Jakarta, CNBC Indonesia - Warga negara China tertangkap menyelundupkan peralatan militer Rusia ke luar negeri sebelum menjual kembali barang tiruan tersebut ke Rusia. Hal ini dilaporkan oleh surat kabar Rusia, Izvestia.
Dalam laporan itu, mengutip pejabat bea cukai, barang-barang tersebut termasuk rompi antipeluru dan seragam yang telah direkayasa ulang dan direproduksi dengan bahan yang kualitasnya lebih rendah.
Ruslan Shapiev, kepala kontraktor pertahanan Rusia RUSARM, mengaitkan lonjakan ekspor ilegal dengan meningkatnya permintaan barang-barang palsu dan perbedaan harga antarnegara.
"Tidak ada yang salah dengan helm [China], tetapi pelindung tubuh mereka dipertanyakan. Desain dan ergonominya masih jauh dari harapan. Peralatan Rusia lebih mahal tetapi lebih baik, dan orang-orang akan selalu memilih kualitas," kata Shapiev, seperti dikutip Newsweek, Rabu (23/4/2025).
Pasar barang-barang militer jenuh karena perdagangan internasional dan celah-celah pos, kata Shapiev. Peralatan dan seragam tiruan China yang lebih murah juga ditemukan dalam kepemilikan pasukan Ukraina, sehingga ini menunjukkan barang-barang tersebut mengalir ke kedua belah pihak yang berkonflik.
"China memandang Rusia sebagai negara dengan pengalaman militer yang mendalam. Mereka mengamati segalanya-peralatan kami, proses kami. Seragam Rusia yang ada di pasaran saat ini dapat menyaingi atau melampaui model asing," katanya.
Awal bulan ini, seorang pria China berusia 25 tahun ditangkap di Moskow setelah penegak hukum menyita dua rompi taktis yang coba ia kirim pulang melalui pos.
Sementara seorang mahasiswa lainnya ditahan pada Desember setelah ditemukan membawa pelindung tubuh, pelat baja, selongsong peluru, dan peralatan lainnya di asrama universitasnya. Pria itu mengklaim bahwa ia telah membeli perlengkapan tersebut melalui iklan daring.
Pengiriman barang-barang dengan fungsi ganda lintas batas meningkat pesat setelah dimulainya perang Rusia-Ukraina, yang mendorong Moskow untuk memberlakukan larangan ekspor produk-produk dengan aplikasi militer. Pembatasan tersebut dapat dikenakan tuntutan pidana hingga tujuh tahun penjara.
(tfa/tfa)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Indonesia Jajaki Rencana Impor Minyak Mentah dari Rusia
Next Article Bukan AS, Rusia 'Diam-Diam' Pukul China dengan Tarif Impor Baru