BPS Catat Bisnis Hotel Moncer, Pengusaha Bilang Begini Kenyataannya

3 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menempatkan sektor akomodasi dan makanan-minuman sebagai salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal III-2025. Namun, di lapangan, pelaku usaha menilai data tersebut tak menggambarkan kondisi lapangan, seperti tingkat hunian kamar (okupansi) hotel yang justru turun.

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Maulana Yusran mengatakan, data BPS yang menunjukkan pertumbuhan jasa akomodasi sebesar 7,49% (year-on-year) tidak sejalan dengan fakta di industri perhotelan.

"Nah ini saya nggak tahu ya gimana BPS menghitung untuk pertumbuhannya ya. Karena kalau secara okupansi sebenarnya justru di kuartal III-2025 itu masih minus. Kita secara year on year (yoy) justru kalau kita hitung, itu masih minus 5 persenan, untuk di sektor akomodasi," kata Maulana kepada CNBC Indonesia, Kamis (6/11/2025).

Berdasarkan perhitungan PHRI yang juga mengacu pada data resmi BPS, tingkat okupansi hotel dari Januari hingga Agustus 2025 hanya mencapai 47,21%, menurun dibandingkan periode yang sama tahun 2024 sebesar 52,55%. Artinya, terdapat penurunan sekitar 5,2% secara tahunan.

"Kalau kita lihat posisi okupansi itu hampir sama, atau malah lebih rendah dibandingkan 2022 yang mana rata-rata okupansinya 47,61 persen," jelasnya.

"Nah makanya saya tanya tadi kan BPS mencatat pertumbuhan jasa akomodasi itu sekitar 7,4 persen secara year on year. Nah itu kita nggak tahu, maksudnya itu seperti apa gitu cara menghitungnya," sambungnya.

Padahal kata Maulana, penurunan okupansi itu menunjukkan lemahnya perputaran ekonomi di sektor hotel. "Kalau kita berkaca ke pertumbuhan jasa akomodasi yang sekitar 7 persenan, kita juga bingung nih, kita kok nggak tumbuh ya? Duit beredarnya nggak ada kan. Itu di lapangannya kan" ujarnya.

Dalam rilis resmi pada 5 November 2025, BPS melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2025 mencapai 5,04% secara tahunan (year on year/yoy), dan 1,43% (qtq). Adapun jika dilihat sumber pertumbuhan kuartal III-2025, industri pengolahan jadi sumber terbesar yaitu 1,13%. Kemudian, perdagangan dengan kontribusi 0,72%, informasi dan komunikasi 0,63%, dan pertanian 0,61%.

Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS, Moh. Edy Mahmud menyampaikan, pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2025 ini masih ditopang oleh konsumsi masyarakat. Konsumsi masyarakat tumbuh 4,89% (yoy) dengan kontribusi 82,23%.

"Dari sisi domestik, kinerja ekonomi ditopang oleh konsumsi masyarakat yang masih terjaga. Indikasi pertama konsumsi per kapita jasa makanan dan minuman, serta akomodasi masing-masing tumbuh 5,76% dan 7,49% yoy," kata Edy dalam paparannya.

Selain itu, BPS juga mencatat konsumsi restoran dan hotel naik 6,32% secara tahunan, yang disebut adanya peningkatan perjalanan wisatawan nusantara. Jumlah perjalanan wisatawan domestik bahkan tumbuh 21,84% (yoy) sepanjang kuartal III tahun ini.

Namun bagi PHRI, kenaikan mobilitas tersebut tak tampak nyata pada tingkat hunian hotel di lapangan."Fakta di lapangan okupansi itu cukup rendah ya. Pasarnya kan juga banyak yang hilang saat ini," kata Maulana.


Industri Hotel Masih Bergantung pada Kegiatan Pemerintah


Maulana menjelaskan, penyebab lain melemahnya kinerja hotel adalah karena ketergantungan industri ini terhadap aktivitas pemerintah."Yang pasti itu kan, satu, memang ketergantungan industri hotel itu terkait dengan aktivitas pemerintah kan memang cukup besar ya," ujarnya.

Menurutnya, rata-rata 60% pendapatan hotel berasal dari kegiatan pemerintah, bahkan di beberapa daerah tanpa destinasi wisata bisa mencapai 80%. Karena itu, ketika ada efisiensi atau pengurangan anggaran kegiatan pemerintah, efeknya langsung terasa pada industri hotel, terutama di luar Pulau Jawa.

"Dengan pemerintah ada efisiensi atau pengurangan anggaran aktivitas, tentu dampak ini pasti akan langsung kepada industri hotel, khususnya daerah-daerah yang di luar Pulau Jawa," sebut dia.

Meski Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian telah memperbolehkan pemerintah daerah kembali menggelar kegiatan di hotel, Maulana menyebut implementasinya pun masih terbatas.

"Saat Mendagri menyampaikan itu, pemerintah daerah juga sebenarnya sudah kesulitan untuk mengadakan kegiatan juga. Karena anggaran mereka kan juga banyak terpotong tahun ini. Jadi implementasinya itu nggak besar," katanya.

Menurut Maulana, okupansi hotel di Indonesia mengikuti pola musiman yang erat kaitannya dengan kegiatan pemerintah. "Kalau kita tarik dari sebelum 2020, peningkatan okupansi itu biasanya mulai naik di kuartal kedua setiap tahun, karena pemerintah mulai menjalankan anggaran. Di penghujung kuartal empat biasanya paling tinggi karena ada penyerapan anggaran," terang dia.

Ia mengatakan, sektor hotel tidak bisa semata-mata mengandalkan perjalanan wisata (leisure) karena kontribusi terbesar justru datang dari perjalanan bisnis (business traveler), terutama dari Aparatur Sipil Negara (ASN).

"Sebenarnya industri ini kan mengikuti pasarnya. Pasar yang ternyata banyak demand-nya di pemerintah tentu akan tumbuhnya seperti itu," ucap dia.

Maulana juga mengingatkan agar pemerintah tidak hanya melihat data dari Pulau Jawa. "Kalau Pulau Jawa itu ada industrinya, pabriknya ada, manufakturnya semuanya ada. Tapi kalau di daerah-daerah di luar itu seperti Sumatra, Sulawesi, atau di timur sana, kan belum tentu ada. Kekuatan ekonominya ditopang aktivitas pemerintah," ujarnya.

Maulana juga menyoroti metode pencatatan mobilitas wisatawan nusantara (wisnus) yang digunakan BPS. "Pergerakan wisatawan Nusantara itu tidak bisa dijadikan indikator bahwa terjadi pertumbuhan okupansi di setiap daerah," tegas Maulana.

Menurutnya, pencatatan berbasis mobile positioning data bisa menimbulkan bias. "Orang yang tinggal di Jawa Barat kerja di Jakarta itu mereka dicatat sebagai perjalanan wisatawan nusantara. Ya nggak bisa dong kalau kita lihat itu sebagai indikator satu-satunya pariwisata gitu loh," katanya.

Selain itu, Maulana menilai pertumbuhan wisatawan mancanegara (wisman) juga tidak merata. "Setahu saya penerima wisman itu cuma Bali dan Jakarta. Sedangkan kita punya 514 kabupaten/kota," katanya.


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Pengusaha Pusing, Check-in Hotel di DKI Sepi Banget-Liburan Gak Ngefek

Read Entire Article
8000hoki online hokikilat online
1000hoki online 5000hoki online
7000hoki online 9000hoki online
800hoki download slot games 2000hoki download slot games
4000hoki download slot games 6000hoki download slot games
Ekonomi Kota | Kalimantan | | |