Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah ketidakpastian ekonomi global dan eskalasi perang dagang, Indonesia justru diproyeksi menjadi salah satu bintang baru dalam peta perdagangan dunia lima tahun ke depan.
Menurut laporan DHL Trade Atlas 2025 menempatkan Indonesia sebagai salah satu dari empat negara Asia yang diprediksi akan mencetak pertumbuhan perdagangan tercepat dan terbesar secara bersamaan pada periode 2024-2029.
Indonesia berada dalam kelompok eksklusif bersama India, Vietnam, dan Filipina, empat negara yang diproyeksikan akan menembus 30 besar dunia dalam dua dimensi utama pertumbuhan perdagangan, kecepatan (speed) dan skala (scale). Kombinasi ini mencerminkan tidak hanya kemampuan tumbuh cepat, tapi juga kontribusi nyata terhadap nilai perdagangan global secara absolut.
Indonesia secara khusus disebut dalam laporan sebagai negara yang "tengah diuntungkan oleh tren diversifikasi rantai pasok global." Dalam lanskap pasca-Covid dan tensi AS-Tiongkok, investor mulai mengalihkan manufaktur dan sourcing dari kawasan tradisional seperti Tiongkok menuju Asia Tenggara.
Sektor logam dan kimia menjadi magnet utama investasi baru ke Indonesia. Hal ini sejalan dengan strategi pemerintah untuk membangun ekosistem hilirisasi tambang seperti nikel dan bauksit, yang dipakai dalam baterai kendaraan listrik dan industri energi bersih.
Berkat pergeseran ini, Indonesia tetap kokoh di peringkat ke-12 dunia dalam hal skala pertumbuhan perdagangan dan melonjak dari peringkat ke-33 ke posisi 25 dalam kategori kecepatan pertumbuhan perdagangan.
Meskipun prospeknya menggembirakan, laporan DHL juga menyoroti hambatan struktural yang masih membayangi Indonesia mulai dari keterbatasan infrastruktur logistik, regulasi ekspor-impor yang belum optimal, hingga kapasitas pelabuhan yang belum seragam di seluruh wilayah.
Untuk benar-benar mewujudkan potensi sebagai trade growth engine, Indonesia perlu Investasi besar-besaran di infrastruktur fisik dan digital. Lalu konsistensi kebijakan ekspor-impor, terutama yang mendukung sektor industri padat ekspor dan peningkatan konektivitas regional, terutama ke negara-negara ASEAN yang ikut mengalami lonjakan perdagangan.
Yang menarik, DHL mencatat bahwa dominasi negara maju atas pertumbuhan perdagangan global mulai terdispersi. Jika pada 2019-2024 AS dan China menyumbang gabungan 32% pertumbuhan global, maka pada 2024-2029 kontribusinya menurun menjadi hanya 22%. Sisanya, didorong oleh negara-negara berkembang seperti Indonesia yang naik panggung.
Dengan peluang yang terbuka lebar, Indonesia memasuki fase strategis. Peran sebagai pendorong pertumbuhan perdagangan global bukan sekadar potensi statistik, melainkan panggilan untuk memastikan kebijakan dalam negeri bisa mengimbangi momentum luar negeri. Dunia sedang mencari alternatif baru dalam perdagangan global dan Indonesia sedang ditonton.
CNBC Indonesia research
(emb/emb)