Kinerja Prabowo Mulai Terlihat, RI Bebas Impor Beras Hingga 2026

5 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia- Kinerja pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dalam mengejar swasembada mulai terlihat. Kenaikan beras menjadi salah satu buktinya.

Langkah kaki petani tak pernah benar-benar terdengar dalam hiruk pikuk politik nasional. Namun, dalam diam mereka menabur, dan kini hasilnya mulai tampak. Di tengah ketidakpastian global, pemerintah menaruh taruhan besar pada ketahanan pangan sebagai fondasi kedaulatan.

Dan dari ladang-ladang di Jawa hingga lahan rawa di Sumatera Selatan, Indonesia mulai memperlihatkan tanda-tanda kemandirian, swasembada beras tanpa perlu lagi bergantung pada sawah luar.

Data Badan Pusat BPS memperkirakan potensi produksi beras akan mencapai 24,22 juta ton gabah kering giling (GKG) pada Januari-April 2025. jumlah tersebut melonjak 26,02% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Lumbung Padi Terbesar: Masih Milik Jawa, Tapi Timur Mulai Mengejar

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa produksi padi dalam lima bulan terakhir masih didominasi Pulau Jawa. Jawa Timur menempati posisi teratas, diikuti Jawa Tengah dan Jawa Barat. Namun, dinamika tak berhenti di sana. Sulawesi Selatan dan Sumatera Selatan juga mulai memainkan peran strategis sebagai lumbung baru di luar Jawa.

Pulau Jawa memiliki keunggulan historis dan geografis seperti tanah vulkanik subur, irigasi teknis yang sudah mapan, serta akses distribusi yang efisien. Namun perlu dicatat, lonjakan produksi di Sulawesi Selatan dan pengembangan lahan rawa di Sumsel menandai pergeseran strategi. Pemerintah mulai menggarap potensi di luar Jawa, tak hanya untuk memecah ketergantungan regional, tapi juga sebagai langkah antisipatif terhadap krisis iklim yang mengancam pola tanam di kawasan padat.

Pupuk dan Irigasi

Salah satu fondasi ketahanan pangan adalah ketersediaan pupuk. Pada 2025, Indonesia menargetkan produksi pupuk nitrogen yang mencukupi, didukung oleh Pupuk Indonesia sebagai produsen terbesar di Asia Pasifik.

Distribusi pupuk bersubsidi juga mengalami peningkatan signifikan pada triwulan pertama 2025, naik 33,2% dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan ini ditopang sistem digital iPubers yang menjamin penyaluran pupuk tepat sasaran berdasarkan data petani, lokasi, dan alokasi stok.

Trend Penyaluran Pupuk BersubsidiFoto: Trend Penyaluran Pupuk Bersubsidi
Trend Penyaluran Pupuk Bersubsidi

Namun, subsidi pupuk hanyalah satu sisi dari koin. Pemerintah juga tengah mempercepat pembangunan dan perbaikan irigasi melalui Instruksi Presiden No. 2/2025 dan revisi PP terkait irigasi. Proses birokrasi yang dulunya berlapis kini dipangkas, Kementerian PUPR diberikan kewenangan langsung untuk membangun irigasi, bahkan tanpa perlu menunggu persetujuan gubernur atau bupati untuk luasan tertentu. Irigasi yang efisien bisa jadi pembeda antara panen berhasil dan gagal total.

Serapan Bulog & Penurunan Impor

Perubahan paling mencolok tahun ini adalah merosotnya volume impor beras. Dari 1,4 juta ton pada Januari-Maret 2024, kini hanya tersisa 112 ribu ton dalam periode sama tahun ini turun 97,15%. Penyebabnya bukan sekadar larangan atau hambatan perdagangan, melainkan keberhasilan panen dan penyerapan domestik.

Serapan Bulog mencapai 1,5 juta ton hingga April, dan diproyeksikan tembus 2 juta ton di akhir tahun. Artinya, kebutuhan konsumsi nasional yang mencapai sekitar 2,6 juta ton per bulan dapat dipenuhi dari stok dan panen dalam negeri.

Menurut Zulhas, Mentan dan Wamentan melaporkan, hingga akhir April, pemerintah telah menyerap 1,5 juta ton beras dari panen raya ini.

"Berarti kalau akhir tahun kalau 2 juta sih ya 99,9% akan tercapai lah. Dengan 1,5 juta saja artinya Insyaallah kita tidak akan impor beras sampai tahun depan," ujar Zulhas, dikutip Senin (21/4/2025).

Namun, penting dicatat bahwa keberhasilan ini bersifat dinamis. Jika harga gabah turun di bawah Harga Pembelian Pemerintah/HPP (Rp6.500/kg), atau jika akses pupuk terganggu, petani bisa berhenti menanam. Maka keberlanjutan swasembada tak cukup dengan panen sesaat ia perlu ekosistem produksi yang stabil dan adil dari hulu ke hilir.

Membangun Kopdes Dari Swasembada ke Kedaulatan Ekosistem

Pemerintah kini melangkah lebih jauh dari sekadar ketahanan pangan. Kementerian Koordinator Bidang Pangan mengembangkan Koperasi Desa (Kopdes) sebagai simpul distribusi ekonomi lokal. Kopdes akan menjadi titik temu distribusi sembako, LPG, hingga pupukvmengurangi rantai pasok dan meningkatkan daya beli desa.

Kebijakan ini mengindikasikan bahwa swasembada pangan hanya akan berkelanjutan jika disokong ekosistem sosial dan ekonomi yang sehat. Dengan begitu, desa tak hanya menjadi pusat produksi, tapi juga pusat kendali distribusi dan konsumsi.

Capaian 2025 menunjukkan kemajuan yang tidak bisa diabaikan. Penurunan tajam impor beras, peningkatan serapan Bulog, perbaikan sistem subsidi pupuk, hingga restrukturisasi irigasi adalah fondasi penting menuju swasembada yang berkelanjutan. Namun seperti halnya musim tanam, hasil akhir sangat ditentukan oleh konsistensi dan cuaca kebijakan.

Apakah Indonesia benar-benar bebas dari impor beras hingga 2026? Data da tren saat ini menunjuk ke arah itu. Tapi jalan menuju kedaulatan pangan lebih panjang dari satu musim panen. Ia butuh tata kelola yang presisi, dan kebijakan yang berpihak pada mereka yang paling dekat dengan sawah, para petani.

CNBC Indonesia Research

(emb/emb)

Read Entire Article
8000hoki online hokikilat online
1000hoki online 5000hoki online
7000hoki online 9000hoki online
Ekonomi Kota | Kalimantan | | |