FOTO : Bangunan SD Negeri 06 Sawah, Kecamatan Sajingan Besar, Kabupate Sambas yang mengalami kerusakan [ ist ]
Urai Rudi – radarkalbar.com
SAMBAS – Di ujung utara Kalimantan Barat, hanya sepelemparan batu dari Negeri Jiran Malaysia, berdiri sebuah bangunan yang seharusnya menjadi tempat menanam harapan.
SDN 06 Sawah di Desa Sanatab, Kecamatan Sajingan Besar, wilayah yang menjadi garda terdepan Indonesia, kini justru mencerminkan potret paling getir dari janji konstitusi yang tak ditepati.
Tiga tahun sudah dinding sekolah itu menganga oleh lubang-lubang besar. Lantainya lapuk, papan-papan rapuh mengeluarkan bunyi peringatan setiap kali diinjak.
Atapnya renta, dan ruang kelas menjadi saksi bagaimana tenaga pendidik dan murid terpaksa bertahan di gedung yang nyaris rubuh.
Di tengah tiupan angin perbatasan, sekolah itu tak lagi berdiri sebagai simbol negara, tetapi sebagai bukti nyata dari pembiaran.
Kondisi ini sontak membakar amarah kalangan muda terdidik. Luffi Ariadi, Ketua Umum Dewan Eksekutif Mahasiswa Hukum Sambas, menyebut SDN 06 Sawah sebagai cermin paling telanjang dari kelalaian Dinas Pendidikan Kabupaten Sambas.
Ia tak hanya menyoroti bangunannya yang rusak berat, tapi juga menyebutnya sebagai pelanggaran serius terhadap amanat konstitusi.
“UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 menegaskan negara wajib menjamin pendidikan layak untuk seluruh warga. Apa yang terjadi di Sanatab adalah bukti bahwa kewajiban itu diabaikan,” tegas Luffi.
Menurutnya, lemahnya respon dan pengawasan Dinas Pendidikan bukan lagi sekadar kekurangan teknis, tetapi menunjukkan gagalnya pelayanan publik serta tata kelola anggaran.
Dia merujuk pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang secara jelas memerintahkan pemerintah daerah memastikan pelayanan dasar termasuk pendidikan berjalan merata dan efektif.
Lantas, yang membuat para mahasiswa kian geram adalah fakta Kabupaten Sambas memiliki anggaran pendidikan besar melalui APBD.
Namun, dana itu minim menyentuh sekolah-sekolah di wilayah perbatasan.
“Kalau anggaran sudah digelontorkan tapi hasilnya tidak ada, maka kepala dinas harus bertanggung jawab. Ini bukan lagi urusan administratif, tapi urusan moral dan hukum,” cetusnya.
Melalui pernyataan resmi, mahasiswa Hukum Sambas kini tak hanya bersuara, mereka menuntut tindakan tegas. Ada tiga desakan utama yang mereka ajukan.
Pertama, perbaikan total SDN 06 Sawah harus segera dilakukan, bukan ditunda atau dijanjikan.
Kedua, audit terbuka atas penggunaan anggaran pendidikan oleh lembaga independen harus dilakukan agar publik tahu ke mana dana itu mengalir.
Ketiga, DPRD Sambas diminta memanggil Dinas Pendidikan dan meminta pertanggungjawaban secara terbuka.
Dan jika tuntutan ini kembali diabaikan, mereka telah menyiapkan langkah lanjutan.
“Dalam waktu dekat, jika tak ada tindakan nyata, kami siap menempuh jalur hukum dan aksi konstitusional di lapangan. Negara tidak boleh membiarkan anak-anak di perbatasan belajar di bawah atap yang nyaris roboh,” tutupnya.
Di perbatasan, yang berada di Kabupaten Sambas, bendera negara mungkin berkibar, tetapi masa depan anak-anak belum mendapat rumah yang layak untuk bermimpi.
SDN 06 Sawah adalah panggilan darurat bukan untuk pemerintah setempat.
editor : SerY TayaN
publisher : admin radarkalbar.com