FOTO : H . Badrun (kemeja putih ) saat menyambangi Dusun Mamal bertemu dengan Kepala Wilayah, Marselinus Sudin serta warga setempat [ ist ]
SerY TayaN – radarkalbar.com
SANGGAU – Saat matahari tenggelam di balik rimbun pepohonan Desa Sami, Dusun Mamal pun perlahan larut dalam gelap.
Bukan karena malam yang datang terlalu cepat, melainkan karena listrik tak pernah benar-benar hadir di dusun kecil ini.
Sudah lebih dari belasan tahun, 65 kepala keluarga (KK) dengan total 256 jiwa hidup tanpa cahaya listrik dan akses jalan rusak parah.
Dusun Mamal, yang berada di Kecamatan Bonti, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, seolah luput dari peta pembangunan.
Jalan darat menuju kota kecamatan tak pernah ramah dilalui. Warga harus memutar jauh melalui wilayah Terinting dengan kondisi jalan rusak, berlumpur saat hujan dan berdebu kala kemarau.
Keterbatasan akses itu membuat kehidupan sehari-hari berjalan dengan biaya yang tak masuk akal.
“Kami membeli gas LPG 3 kilogram seharga Rp 40 ribu sampai Rp45 ribu,” tutur Marselinus Sudin, Kepala Dusun Mamal, dengan nada lirih.
Padahal, kata dia, warganya hidup di wilayah yang subur dan menyimpan kekayaan alam.
“Ironisnya, kami tinggal di tanah yang kaya, tapi hidup serba kekurangan,” ujarnya.
Kenyataan itulah yang didengar langsung oleh Raden Hoesnan, aktivis yang dikenal konsisten menyuarakan persoalan rakyat kecil, saat mengunjungi Dusun Mamal.
Ia tak menutupi keprihatinannya melihat kondisi warga yang hidup di tengah potensi emas dan sumber daya alam, namun belum menikmati hasilnya.
“Ini sangat tidak adil. Mereka tinggal di atas kekayaan alam, tapi tidak merasakan manfaat apa pun,” tegas Hoesnan.
Hoesnan menilai kondisi Dusun Mamal bertentangan dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Senada dilontarkan, H. Badrun yang turut mendampingi kunjungan tersebut menyebut situasi di Dusun Mamal sebagai potret memprihatinkan.
“Mereka hidup dalam gelap dan terkesan keterisoliran, sementara sumber daya alam di sekitarnya melimpah. Ini menunjukkan kegagalan negara dalam memenuhi hak dasar warga,” cetusnya.
Sejatinya, bagi warga Dusun Mamal, listrik bukan sekadar cahaya, melainkan harapan akan kehidupan yang lebih layak, anak-anak yang bisa belajar di malam hari, aktivitas ekonomi yang bisa tumbuh, dan rasa diakui sebagai bagian dari bangsa ini.
Kini, setelah lebih dari satu dekade menunggu, mereka hanya bisa bertanya dalam diam, akankah negara akhirnya hadir dan mendengar seruan dari dusun yang lama terkesan terpinggirkan ini?. [ red ]
editor/publisher : admin radarkalbar.com

2 days ago
4

















































