Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengungkapkan strategi konkret Kementerian Perdagangan (Kemendag) dalam mengangkat pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) naik kelas. Tak hanya untuk pasar domestik, UMKM juga mulai diarahkan untuk menembus pasar ekspor, bahkan hasilnya sudah tembus Rp1 triliun per Mei 2025 kemarin.
Budi mengatakan pihaknya, dalam hal ini Kemendag telah menyiapkan roadmap jangka menengah melalui program-program kurasi produk lokal, baik untuk memasok ritel dalam negeri maupun pasar luar negeri.
"Ada dua hal ya kalau kita ngomongin kurasi produk. Yang pertama adalah untuk pasar dalam negeri, yang kedua pasar ekspor," kata Budi dalam Economic Update CNBC Indonesia, dikutip Rabu (25/6/2025).
Untuk pasar dalam negeri, Kemendag telah memfasilitasi kurasi produk lokal agar bisa masuk ke jaringan ritel besar seperti department store. Salah satunya sejalan dengan kebijakan wajib menyediakan 30% ruang bagi produk UMKM, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 18 Tahun 2022 tentang Pedoman Pengembangan, Penataan, dan Pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan.
"Memang gini, syaratnya adalah daya saing. UMKM itu produknya harus memiliki daya saing. Sehingga mereka ketika produknya dipajang atau ditampilkan, itu jadi terjual," ujarnya.
Agar produk UMKM bisa bersaing, Kemendag juga menyediakan pelatihan yang mencakup desain, pengemasan, hingga pengembangan kualitas produk.
Tak hanya itu, pemerintah juga punya program khusus bernama UMKM BISA, akronim dari Berani Inovasi, Siap Adaptasi, yang menjadi pintu masuk UMKM ke dunia ekspor.
"Berani inovasi itu bagaimana kita melihat sebuah UMKM itu dari sisi bisnisnya. Kalau mau ekspor, ya harus punya daya saing. Barangnya harus bagus, manajemennya juga bagus, ya artinya siap ekspor," jelas Budi.
Sementara itu, aspek siap adaptasi difokuskan pada pemahaman pasar global berbasis data. Melalui jejaring atase perdagangan dan Indonesia Trade Promotion Center (ITPC) di 30 negara dengan total 44 perwakilan, Kemendag menggelar sesi business matching secara rutin.
"Nah, setiap hari itu kita ada namanya program business matching. Jadi kita lakukan pitching dulu, UMKM ini presentasi ke perwakilan kita, kemudian perwakilan kita mencarikan buyer, setelah dapat buyer, ada business matching antara UMKM dengan buyer. Nanti semua didampingi oleh perwakilan kita, oleh kami. Dan semua hanya online," terang dia.
Hasilnya tidak main-main. Sejak awal program hingga Mei 2025, sebanyak 450 UMKM telah difasilitasi dan menghasilkan transaksi ekspor senilai US$68,65 juta atau sekitar Rp1 triliun.
"Itu UMKM semua dan kebanyakan dari mereka belum pernah ekspor," ungkapnya.
Ketika ditanya sektor UMKM mana saja yang paling menonjol, Budi menyebutkan bahwa bidang makanan dan minuman, kerajinan, serta produk kehutanan adalah yang paling banyak menembus pasar ekspor.
"Apa saja. Jadi kebanyakan memang yang sekarang menembus pasar ekspornya, makanan, minuman, kemudian kerajinan, produk kehutanan dan sebagainya. Tetapi kita menawarkan semua produk yang mungkin bisa masuk ekspor," katanya.
Kendati demikian, sebelum masuk ke proses business matching, UMKM tetap harus melalui proses pembinaan terlebih dahulu. Pembinaan ini bisa dilakukan oleh perbankan, dinas pemerintah daerah, komunitas, maupun agregator.
"Kenapa? Karena kita ingin juga dibantu mengkurasinya, menyeleksinya. Jadi kita lebih cepat, pokoknya kita langsung ngomongin pasar. Jadi barangnya sudah ada, sudah siap. Nah perwakilan kita yang di luar negeri tinggal mencarikan buyer," pungkas Budi.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Mantap! Arus Peti Kemas Ekspor Tumbuh 10,58% di 2024