Jakarta, CNBC Indonesia - Harga kopi dunia lagi-lagi tertekan oleh ekspektasi pasokan kopi global yang lebih besar. Meningkatnya persediaan kopi mendorong kejatuhan harga kopi global.
Harga kopi arabika Juli (KCN25) pada hari ini, Jumat (30/5/2025), turun -2,85 poin (-0,81%). Sementara kopi robusta ICE Juli (RMN25) jatuh -19 poin (-0,41%).
Harga kopi hari ini melanjutkan penurunan selama sebulan, di mana arabika jatuh ke level terendah dalam 7 minggu dan robusta jatuh ke level terendah dalam 6 hingga 1/2 bulan.
Harga kopi telah tertekan selama sebulan terakhir karena prospek produksi kopi yang lebih tinggi dan pasokan yang melimpah. Senin lalu, Dinas Pertanian Luar Negeri (FAS) USDA memperkirakan bahwa produksi kopi Brasil tahun 2025 hingga 2026 akan meningkat sebesar 0,5% secara tahunan (yoy) menjadi 65 juta kantong dan bahwa produksi kopi Vietnam tahun 2025 hingga 2026 akan meningkat sebesar 6,9% (yoy) menjadi 31 juta kantong. Brasil adalah produsen kopi arabika terbesar di dunia, dan Vietnam adalah produsen kopi robusta terbesar di dunia.
Peningkatan persediaan kopi ICE telah melemahkan harga kopi. Persediaan kopi robusta yang dipantau ICE naik ke level tertinggi dalam 8 bulan pada hari Jumat lalu, yaitu 5.438 lot. Selain itu, persediaan kopi arabika yang dipantau ICE pada hari Selasa naik ke level tertinggi dalam 3 hingga 3/4 bulan, yaitu 892.468 kantong.
Pada tanggal 9 Mei, USDA memperkirakan produksi kopi 2025 hingga 2026 di Honduras, produsen kopi terbesar di Amerika Tengah, akan naik 5,1% (yoy) menjadi 5,8 juta kantong. Selain itu, firma konsultan Safras & Mercado menaikkan estimasi produksi kopi Brasil 2025 hingga 2026 menjadi 65,51 juta kantong dari estimasi sebelumnya sebesar 62,45 juta kantong. Adapula, Conab, badan peramalan panen Brasil, menaikkan estimasi produksi kopi Brasil 2025 menjadi 55,7 juta karung dari estimasi Januari sebesar 51,81 juta karung.
Kekhawatiran permintaan berdampak buruk pada harga kopi. Beberapa importir komoditas global, termasuk Starbucks, Hershey, dan Mondelez International, baru-baru ini mengatakan tarif dasar AS sebesar 10% untuk impor akan menaikkan harga dan semakin menekan volume penjualan.
Harga kopi mendapat dukungan karena kekhawatiran bahwa cuaca buruk di Brasil akan mengurangi hasil panen. Somar Meteorologia melaporkan pada hari Senin bahwa daerah penghasil kopi arabika terbesar di Brasil, Minas Gerais, menerima 0,3 mm hujan dalam minggu yang berakhir pada tanggal 24 Mei, atau 4% dari rata-rata historis.
Ekspor kopi yang lebih kecil dari Brasil berdampak baik pada harga. Pada 12 Mei, Cecafe melaporkan bahwa ekspor kopi hijau Brasil pada bulan April turun 28% (yoy) menjadi 3,05 juta kantong, dan ekspor kopi Januari-April turun 15,5% (yoy) menjadi 13,186 juta kantong.
Kopi Robusta mendapat dukungan dari berkurangnya produksi robusta. Akibat kekeringan, produksi kopi Vietnam pada tahun panen 2023 dan 2024 turun 20% menjadi 1,472 MMT, panen terkecil dalam empat tahun. Selain itu, Kantor Statistik Umum Vietnam melaporkan bahwa ekspor kopi Vietnam tahun 2024 turun 17,1% (yoy) menjadi 1,35 MMT.
