Jakarta, CNBC Indonesia- Harga batu bara mengalami tekanan sepanjang pekan ini akibat penurunan permintaan dari China serta ketegangan perdagangan global yang mempengaruhi arus ekspor. Meski sempat mengalami rebound, tren bearish masih membayangi pasar energi fosil ini.
Mengacu pada data Refinitiv, harga batu bara pada perdagangan Jumat tercatat berada di US$102.75 turun dari perdagangan pada Kamis (20/2/2025) yang tercatat di US$106,2 per ton, turun 1,12% dibandingkan hari sebelumnya. Sementara itu, pada 19 Februari 2025, harga batu bara sempat naik ke US$107,4 per ton atau menguat 2,8% dari posisi US$104,6 per ton sehari sebelumnya.
Tekanan terbesar datang dari China yang terus menekan harga batu bara dengan rekor produksi domestik dan impor tinggi. Analis memperkirakan bahwa penurunan permintaan dari China akan berlangsung selama beberapa bulan ke depan, menambah tekanan bagi pasar global.
Raksasa tambang Glencore Plc dilaporkan mempertimbangkan pemangkasan produksi akibat harga batu bara yang mendekati level terendah dalam satu dekade. Di sisi lain, Mongolia berencana meningkatkan ekspor batu baranya ke China sebesar 20% tahun ini, yang berpotensi menekan pangsa pasar Australia.
"Batu bara termal bisa menguji level terendah baru dalam jangka pendek," kata Li Xuegang dari China Coal Transportation and Distribution Association.
Ketegangan AS-China Ubah Peta Perdagangan Batu Bara
Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China turut memengaruhi pasar batu bara. Ketegangan tarif membuat China mencari alternatif batu bara bebas tarif, sementara AS mulai mengalihkan ekspor batu baranya ke India. Tahun lalu, ekspor batu bara kokas AS ke China naik 33% mencapai US$1,84 miliar, tetapi dengan tarif yang lebih tinggi, arus perdagangan diperkirakan akan bergeser.
Sejumlah negara seperti Kanada dan Australia berpotensi menjadi penerima manfaat dari perang dagang ini, menggantikan ekspor batu bara AS ke China. Australia yang sebelumnya kehilangan pangsa pasar akibat ketegangan dengan China kini berpotensi kembali menjadi pemasok utama.
Stok Melimpah, Prospek Batu Bara Masih Suram
Dari sisi pasokan, China berencana meningkatkan produksi batu bara hingga 1,5% menjadi 4,82 miliar ton pada 2025 setelah pencapaian rekor pada 2024. Selain itu, Vietnam juga telah menetapkan strategi transisi dari batu bara ke energi bersih, yang dapat semakin menekan permintaan global.
Meskipun ada potensi pemangkasan produksi oleh Glencore dan tekanan dari ketegangan geopolitik, stok yang melimpah serta tren transisi energi di berbagai negara masih menjadi faktor utama yang membebani harga batu bara.
Para pelaku pasar akan terus mencermati kebijakan China, dinamika perang dagang AS-China, serta kebijakan energi di berbagai negara untuk melihat bagaimana arah harga batu bara dalam beberapa bulan ke depan.
CNBC Indonesia Research
(emb/emb)