Jakarta, CNBC Indonesia - Ethiopia telah memulai negosiasi dengan China untuk mengonversi sebagian dari utangnya menjadi denominasi Yuan China. Langkah ini bertujuan untuk meredakan tekanan kekurangan devisa negara itu sekaligus menjadi bagian dari dorongan blok BRICS untuk mengurangi ketergantungan pada Dolar AS.
Mengutip Russia Today, Addis Ababa berharap keputusan ini dapat membantu membangun kembali ekonomi mereka setelah bertahun-tahun guncangan. Negara tersebut telah memulai negosiasi untuk mengubah sebagian dari total utang sebesar US$ 5,38 miliar (sekitar Rp 88,77 triliun) kepada Beijing menjadi denominasi Yuan.
Gubernur Bank Nasional Ethiopia, Eyob Tekalign, mengungkapkan bahwa Bank Nasional Ethiopia mengadakan pembicaraan di Beijing bulan lalu dengan Export-Import Bank of China dan People's Bank of China. Fokus pembicaraan meliputi pembayaran, fasilitasi perdagangan, dan restrukturisasi utang.
"China adalah mitra yang sangat penting bagi kami sekarang... Sangat masuk akal untuk mengatur beberapa pertukaran mata uang... kami telah memintanya secara resmi dan kemudian mengerjakannya," kata Tekalign pada Jumat (17/10/2025) setelah pertemuan tahunan Dana Moneter Internasional (IMF) di Washington.
Langkah Ethiopia mengikuti pengaturan serupa yang dilakukan oleh Kenya, di mana Nairobi menyelesaikan konversi tiga pinjaman kereta api yang dibiayai China dari Dolar AS menjadi Yuan bulan ini. Kementerian Keuangan Kenya mengatakan langkah ini akan memangkas biaya bunga sekitar US$ 215 juta (Rp 3,55 triliun) per tahun.
Selain itu, Nigeria pada Desember lalu telah memperbarui kesepakatan currency swap senilai 15 miliar Yuan (sekitar US$ 2 miliar atau Rp 33 triliun) dengan People's Bank of China untuk mendukung penyelesaian perdagangan Naira-Yuan.
Ethiopia sendiri bergabung dengan BRICS pada Januari 2024, bersama dengan Mesir, Iran, Uni Emirat Arab, dan Indonesia. Kelompok ekonomi ini telah mempromosikan penyelesaian perdagangan mata uang lokal sebagai langkah untuk mengurangi ketergantungan pada Dolar. Dorongan ini telah dikritik oleh Presiden AS Donald Trump, yang telah mengancam akan memberlakukan tarif dan sanksi balasan.
Addis Ababa berada di bawah tekanan ekonomi yang parah akibat pandemi virus Corona dan perang saudara dua tahun di wilayah Tigray utara, yang berakhir pada tahun 2022. Negara itu gagal membayar obligasi internasional tunggal senilai US$ 1 miliar (Rp 16,5 triliun) pada Desember.
Di sisi lain, Ethiopia telah memformalkan kesepakatan keringanan utang dengan kreditur resmi di bawah Kerangka Kerja Bersama G20, yang dipimpin bersama oleh Prancis dan China, yang menyediakan bantuan arus kas lebih dari US$ 3,5 miliar (Rp 57,75 triliun).
(tps/tps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Trump Naikkan Tarif 10% ke Negara BRICS, Menperin Bilang Gini