Selasa lalu (26/5/2025), Kantor Statistik Nasional Vietnam melaporkan bahwa ekspor kopi Vietnam tahun 2025 pada bulan Januari-April turun 9,8% (yoy) menjadi 663.000 MT. Selain itu, Asosiasi Kopi dan Kakao Vietnam pada 12 Maret memangkas estimasi produksi kopi Vietnam 2024/25 menjadi 26,5 juta karung dari estimasi Desember sebesar 28 juta karung. Sebaliknya, Rabobank memperkirakan bahwa panen kopi robusta Brasil 2025-2026 akan naik 7,3% (yoy) menjadi rekor 24,7 juta karung.
Laporan dwitahunan USDA pada 18 Desember menunjukkan harga kopi yang beragam. Layanan Pertanian Luar Negeri (FAS) USDA memproyeksikan bahwa produksi kopi dunia pada 2024-2025 akan meningkat 4,0% (yoy) menjadi 174,855 juta karung, dengan peningkatan 1,5% dalam produksi arabika menjadi 97,845 juta karung dan peningkatan 7,5% dalam produksi robusta menjadi 77,01 juta karung. FAS USDA memperkirakan bahwa stok akhir 2024-2025 akan turun sebesar 6,6% ke level terendah dalam 25 tahun sebesar 20,867 juta kantong dari 22,347 juta kantong pada 2023-2024.
Secara terpisah, FAS USDA pada 22 November memproyeksikan produksi kopi Brasil 2024-2025 sebesar 66,4 MMT, di bawah perkiraan sebelumnya sebesar 69,9 MMT. FAS USDA memproyeksikan persediaan kopi Brasil sebesar 1,2 juta kantong pada akhir musim 2024-2025 pada bulan Juni, turun 26% (yoy).
Untuk tahun pemasaran tahun 2025-2026, Volcafe pada 17 Desember lalu memangkas estimasi produksi kopi arabika Brasil 2025-2026 menjadi 34,4 juta kantong, turun sekitar 11 juta kantong dari estimasi September setelah tur panen mengungkapkan parahnya kekeringan yang berkepanjangan di Brasil. Volcafe memproyeksikan defisit kopi arabika global 2025-2026 sebesar 8,5 juta kantong, lebih besar dari defisit 5,5 juta kantong pada 2024-2025 dan defisit tahun kelima berturut-turut.
Kabar ini tentunya bukan menjadi kabar baik bagi petani Tanah Air. Lantaran, Indonesia dikenal sebagai salah satu produsen kopi terbesar di dunia. Berdasarkan data Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA), Indonesia menempati peringkat keempat dalam produksi kopi global tahun 2024, dengan total produksi 654.000 ton atau sekitar 6% dari total pasokan dunia.
Sebagai perbandingan, Brasil tetap menjadi pemimpin pasar dengan produksi mencapai 3,98 juta ton atau 38% dari total pasokan kopi global.Artinya, produksi Brasil enam kal lipat lebih tinggi dibandingkan Indonesia,
Vietnam, yang menempati posisi kedua, memproduksi 1,8 juta ton atau 17% dari pasar global, sementara Kolombia di peringkat ketiga menghasilkan 774.000 ton atau 7% dari total produksi dunia.
Salah satu faktor utama yang membuat Indonesia tertinggal adalah jenis kopi yang diproduksi serta produktivitas lahan. Brasil dan Kolombia dikenal sebagai produsen utama arabika, kopi dengan harga lebih tinggi di pasar internasional. Sementara itu, Vietnam menguasai produksi robusta, varietas kopi yang lebih tahan panas dan lebih murah tetapi memiliki permintaan tinggi di pasar global.
Indonesia juga merupakan produsen utama robusta, tetapi efisiensi dan produktivitasnya masih jauh tertinggal dari Vietnam. Dengan luas lahan yang relatif lebih besar dibandingkan Vietnam, produksi kopi Indonesia seharusnya bisa lebih tinggi. Namun, tantangan seperti infrastruktur yang kurang memadai, kualitas tanaman yang bervariasi, dan dukungan kebijakan yang masih terbatas menjadi penghambat utama.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(saw/saw)