Gelson Kurniawan, CNBC Indonesia
14 December 2025 05:00
Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam dinamika pasar global, aksi korporasi berupa akuisisi sering kali menjadi indikator kekuatan modal dan ambisi penguasaan pasar. Istilah "ikan besar memakan ikan kecil" terealisasi secara harfiah ketika perusahaan raksasa menggelontorkan dana tunai atau saham untuk mengambil alih kendali penuh atas perusahaan lain.
Meski sorotan media dalam beberapa tahun terakhir tertuju pada sektor teknologi, data historis menunjukkan fakta berbeda. Transaksi di sektor telekomunikasi dan farmasi pada awal tahun 2000-an ternyata masih memegang rekor nilai tertinggi, terutama jika disesuaikan dengan tingkat inflasi hingga 2025.
Berdasarkan penelusuran data, berikut adalah daftar 10 akuisisi murni terbesar dalam sejarah dunia.
Storytelling Di Balik Transaksi Jumbo
1. Vodafone Menguasai Mannesmann
Hingga saat ini, belum ada yang mampu menggeser posisi Vodafone di puncak daftar. Pada tahun 2000, perusahaan telekomunikasi Inggris ini melakukan hostile takeover terhadap Mannesmann (Jerman). Manajemen Mannesmann sempat menolak, namun menyerah setelah pemegang saham menerima tawaran Vodafone yang sangat tinggi. Jika dikonversi ke rupiah saat ini, nilainya menembus kisaran Rp 5.727 triliun (kurs Rp 16.600).
2. Verizon Mengamankan Aset Sendiri
Verizon Wireless awalnya merupakan perusahaan patungan (joint venture) antara Verizon Communications (AS) dan Vodafone (Inggris). Pada 2014, Verizon memutuskan untuk membeli 45% saham milik Vodafone tersebut. Langkah ini krusial agar Verizon dapat menguasai 100% arus kas dari bisnis nirkabel paling menguntungkan di Amerika Serikat tanpa harus membagi dividen ke mitra asing.
3. Pfizer dan Perebutan Lipitor
Motivasi utama Pfizer mengakuisisi Warner-Lambert adalah produk Lipitor, obat penurun kolesterol terlaris di dunia. Warner-Lambert awalnya berencana merger dengan pihak lain, yang mengancam posisi Pfizer. Tidak ingin kehilangan hak atas obat tersebut, Pfizer mengajukan penawaran agresif dan berhasil mengambil alih perusahaan tersebut sepenuhnya.
4. Dominasi Global AB InBev
Anheuser-Busch InBev, produsen Budweiser, melakukan ekspansi masif dengan mengakuisisi pesaing terberatnya, SABMiller. Aksi ini menciptakan entitas raksasa yang menguasai hampir sepertiga pasokan bir dunia, sekaligus membuka akses dominan ke pasar berkembang di Afrika dan Amerika Latin.
5. Reuni AT&T dan BellSouth
Transaksi tahun 2006 ini merupakan upaya konsolidasi jaringan. AT&T mengakuisisi BellSouth untuk menyatukan kembali pecahan-pecahan perusahaan telekomunikasi lama (Baby Bells) di Amerika Serikat, memperkuat infrastruktur jaringan kabel dan nirkabel secara nasional.
Foto: Reuters Comcast
6. Comcast Menjadi Raja Kabel
Pada 2001, Comcast membeli divisi kabel milik AT&T (AT&T Broadband). Kesepakatan inilah yang melambungkan nama Comcast menjadi penyedia layanan televisi kabel dan internet terbesar di Amerika Serikat, posisi yang masih mereka pertahankan hingga hari ini.
7. Ambisi Konten AT&T
AT&T mencoba melakukan integrasi vertikal dengan membeli Time Warner (pemilik HBO, CNN, dan Warner Bros). Tujuannya adalah menggabungkan jalur distribusi telekomunikasi dengan kepemilikan konten premium. Meski aset ini kemudian dilepas kembali (spin-off), nilai transaksinya tetap tercatat sebagai salah satu yang terbesar.
8. Strategi Nama Actavis
Actavis mengakuisisi produsen Botox, Allergan, dalam kesepakatan tunai dan saham. Yang menarik, pasca akuisisi, Actavis justru mengganti nama induk perusahaannya menjadi Allergan plc. Hal ini dilakukan karena nama Allergan dianggap memiliki nilai merek dan reputasi yang lebih kuat di pasar global.
9. Bristol-Myers Squibb Perkuat Onkologi
Demi memperkuat lini obat kanker, BMS mengakuisisi Celgene. Fokus utama dari pembelian ini adalah mengamankan hak atas Revlimid, obat kanker darah yang merupakan salah satu produk farmasi dengan margin keuntungan tertinggi di dunia.
10. Disney Memborong Aset Fox
Disney tidak membeli Fox Corporation secara utuh, melainkan mengambil aset-aset hiburan strategis. Pembelian ini meliputi studio film 20th Century Fox, serta hak kekayaan intelektual atas X-Men, Avatar, dan National Geographic. Aset-aset inilah yang kini menjadi tulang punggung konten layanan Disney+.
Foto: Disney. (REUTERS/Nick Pfosi/File Photo/File Photo)
Netflix dan Isu Warner Bros
Di luar daftar transaksi historis tersebut, perhatian pelaku pasar global saat ini tertuju pada pergerakan Netflix di tengah gelombang konsolidasi media. Rumor yang terus berhembus kencang di Wall Street adalah potensi Netflix mengakuisisi Warner Bros.
Discovery (WBD), pemilik kekayaan intelektual legendaris seperti Harry Potter, DC Comics, dan HBO. Spekulasi ini muncul karena valuasi saham WBD yang sempat tertekan pasca-merger, menjadikannya target akuisisi yang menarik bagi perusahaan dengan likuiditas melimpah seperti Netflix.
Bagi para analis, akuisisi Warner Bros oleh Netflix dinilai sebagai langkah strategis yang masuk akal ("Endgame Scenario"). Netflix memiliki basis teknologi dan distribusi global yang tak tertandingi, namun masih bergantung pada lisensi pihak ketiga untuk beberapa konten ikonik.
Dengan memiliki katalog Warner Bros secara penuh, Netflix dapat mengakhiri ketergantungannya dan mengunci dominasi pasar streaming secara permanen, sekaligus menutup celah bagi kompetitor lain untuk berkembang.
Namun, manajemen Netflix sejauh ini mengambil sikap konservatif. Co-CEO Ted Sarandos berulang kali menegaskan strategi perusahaan adalah "membangun, bukan membeli" (build, not buy), mengindikasikan keengganan untuk mengambil alih aset media tradisional yang sarat dengan infrastruktur kabel TV yang menyusut.
Meski demikian, tekanan pasar yang dinamis membuat investor tetap memantau kemungkinan perubahan strategi ini, mengingat konsolidasi industri media adalah sebuah keniscayaan untuk bertahan hidup.
-
CNBC INDONESIA RESEARCH
(gls/gls)

8 hours ago
8

















































