Jakarta, CNBC Indonesia - Populasi warga lanjut usia di Indonesia akan meningkat dalam beberapa tahun ke depan. Kondisi tersebut membuat pemerintah dipandang perlu melakukan investasi di sektor perawatan, dalam hal ini pengasuh (caregiving).
Penelitian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI, yang dilakukan Diahhadi Setyonaluri, M. Fajar Ramadhan, dan Nathanael Z.H., mengungkapkan setidaknya ada tujuh alasan Indonesia perlu investasi ke sektor perawatan.
"Pertama, perubahan demografi akan membawa Indonesia memasuki populasi yang menua dalam satu dekade ke depan sekaligus jumlah penduduk usia muda yang besar," dikutip White Book 2024-2029 LPEM UI pada Selasa (29/10/2025).
Mengutip BPS, LPEM FEB UI mengungkapkan bahwa proporsi penduduk lansia di Indonesia diproyeksikan akan meningkat dari 6,2% menjadi 7,6% antara tahun 2020 dan 2025, dengan total jumlah penduduk lansia mencapai 21,5 juta pada tahun 2025.
Kedua, pertambahan populasi lansia yang dibarengi dengan pertambahan populasi usia muda diperkirakan akan menambah beban pekerjaan perawatan yang tak berbayar di masa depan, terutama perempuan.
Studi Alokasi Penggunaan Waktu (Time Use Study) dari Prospera pada 2023 yang mengambil sample rumah tangga 23 di Jabodetabek dan Surabaya menemukan bahwa perempuan yang sudah menikah mengalokasikan waktu tiga kali lebih banyak dibandingkan laki-laki untuk pekerjaan pengasuhan tak berbayar, sementara perempuan yang memiliki anak kecil mengalokasikan delapan kali lebih banyak waktu dibandingkan laki-laki.
Alasan ketiga adalah norma sosial di Indonesia masih menetapkan perempuan sebagai pengasuh utama keluarga segingga dapat memberatkan perempuan.
"Mayoritas laki-laki dan perempuan di Indonesia masih 'konservatif', condong ke model laki-laki sebagai pencari nafkah utama," tulisnya.
Berdasarkan survei oleh Gallup dan ILO pada 2017 menunjukkan bahwa 43% laki-laki menginginkan perempuan untuk tinggal di rumah dan tidak bekerja di luar rumah.
Alasan berikutnya adalah perawatan pengasuhan sukarela atau tidak berbayar membatasi kontribusi perempuan di tenaga kerja formal dan menghambat pemberdayaan ekonomi.
"Perempuan juga menghadapi hambatan dalam mencari pekerjaan dengan upah yang layak setelah melahirkan dan mencari jenis 24 pekerjaan yang sesuai dengan peran mereka sebagai ibu. Akibatnya, perempuan menghadapi kesenjangan upah berdasarkan gender ketika mereka bekerja di sektor formal, atau beralih ke jenis pekerjaan informal," tulis Diahhadi dan kawan-kawan dalam penelitian tersebut.
Alasan kelima adalah investasi pendidikan dan pengasuhan anak meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Hal ini berkaitan dengan fase tumbuh kembang anak pada usia 0-8 tahun yang harus didampingi oleh Pendidikan dan Pengasuhan Anak Usia Dini (PAUD). Sangat penting untuk pertumbuhan otak pada anak-anak dan menghadirkan prospek pendidikan yang vital.
Keenam adalah adanya tantangan dalam membangun modal manusia pada fase anak-anak di Indonesia terutama soal stunting dan akademik. Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya besar-besaran untuk menurunkan prevalensi stunting sejak tahun 2018.
Hasil Survei Status Gizi Nasional (SSGI) pada tahun 2022 menunjukkan prevalensi stunting pada balita telah menurun dari 27,7% di tahun 2018 menjadi 21,6% di tahun 2022. Namun, angka ini masih jauh lebih tinggi dari target RPJMN, yaitu 14% prevalensi stunting pada tahun 2024.
Menurut LPEM FEB UI, dari sisi pendidikan performa anak-anak Indonesia masih tertinggal tercermin dari PISA 2018 yang menunjukkan bahwa siswa Indonesia berada di bawah kemampuan dasar dalam membaca, matematika, dan sains, menempatkan Indonesia di 10 besar negara yang berpartisipasi dalam PISA dengan skor terendah.
Terakhir, penyediaan pendidikan dan perawatan anak sejak usia dini yang universal merupakan sarana penting dalam mengatasi masalah gizi dan kinerja pendidikan anak-anak Indonesia.
Tinjauan sistematis dari Tanner, Candland, dan Odden pada 2015 di 55 negara berkembang menemukan bahwa stimulasi dini, program prasekolah, dan bantuan langsung tunai terbukti sangat efektif dalam meningkatkan hasil pendidikan.
Oleh karena itu, LPEM UI menilai intervensi pada anak usia dini meningkatkan perkembangan kognitif dan skolastik yang lebih baik, dan berkurangnya absen dari sekolah. Studi ini juga menemukan bahwa kualitas dan durasi program pemberian makanan tambahan dan prasekolah berkorelasi positif dengan peningkatan prestasi di sekolah.
(ras/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article
Selvi Gibran Gandeng Pertamina Dorong UMKM Naik Kelas

3 hours ago
2

















































