Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat (AS) mengumumkan akan menjatuhkan sanksi kepada Presiden Kolombia Gustavo Petro, pada Jumat (24/10) waktu setempat. Petro dituding gagal memberantas perdagangan narkoba ilegal khususnya, peredaran kokain di Amerika Serikat (AS).
Ketegangan antara Washington dan banyak negara di Amerika Selatan telah meningkat selama berminggu-minggu. Militer AS telah meningkatkan aktivitas di Karibia selatan, menyerang kapal-kapal di perairan internasional yang dituduhkan tanpa bukti membawa narkoba.
Laporan Reuters menyebut AS sudah melancarkan 10 serangan ke kapal-kapal yang melintas di Karibia dan menewaskan hampir 40 orang.
Presiden AS, Donald Trump menyebut Petro sebagai pemimpin narkoba ilegal. Sementara itu, Petro menuduh Trump melakukan eksekusi di luar hukum yang melanggar hukum internasional dengan menyerang kapal-kapal terduga penyelundup narkoba.
Masa jabatan Petro akan berakhir 10 bulan lagi. Selama meimpin Kolombia, Petra telah berupaya mengakhiri konflik enam dekade di negaranya melalui perjanjian damai dan penyerahan diri dengan pemberontak dan geng kriminal, tetapi upaya tersebut belum membuahkan hasil.
"Sejak Presiden Gustavo Petro berkuasa, produksi kokain di Kolombia telah melonjak ke tingkat tertinggi dalam beberapa dekade, membanjiri Amerika Serikat dan meracuni warga Amerika," kata Menteri Keuangan AS, Scott Bessent dalam sebuah pernyataan.
"Presiden Petro telah membiarkan kartel narkoba berkembang pesat dan menolak untuk menghentikan aktivitas ini. Hari ini, Presiden Trump mengambil tindakan tegas untuk melindungi negara dan menegaskan bahwa kita tidak akan menoleransi perdagangan narkoba di negara kita," papar Bessent.
Petro membantah dasar tuduhan AS tersebut, dengan mengatakan bahwa pemerintahnya telah menyita kokain pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya dan bahwa perluasan tanaman koka bahan dasar kokain telah melambat setiap tahun sejak 2021.
"Apa yang dikatakan Departemen Keuangan AS itu bohong. Pemerintah saya tidak meningkatkan pemusnahan kokain, malah sebaliknya. Pemerintah saya telah menyita kokain lebih banyak daripada yang pernah tercatat dalam sejarah dunia," kata Petro di X pada Jumat sore.
Petro, yang pertama kali menjadi terkenal sebagai senator dengan mengungkap hubungan antara beberapa rekan anggota parlemennya dan kelompok paramiliter yang terlibat dalam perdagangan kokain, sebelumnya menyebut sanksi tersebut sebagai sebuah paradoks total.
Ia mengatakan telah menyewa pengacara AS untuk membelanya dan berbicara kepada ribuan pendukungnya di pusat kota Bogota pada Jumat (24/10) malam. Ia mengatakan tidak punya uang di AS.
Senasib dengan Rusia, Venezuela, Korea Utara
Meskipun jarang terjadi, penerapan sanksi terhadap seorang kepala negara bukanlah hal yang baru. Langkah ini menambahkan Petro ke dalam daftar pendek yang mencakup para pemimpin Rusia, Venezuela, dan Korea Utara.
Istri dan putra Petro, serta Armando Benedetti, menteri dalam negeri Kolombia, juga dikenai sanksi berdasarkan wewenang yang memungkinkan Washington untuk menargetkan mereka yang dituduh terlibat dalam perdagangan narkoba ilegal global.
Di media sosial X, Benedetti mengatakan ia telah dihukum hanya karena menyatakan bahwa Petro bukanlah pengedar narkoba dan bahwa sanksi tersebut membuktikan bahwa perang antinarkoba AS adalah tipuan.
Mantan anggota parlemen Nicolas Petro, yang sudah menghadapi tuduhan korupsi di Kolombia, mengatakan di X bahwa ia menjadi sasaran karena merupakan putra ayahnya dan bahwa kasusnya yang tertunda tidak ada hubungannya dengan perdagangan narkoba.
"Presiden Trump telah menegaskan bahwa Presiden Petro sebaiknya segera menutup ladang pembantaian ini, atau AS yang akan menutup untuknya, dan itu tidak akan dilakukan dengan baik," kata juru bicara Gedung Putih, Anna Kelly.
Perang Trump-Petro
Trump dan Petro telah berselisih beberapa kali sejak presiden AS dari Partai Republik tersebut menjabat pada bulan Januari, termasuk dalam perseteruan yang meningkat akibat serangan AS terhadap kapal-kapal yang diduga mengangkut narkoba.
Akhir pekan lalu, Trump mengancam akan menaikkan tarif terhadap Kolombia dan mengatakan bahwa semua pendanaan untuk negara itu telah dihentikan.
Dalam pernyataan terpisah pada hari Jumat, Departemen Luar Negeri mengatakan Menteri Luar Negeri Marco Rubio tidak akan mengesahkan upaya antinarkotika Kolombia.
Bulan lalu, Amerika Serikat mencabut visa Petro, setelah ia bergabung dengan demonstrasi pro-Palestina di New York dan mendesak tentara AS untuk tidak mematuhi perintah Trump.
Awal tahun ini, Petro dan Trump berselisih mengenai penolakan Kolombia untuk menerima pesawat militer yang membawa migran yang dideportasi.
Petro juga memiliki perbedaan pendapat dengan pendahulu Trump dari Partai Demokrat, Joe Biden, yang mengkritik AS karena tidak mengambil tanggung jawab yang cukup dalam menangani permintaan warga Amerika akan narkotika ilegal.
Meski begitu, Petro dan Biden mencari cara untuk mempertahankan kerja sama penegakan hukum narkoba dan juga memiliki kesamaan pandangan mengenai isu-isu seperti perubahan iklim dan migrasi.
Brett Bruen, yang pernah menjabat sebagai penasihat kebijakan luar negeri di bawah mantan Presiden Barack Obama dan kini menjabat sebagai kepala konsultan Global Situation Room, mengatakan Trump menciptakan lebih banyak masalah dengan menjatuhkan sanksi kepada Petro dan melancarkan serangan terhadap tersangka pengedar narkoba di lepas pantai Kolombia.
"Drama koboi ini mungkin menguntungkan basisnya di media sosial, tetapi mereka menciptakan kondisi yang sangat mudah meledak yang akan segera harus kita hadapi di negara kita sendiri," kata Bruen.
"Dalam pertemuan dengan kuasa usaha AS di Kolombia pada Minggu malam, Petro menegaskan kembali pentingnya Amerika Serikat mendasarkan penilaiannya pada data akurat mengenai upaya Kolombia melawan narkoba," kata Kementerian Luar Negeri Kolombia.
(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article
Presiden Kolombia Tantang Trump usai Dilarang Masuk Amerika

3 hours ago
3
















































