Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah negara seperti Malaysia dan Australia mengikuti jejak Indonesia yang membatasi penggunaan media sosial untuk orang-orang usia tertentu. Hal ini sebagai bentuk antisipasi atas risiko penggunaan media sosial bagi kalangan muda.
Malaysia misalnya, negara ini berencana membuat aturan larangan anak di bawah 16 tahun menggunakan media sosial. Menteri Komunikasi setempat Fahmi Fadzil menjelaskan pemerintah tengah meninjau mekanisme terkait hal tersebut yang digunakan di beberapa negara termasuk Australia.
Alasan pemberlakuan aturan karena perlunya melindungi anak-anak muda dari bahaya internet seperti perundungan, penipuan keuangan, dan pelecehan seksual anak.
Jika rencana ini jadi kenyataan, maka Malaysia akan memiliki aturan serupa Australia mulai tahun depan.
"Kami berharap tahun depan platform media sosial akan mematuhi keputusan pemerintah untuk melarang mereka yang berusia di bawah 16 tahun membuka akun pengguna," ujarnya, dilansir dari Reuters, dikutip Sabtu (13/12/2025).
Asal tahu saja, Malaysia telah mengawasi dengan ketat perusahaan media sosial selama beberapa tahun terakhir. Aksi ini dilakukan sebagai tanggapan atas peningkatan konten berbahaya dalam platform seperti judi online serta unggahan terkait ras, agama dan kerajaan.
Australia Resmi Terapkan Larangan Medsos Anak 16 Tahun
Sementara itu, Australia resmi menerapkan larangan media sosial untuk anak berusia di bawah 16 tahun. Tetangga di selatan Indonesia tersebut menjadi negara pertama yang melarang total akses anak ke media sosial seperti TikTok, Instagram, hingga YouTube.
Aturan larangan anak mengakses media sosial di Australia berlaku mulai pukul 13.00 GMT pada Selasa (9/12/2025) lalu. Platform teknologi raksasa seperti TikTok, YouTube, Instagram, Facebook, X, dan Snapchat diperintah untuk memblokir akun milik anak. Jika gagal, maka perusahaan-perusahaan media sosial tersebut diancam sanksi hingga US$ 33 juta.
Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese mengatakan, pemberlakuan aturan tersebut adalah hari yang membanggakan buat keluarga Australia. Selain itu, pemberlakuan efektif hukum larangan media sosial menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah bisa digunakan untuk mencegah ancaman negatif aktivitas online yang selama ini sulit dibendung dengan mekanisme tradisional.
"Ini akan menciptakan perbedaan yang besar. Perubahan sosial dan budaya terbesar yang bangsa kita hadapi. Reformasi ini akan bergaung dan dilanjutkan di seluruh dunia," jelas Albanese.
Melalui pesan video, Albanese mendorong agar anak-anak memulai aktivitas baru sebagai pengganti aktivitas di media sosial.
"Mulai mencoba olahraga baru, instrumen musik baru, atau membaca buku yang sudah lama dibeli tetapi hanya disimpan di rak," kata Albanese.
Beberapa jam sebelum larangan berlaku, sekitar 1 juta anak di Australia mengunggah ucapan selamat tinggal lewat akun media sosial mereka.
"Tidak ada media sosial lagi, tak ada kontak dengan belahan dunia lain," ujar salah satu remaja Australia lewat akun TikTok mereka.
Gebrakan Australia menjadi perhatian pemerintah-pemerintah negara lain yang "gerah" dengan aktivitas perusahaan teknologi yang seakan tak peduli terhadap dampak produk mereka ke perkembangan anak.
Sejumlah riset memperlihatkan bahwa kesehatan mental anak terdampak oleh media sosial lewat bahaya informasi sesat, perundungan, hingga permasalahan body image.
Aturan Medsos di Bawah Umur di Indonesia
Aturan Indonesia terkait "penundaan" akses atas media sosial tertuang dalam Peraturan Pemerintah tentang Tata Kelola Layanan Digital Anak (PP Tunas) pada Maret 2025.
Tidak seperti larangan total di Australia, Indonesia memilih untuk membatasi penggunaan media sosial untuk anak Indonesia berdasarkan kategori tertentu. Pemerintah melakukan pembatasan berdasarkan usia 13 hingga 18 tahun. Selain itu, anak juga dibolehkan memiliki akun media sosial asal diizinkan oleh orang tua.
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menjelaskan bahwa penetapan rentang usia dilakukan dengan mempertimbangkan risiko yang berbeda tiap kelompok usia. Pemerintah telah melakukan pemilihan dan menyusun profil risiko sekaligus menentukan kategori yang dianggap risiko di bawah usia 13 tahun.
Berikut ini adalah kategori website dan aplikasi berdasarkan PP Tunas:
- Di bawah 13 tahun, hanya boleh mengakses platform yang sepenuhnya aman, seperti situs edukasi atau platform anak.
- 13-15 tahun, diperbolehkan mengakses platform dengan risiko rendah hingga sedang.
- 16-17 tahun, bisa mengakses platform dengan risiko tinggi, tetapi harus dengan pendampingan orang tua.
- 18 tahun ke atas, diperbolehkan mengakses secara independen semua kategori platform.
Meski begitu, PP Tunas tidak menyebutkan secara eksplisit aplikasi yang termasuk kategori risiko rendah, sedang, atau tinggi. Platform seperti X, Instagram, atau YouTube harus melakukan evaluasi sendiri dan melaporkan kategori mereka kepada Kementerian Komdigi.
Berikut ini adalah aspek penilaian untuk menentukan kategori media sosial untuk anak:
- berkontak dengan orang lain yang tidak dikenal;
- terpapar pada konten pornografi, konten kekerasan, konten yang berbahaya bagi keselamatan nyawa, dan konten lain yang tidak sesuai peruntukan Anak;
- eksploitasi Anak sebagai konsumen;
- mengancam keamanan Data Pribadi Anak;
- adiksi;
- gangguan kesehatan psikologis Anak; dan
- gangguan fisiologis Anak.
Apabila Produk, Layanan, dan Fitur memiliki nilai tingkat risiko tinggi pada salah satu atau lebih aspek di atas, maka aplikasi tersebut termasuk kategori risiko tinggi. Alhasik, aplikasi tersebut hanya bisa diakses oleh anak usia 16-17 tahun dengan pendampingan orang tua atau dengan bebas untuk usia 18 tahun ke atas.
(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]

2 hours ago
1
















































