sistem senjata bekas.
Siklus hidup peralatan pertahanan yang akan didatangkan dari China tidak lebih dari 20 tahun, bahkan mungkin ada yang hanya 10 tahun saja pada peralatan pertahanan tertentu. Padahal tenor PLN diperkirakan sekitar 20 tahun dengan tingkat suku bunga yang lebih mahal daripada skema LPKE.
Ketiga, bukan skema hibah. Mengacu pada PSP yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan, program impor persenjataan bekas asal China adalah program pengadaan menggunakan kerangka PLN dan bukan skema hibah. Apabila kegiatan mendatangkan sistem senjata bekas memakai desain hibah, maka Menteri Keuangan tidak akan menerbitkan PSP, sebab dalam skema hibah kementerian/lembaga penerima hibah wajib menyiapkan dana Rupiah Murni Pendamping.
Nama sejumlah program dalam PSP yang terkait dengan pengadaan tersebut tidak didahului dengan kata seperti "overhaul" atau "refurbishment", sehingga memperkuat keyakinan bahwa kegiatan tersebut tidak menggunakan kerangka hibah.
Keempat, siklus hidup yang pendek. Peralatan pertahanan bekas yang akan didatangkan dari Cina mempunyai sisa siklus hidup yang pendek, bahkan ada yang sudah masanya untuk pensiun seperti fregat Type 053H.
Seberapa intensif pun kegiatan perbaikan fregat 053H nantinya, hal tersebut tidak akan efektif untuk meningkatkan daya pukul meskipun mungkin ada upaya memperpanjang siklus hidup. Untuk J-10B, selain masih mengadopsi radar PESA, populasi sistem pendorong AL-31FN di dunia tidak banyak sebab engine tersebut hanya diproduksi oleh Rusia bagi varian itu saja.
Mempertimbangkan karakter pembelian sistem senjata saat ini sampai 2030, sulit untuk mengharapkan bahwa musim pengadaan persenjataan bekas akan segera berakhir. Alasan bahwa bila Kementerian Pertahanan melakukan pengadaan peralatan pertahanan yang baru akan memerlukan waktu sekitar empat tahun atau lebih, tidak dapat dijadikan pembenaran bagi impor persenjataan bekas.
Sebab urusan siklus hidup maupun teknologi yang dianut oleh peralatan pertahanan bekas tersebut tidak dapat dimanipulasi atau disamarkan. Sukar untuk mengharapkan bahwa kemampuan operasional TNI akan meningkat dengan mengandalkan pada sistem senjata bekas, termasuk interoperabilitas bagi sistem yang berasal dari negara-negara yang saling bersaing dalam percaturan politik, ekonomi dan keamanan global.
(miq/miq)

5 hours ago
1

















































