Amerika Cabut Semua Visa Warga Sudan Selatan, Ini Penyebabnya

1 day ago 6

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Marco Rubio mengumumkan bahwa AS akan segera mencabut visa yang dikeluarkan untuk semua pemegang paspor Sudan Selatan karena negara Afrika itu menolak menerima warga negaranya yang telah dideportasi dari AS.

Mengutip BBC International, Rubio dalam sebuah pernyataan pada hari Sabtu, menambahkan bahwa AS juga akan memblokir setiap warga negara Sudan Selatan, negara terbaru di dunia, yang datang di pelabuhan masuk AS.

Ia menyalahkan "kegagalan pemerintah transisi Sudan Selatan untuk menerima kembalinya warga negaranya yang dipulangkan tepat waktu".

Adapun salah satu landasan kebijakan imigrasi Presiden AS Donald Trump adalah mendeportasi migran ilegal dari AS, dengan janji "deportasi massal".

"Sudah saatnya Pemerintah Transisi Sudan Selatan berhenti mengambil keuntungan dari Amerika Serikat," kata Rubio, dikutip dari BBC International, Minggu (6/4/2025).

"Setiap negara harus menerima kembalinya warga negaranya tepat waktu ketika negara lain, termasuk Amerika Serikat, berusaha mendeportasi mereka," tambahnya.

Hal itu terjadi ketika kekhawatiran tumbuh bahwa Sudan Selatan mungkin kembali terjerumus dalam perang saudara.

Pada tanggal 8 Maret, AS memerintahkan semua staf nondaruratnya di Sudan Selatan untuk pergi karena pertempuran regional meletus, yang mengancam kesepakatan damai yang rentan, yang disepakati pada tahun 2018.

Warga Sudan Selatan di AS sebelumnya diberikan Status Perlindungan Sementara atau Temporarary Protected Status (TPS), yang memungkinkan mereka untuk tetap berada di AS selama jangka waktu tertentu. TPS untuk warga Sudan Selatan di AS seharusnya berakhir pada tanggal 3 Mei.

Sudan Selatan, negara termuda di dunia, memperoleh kemerdekaan pada tahun 2011 setelah memisahkan diri dari Sudan.

Namun hanya dua tahun kemudian, menyusul keretakan antara Presiden Salva Kiir dan Wakil Presiden Riek Machar, ketegangan meletus menjadi perang saudara, yang menewaskan lebih dari 400.000 orang.

Perjanjian pembagian kekuasaan tahun 2018 antara keduanya menghentikan pertempuran, tetapi elemen-elemen utama dari kesepakatan tersebut belum dilaksanakan - termasuk konstitusi baru, pemilihan umum, dan penyatuan kembali kelompok-kelompok bersenjata menjadi satu tentara.

Kekerasan sporadis antara kelompok etnis dan lokal terus berlanjut di beberapa wilayah negara tersebut.

Sementara itu, sejak kembali menjabat, pemerintahan Trump telah berselisih dengan pemerintah internasional terkait deportasi warga negara mereka dari AS.

Pada bulan Januari, Presiden Kolombia Gustavo Petro melarang dua penerbangan militer AS yang membawa migran yang dideportasi mendarat di negaranya di Amerika Selatan.

Petro mengalah setelah Trump berjanji untuk mengenakan tarif dan sanksi yang melumpuhkan terhadap Kolombia.


(hsy/hsy)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Pertahanan AS Tembakkan Rudal ke Houthi

Next Article 50 Pengusaha Raksasa Amerika Temui Prabowo, Sampaikan Hal Ini

Read Entire Article
8000hoki online hokikilat online
1000hoki online 5000hoki online
7000hoki online 9000hoki online
Ekonomi Kota | Kalimantan | | |