Tanda Kiamat Muncul di Mana-mana, BMKG Ungkap Fakta Mengerikan

2 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Tanda 'kiamat' sudah muncul di mana-mana akibat perubahan iklim yang ditandai pemanasan global. Fenomena mencairnya lapisan es sudah kerap digaungkan para ilmuwan di seluruh dunia.

Bukan cuma itu, penelitian Columbia University bersama dengan kolaborator di China dan AS beberapa saat lalu menunjukkan dampak serius perubahan iklim terhadap ketahanan pangan global, yang mengancam kehidupan manusia.

Pada 2023 lalu, dunia mencatat periode paling panas yang pernah ada. Suhunya 1,52 derajat Celcius lebih panas dari periode 1850-1900. Bahkan, musim panas di 2023 lebih hangat 2,07 derajat Celcius dibandingkan periode 1850-1900.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) turut menyorot soal fenomena perubahan iklim yang menjadi perhatian dunia. Debuti Bidang Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan menegaskan bahwa perubahan iklim merupakan ancaman nyata yang secara historis terbukti membentuk hingga meruntuhkan peradaban manusia.

Lebih lanjut, Ardhasena menekankan bahwa kemampuan sistem peringatan dini iklim saat ini sangat krusial untuk mencegah terulangnya gejolak sosial akibat bencana hidrometeorologi seperti banjir dan longsor.

"Iklim memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan dan keberlangsungan peradaban. Peradaban manusia, khususnya Homo sapiens, berkembang di wilayah dengan suhu ideal 20-21 derajat Celcius dan akses air cukup," kata Ardhasena dalam Kuliah Praktisi bertajuk 'Perubahan Iklim Sebagai Ancaman Nyata: Catatan Sejarah Peradaban dan Pandangan Masa Depan' di Universitas Jember, Jawa Timur, dikutip Rabu (5/11/2025).

Di hadapan 100 peserta, Ardhasena menjelaskan bagaimana dinamika iklim ekstrem di masa lalu menjadi faktor pendorong runtuhnya peradaban besar seperti Maya dan Tiahuanaco. Ia juga mencontohkan erupsi Gunung Tambora yang memicu fenomena "Years Without Summer" dan mengguncang sistem sosial dan ekonomi manusia.

Di sisi lain, ia turut menyinggung sejumlah kejadian besar abad ke-20 yang berkorelasi dengan fenomena El Nino, seperti kelaparan di China (1957-1958), India (1972-1973), dan Ethiopia (1982-1983). Ia menjelaskan bahwa pada masa lalu belum ada kemampuan deteksi dini terhadap anomali iklim yang bisa memicu gejolak sosial.

"Namun pada El Niño 2015-2016 gejolak tersebut tidak lagi terjadi, salah satunya karena BMKG telah memiliki sistem informasi dan peringatan dini yang semakin matang," ia menjelaskan.

Dalam konteks sejarah sosial, Ardhasena mengutip pemikiran Abu Zaid Abdurrahman (1377 M) yang dikenal sebagai Bapak Sosiologi dan telah mengaitkan antara kekeringan, kelaparan, konflik sosial, migrasi, dan wabah penyakit.

Di sektor pertanian, Ardhasena mengakui adanya potensi penurunan produktivitas akibat kenaikan suhu dan kelembaban. Namun, ia memastikan upaya adaptasi terus dilakukan.

"BMKG terus bekerja sama dengan berbagai mitra pertanian untuk mendukung strategi adaptasi, seperti pengembangan varietas tanaman yang lebih tahan panas dan kekeringan," ia menjelaskan.


(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Wilayah RI Dikurung Tanda Kiamat Bumi, Petaka Menerjang Bertubi-tubi

Read Entire Article
8000hoki online hokikilat online
1000hoki online 5000hoki online
7000hoki online 9000hoki online
800hoki download slot games 2000hoki download slot games
4000hoki download slot games 6000hoki download slot games
Ekonomi Kota | Kalimantan | | |