Viral Toko Roti Tolak Uang Tunai, Ekonom Soroti Literasi Digital

2 hours ago 7

Jakarta, CNBC Indonesia - Video yang menunjukkan pegawai toko roti menolak pembayaran uang tunai seorang nenek tengah menjadi bahan perbincangan di media sosial. Toko roti tersebut hanya menerima pembayaran non tunai seperti Quick Response Code Indonesian Standard atau QRIS.

Pihak manajemen toko roti menjelaskan bahwa penggunaan aplikasi dan transaksi non tunai di outlet bertujuan untuk memberikan kemudahan serta memberikan berbagai promo dan potongan harga bagi pelanggan.

"Saat ini kami sudah melakukan evaluasi internal agar ke depannya tim kami dapat memberikan pelayanan yang lebih baik," tulis Instagram @rotio.indonesia dikutip Senin (22/12/2025).

Menanggapi hal tersebut, Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia, Fakhrul Fulvian menjelaskan inovasi pembayaran non tunai seperti QRIS yang diadopsi sebagian besar masyarakat Indonesia mencerminkan kepercayaan publik yang kuat terhadap sistem keuangan nasional serta efektivitas kebijakan bank sentral dalam mendorong efisiensi dan inklusi keuangan.

Kendati demikian, secara hukum Rupiah merupakan alat pembayaran yang sah ditetapkan oleh undang-undang dan hingga saat ini terdiri dari uang kertas dan uang logam, serta Rupiah digital yang kelak akan diterbitkan oleh bank sentral.

Maka dari itu, kemajuan teknologi pembayaran tidak boleh mengaburkan prinsip dasar kedaulatan mata uang, seperti yang termaktub dalam UU No. 7 tahun 2011 dan UUP2SK.

"QRIS bukan mata uang. Ia adalah sistem pembayaran. Ketika orang membayar dengan QRIS, yang berpindah adalah saldo rupiah di rekening atau uang elektronik yang diterbitkan lembaga keuangan. Karena itu, menolak pembayaran tunai Rupiah tidak bisa dipandang sebagai sekadar kebijakan bisnis, melainkan menyangkut hak warga negara," ujar Fakhrul dalam keterangan resminya dikutip Senin (22/12/2025).

Fakhrul menekankan bahwa kepastian hukum dalam hal alat pembayaran sangat penting agar tidak ada warga negara yang terpinggirkan dari aktivitas ekonomi hanya karena perbedaan akses atau preferensi teknologi.

Menurutnya, selama seseorang memiliki alat pembayaran yang sah menurut undang-undang, transaksi tidak seharusnya ditolak.

"Digitalisasi tidak boleh berubah menjadi eksklusif. Tidak semua warga berada pada posisi yang sama dalam hal literasi digital, akses perbankan, atau kesiapan teknologi. Negara harus memastikan bahwa modernisasi berjalan inklusif," ujarnya.

Ia juga menilai bahwa perdebatan ini menunjukkan perlunya edukasi publik yang lebih luas mengenai perbedaan antara uang, sistem pembayaran, dan instrumen pembayaran lainnya. Fakhrul mendorong agar otoritas moneter memperkuat komunikasi publik agar tidak terjadi kesalahpahaman di masyarakat.

"Penting bagi publik untuk memahami bahwa uang bukan sekadar alat bayar, tetapi juga simbol kedaulatan dan kepercayaan. Sistem pembayaran bisa berkembang dan dikelola dengan teknologi, tetapi uang yang sah tetap ditentukan oleh negara," ujarnya.

(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]

Read Entire Article
8000hoki online hokikilat online
1000hoki online 5000hoki online
7000hoki online 9000hoki online
800hoki download slot games 2000hoki download slot games
4000hoki download slot games 6000hoki download slot games
Ekonomi Kota | Kalimantan | | |