Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah ditutup melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (5/11/2025), setelah rilis data pertumbuhan ekonomi kuartal III-2025.
Mengutip data Refinitiv, rupiah terkoreksi tipis 0,03% ke level Rp16.700/US$. Secara intraday, rupiah sudah melemah sejak pembukaan perdagangan dengan dibuka turun 0,09% ke posisi Rp16.710/US$.
Sepanjang sesi, tekanan terhadap mata uang Garuda sempat meningkat hingga menyentuh level Rp16.740/US$, sebelum akhirnya pelemahan berkurang menjelang penutupan.
Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) pada pukul 15.00 WIB tercatat melemah tipis 0,06% ke level 100,149. Meski demikian, penurunan ini hanya mencerminkan koreksi terbatas setelah reli penguatan DXY yang berlangsung lima hari beruntun sejak 29 Oktober 2025.
Pergerakan rupiah hari ini seiring dengan rilis data pertumbuhan ekonomi nasional. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada kuartal III-2025 tumbuh 5,04% (year-on-year/yoy), melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yang tercatat 5,12% (yoy).
Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia Research dari 13 institusi memperkirakan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,01% (yoy). Artinya, realisasi ini sedikit melampaui ekspektasi pasar, menandakan perekonomian domestik tetap solid di tengah tekanan eksternal.
Selain faktor domestik, rupiah juga tertekan oleh reli dolar AS. Penguatan indeks dolar AS (DXY) terjadi seiring meningkatnya ketidakpastian arah kebijakan moneter The Federal Reserve (The Fed).
Pelaku pasar kini mulai meragukan kemungkinan bank sentral AS kembali memangkas suku bunga pada akhir tahun ini.
Pekan lalu, The Fed memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps), sesuai dengan ekspektasi. Namun, pernyataan Ketua The Fed Jerome Powell yang menyebut pemangkasan tambahan pada Desember belum dapat dipastikan, memicu spekulasi baru di pasar.
Sejak itu, sejumlah pejabat The Fed justru mengeluarkan pandangan yang beragam terkait kondisi ekonomi dan risiko yang dihadapi, apalagi di tengah terbatasnya rilis data akibat shutdown pemerintahan AS yang masih berlangsung.
Kendati demikian, sebagian analis menilai reli dolar bersifat sementara. Kepala riset valas global Deutsche Bank, George Saravelos, menyebut bahwa perbaikan ekonomi di Eropa telah mempersempit kesenjangan prospek pertumbuhan antara AS dan kawasan lainnya.
"Lingkungan pertumbuhan global yang relatif stabil tidak mendukung reli dolar berkelanjutan," tulis Saravelos dalam catatannya.
(evw/evw)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article
Rupiah Balik Menguat, Dolar AS Turun ke Rp16.570

2 hours ago
3
















































