Jakarta, CNBC Indonesia - PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) menyampaikan dampak menyusul kebijakan tarif impor baja dan aluminium yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Direktur Utama PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) Ilhamsyah Mahendra menjelaskan bahwa kebijakan Trump tersebut berpengaruh terhadap harga aluminium.
"Jadi mungkin mulai dari geopolitik, mungkin saya, terkait Trump 0.2, salah satu dia applied untuk tarif aluminium dan baja. Untuk industri aluminium di Indonesia akan impact pada harga," ungkapnya dalam acara CNBC Indonesia Mining Forum di Jakarta, dikutip Rabu (19/3/2025).
Meski demikian, Mahendra menilai bahwa bauksit sebagai bahan baku utama aluminium menjadi hal fundamental. Hal ini bisa memperkuat penguasaan domestik dan mengurangi ketergantungan terhadap impor alumina.
Akibatnya, kinerja operasional perusahaan bisa tetap terjaga meski ada faktor eksternal seperti kebijakan dari Pemerintahan AS tersebut.
"Impact dari 25% tarif Trump adalah harga, hanya di harga. Jadi bagaimana efisiensi operasional yang harus kita jaga. Karena itu faktor eksternal yang nggak bisa kita tebak. Trump bisa bangun pagi ada kebijakan apa, tapi yang our internal control itu penting harus kita jaga. Efisiensi operasi. Kemudian resilient di bidang supply chain," kata dia.
Seperti diketahui, tarif impor Amerika Serikat (AS) dari negara mitra dagangnya membuat dunia ketar-ketir. AS mengenakan tarif impor sebesar 25% terhadap baja dan aluminium dari beberapa negara, seperti Kanada, Brasil, Meksiko, Korea Selatan, Vietnam, Jepang, dan lainnya.
Dengan Kanada, tarif ini awalnya dijadwalkan berlaku pada 4 Februari, tetapi ditunda selama 30 hari untuk memberikan lebih banyak waktu bagi pembicaraan antara AS dan Kanada.
Proyek Smelter Alumina
Perlu diketahui, Inalum dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) kini bekerja sama dan memiliki perusahaan patungan PT Borneo Alumina Indonesia (BAI). PT BAI mengoperasikan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) bauksit menjadi alumina di Mempawah, Kalimantan Barat.
Proyek Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) fase 1 yang memiliki kapasitas produksi alumina hingga sebesar 1 juta ton per tahun ini telah resmi dilakukan injeksi bauksit perdana oleh Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) pada 24 September 2024 lalu.
Adapun kebutuhan investasi untuk fase 1 ini diperkirakan menelan Rp 16 triliun.
Bila smelter ini beroperasi penuh, maka bisa mengurangi impor alumina sebesar 1 juta ton per tahun.
Proyek SGAR Fase 1 ini nantinya menghubungkan rantai pasokan antara mineral bijih bauksit di Kalimantan Barat yang di produksi PT Aneka Tambang Tak (ANTM) dan smelter aluminium Inalum di Kuala Tanjung, Sumatera Utara.
Ilham menyebut, pengiriman perdana alumina dari Mempawah ke pabrik aluminium Inalum di Kuala Tanjung, Sumatera Utara, diharapkan bisa dilakukan setelah Idul Fitri 2025 atau pada pertengahan April 2025.
"Kita menuju 100% capacity. Harapannya after Lebaran mid atau akhir April, first alumina bisa dikirim di site Kuala Tanjung," ujarnya.
Proyek SGAR direncanakan akan terbagi ke dalam 2 fase dengan total estimasi biaya investasi sebesar US$ 1,7 miliar.
Proyek SGAR Fase 2 merupakan ekspansi dari Proyek SGAR Fase 1 yang juga akan berlokasi di Mempawah, Kalimantan Barat dan juga akan memiliki kapasitas produksi alumina hingga sebesar 1 juta ton per tahun dengan target operasi pada 2028.
Melalui pengoperasian Proyek SGAR Fase 1 dan Fase 2, produksi alumina domestik akan meningkat menjadi sebesar 2 juta ton per tahun dengan penyerapan mineral bijih bauksit hingga mencapai 6 juta ton per tahun.
Hal ini sejalan dengan rencana aksi korporasi Inalum dalam rangka meningkatkan kapasitas produksi aluminiumnya hingga mencapai 900.000 ton per tahun.
Sebagai tambahan, smelter aluminium Inalum saat ini memiliki kapasitas produksi aluminium hingga sebesar 275.000 ton per tahun yang seluruhnya diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan aluminium domestik.
Namun kebutuhan aluminium dalam negeri saat ini mencapai 1,2 juta ton per tahun dan sejak tahun 2018 hingga tahun 2023, pemenuhan aluminium dalam negeri masih didominasi oleh produk impor dengan porsi impor sebesar 56% dan pasokan dari Inalum sebesar 44% pada tahun 2023.
(wia/wia)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Trump Kembali Tabuh Genderang Perang Dagang
Next Article Video: Masa Depan Industri Aluminium Berkelanjutan di Indonesia