Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Estonia Alar Karis memperingatkan bahwa agresi Rusia terhadap Ukraina dan Eropa harus dipahami sebagai "jenis perang yang berbeda", bukan sekadar konflik konvensional.
Karis menegaskan bahwa ancaman yang dihadapi Eropa kini telah bergeser ke bentuk perang hibrida-menggabungkan serangan militer, sabotase teknologi, dan teror psikologis lintas batas.
"Saya pikir Rusia menimbulkan kecemasan di mana-mana," kata Karis, dilansir Newsweek, Senin (27/10/2025).
"Drone mereka sudah mencapai Denmark dan tempat-tempat lain, jadi kita semua harus bersiap menghadapi perang jenis baru ini."
Estonia, negara kecil di Baltik yang berbatasan langsung dengan Rusia, hanya berjarak sekitar 650 kilometer dari Moskow dan kurang dari 160 kilometer dari St. Petersburg. Dalam dua bulan terakhir, Moskow diduga telah melakukan serangkaian pelanggaran udara di wilayah Lithuania dan Estonia, tindakan yang disebut para pejabat Barat sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap kedaulatan dan hukum internasional.
"Putin selalu menguji batas," ujar Karis.v"Kita sudah melihat drone Rusia di Polandia, Rumania, dan Denmark, serta insiden jet tempur di Estonia. Ini adalah perang hibrida. Ada juga gangguan GPS dan tindakan sabotase lainnya. Inilah yang dilakukan Rusia."
Karis menilai strategi Rusia kini lebih banyak berfokus pada pelemahan psikologis dan destabilisasi kawasan tanpa melancarkan invasi langsung. Meski demikian, ia tidak percaya Rusia akan secara terbuka menyerang negara anggota NATO.
"Saya tidak percaya Rusia akan menyerang negara NATO atau negara lain di Eropa, tetapi kita tetap harus siap untuk mencegah hal itu. Rusia tidak akan berani menguji Pasal 5," katanya, merujuk pada ketentuan pertahanan kolektif NATO.
Menurut Karis, masyarakat Eropa seringkali lupa bahwa perang di Ukraina bukanlah konflik lokal semata. "Ini bukan hanya perang melawan Ukraina. Ini perang melawan Eropa, melawan seluruh dunia Barat," ujarnya.
Ia menambahkan meskipun situasi perang telah berlangsung hampir empat tahun, banyak wilayah di Eropa bahkan di Ukraina sendiri yang masih berfungsi "seolah-olah perang tidak terjadi."
Karis juga menanggapi upaya Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang sejak kemenangannya dalam pemilihan 2024 berusaha menengahi perdamaian antara Moskow dan Kyiv. Trump diketahui telah menghubungi Presiden Vladimir Putin dan Presiden Volodymyr Zelensky dalam upaya memfasilitasi dialog damai.
Namun, setelah pertemuan langsung antara Trump dan Putin di Alaska pada Agustus lalu gagal menghasilkan kesepakatan konkret, pertemuan lanjutan yang dijadwalkan bulan ini juga dibatalkan.
"Putin tidak menginginkan perdamaian, itu sudah kita ketahui sejak lama," tegas Karis. "Sulit menebak langkah berikutnya, tetapi satu hal pasti: Ukraina ingin damai, kami ingin damai, semua orang menginginkan damai, tapi Putin tidak."
Trump sendiri mengatakan kepada wartawan di pesawat kepresidenan Air Force One bahwa ia hanya akan bertemu kembali dengan Putin jika yakin dapat membawa pulang kesepakatan yang nyata. Ia menuai kritik karena memberikan penyambutan mewah bagi Putin pada pertemuan sebelumnya, meski hasilnya nihil.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]

4 hours ago
1

















































