Breaking! PMI Manufaktur RI Kontraksi Lagi, Terburuk Sejak Covid

12 hours ago 5

Jakarta, CNBC Indonesia- Aktivitas manufaktur Indonesia terkontraksi pada April 2025. PMI bahkan mencatat kinerja terburuk sejak Agustus 2021 di mana pada periode tersebut Indonesia tengah dihantam pandemi Covid-19 gelombang Delta.

Data Purchasing Managers' Index (PMI) yang dirilis S&P Global hari ini, Jumat (2/5/2025) menunjukkan PMI manufaktur Indonesia ada di 46,7 atau mengalami kontraksi di April 2025. Ini adalah kali pertama PMI mencatat kontraksi sejak November 2024 atau dalam lima bulan terakhir.

PMI bahkan melaju dalam kecepatan terendah sejak Agustus 2021 atau 3,5 tahun lebih.

PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi. Sementara di bawah itu artinya kontraksi.

Koreksi pada April juga mengakhiri kinerja positif aktivitas manufaktur RI yang ekspansif pada Desember 2024 hingga Maret 2025.

S&P Global menjelaskan PMI manufaktur Indonesia mengalami kontraksi karena adanya penurunan tajam dalam volume produksi dan pesanan baru.

"Merespons perlambatan ini, pelaku industri mulai mengambil langkah penyesuaian dengan mengurangi aktivitas pembelian dan tenaga kerja pada awal kuartal kedua," tulis S&P dalam laporannya.

Selain itu, perusahaan memilih untuk mengurangi tingkat persediaan dengan memanfaatkan stok bahan baku dan barang jadi guna menyelesaikan produksi dan memenuhi pesanan.

Penguatan dolar Amerika Serikat (AS) turut mendorong naiknya harga barang impor. Sebagai upaya menjaga margin keuntungan, pelaku usaha menaikkan harga jual dengan laju yang lebih kuat.

Sebagai catatan, rupiah ambruk 0,24% pada April 2025 tetapi sudah jatuh 3,14% sepanjang tahun ini

Menurut S&P, produksi manufaktur mengalami penurunan tajam bahkan terdalam sejak Agustus 2021.


Untuk pertama kalinya dalam lima bulan, pesanan baru juga mengalami kontraksi.

"Permintaan pasar melemah baik di pasar domestik maupun ekspor. Bahkan, volume pesanan ekspor baru kembali turun untuk kedua kalinya dalam tiga bulan terakhir," tulis S&P.

"Prospek jangka pendek masih diselimuti ketidakpastian, karena para produsen mengalihkan kapasitas untuk menyelesaikan pekerjaan yang tertunda akibat minimnya penjualan. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi lesu saat ini kemungkinan akan berlanjut dalam beberapa bulan ke depan," ujar Usamah Bhatti, ekonom di S&P Global Market Intelligence.

Meski demikian, proyeksi untuk satu tahun ke depan tetap positif, karena perusahaan memperkirakan produksi akan meningkat seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi dan meningkatnya daya beli pelanggan.

Namun begitu, ketidakpastian mengenai waktu pemulihan ini membuat sebagian perusahaan menurunkan ekspektasi mereka.

"Tanda-tanda penyesuaian (retrenchment) lebih lanjut terlihat dari penurunan baru dalam aktivitas pembelianyang merupakan penurunan pertama dalam enam bulan terakhir," imbuh Bhatti.

Pada saat yang sama, produsen barang menurunkan persediaan baik sebelum maupun sesudah produksi, seiring turunnya pesanan baru dan output yang mendorong perusahaan untuk mengurangi tingkat stok.

Secara positif, berkurangnya tekanan terhadap kapasitas produksi membantu meringankan beban pada pemasok. Untuk pertama kalinya sejak November tahun lalu, terjadi perbaikan dalam waktu pengiriman rata-rata, meskipun hanya sedikit.

PHK Kembali Terjadi
Menyusul terjadinya penurunan permintaan, perusahaan mengurangi jumlah tenaga kerja pada April. Meskipun hanya sedikit, ini merupakan penurunan tenaga kerja pertama dalam lima bulan. Tekanan kapasitas yang lebih longgar juga mendorong perusahaan untuk mengalihkan tenaga kerja yang ada guna menyelesaikan pekerjaan yang masih tertunda,

Harga dan Inflasi Biaya Produksi

Di sisi harga, inflasi biaya input tercatat naik tajam pada April tetapi masih di bawah rata-rata jangka panjang survei. Bukti anekdotal menyebutkan bahwa penguatan dolar AS telah mendorong kenaikan harga bahan baku impor. Meski begitu, laju inflasi biaya input ini merupakan yang paling ringan sejak Oktober 2020. Perusahaan meresponsnya dengan menaikkan harga jual mereka untuk bulan ketujuh berturut-turut, dan dengan laju tercepat sepanjang tahun 2025 sejauh ini.

Prospek Ke Depan

Melihat ke depan, pelaku usaha di sektor manufaktur Indonesia tetap optimis bahwa volume produksi akan meningkat dalam satu tahun ke depan.

Namun, meskipun tetap kuat, tingkat optimisme menurun ke posisi terendah dalam tiga bulan terakhir, dan berada di bawah rata-rata jangka panjang.

Kepercayaan ini didukung oleh harapan akan membaiknya kondisi ekonomi dan terjadinya pemulihan menyeluruh di sektor manufaktur, serta harapan akan turunnya harga bahan baku.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(mae/mae)

Read Entire Article
8000hoki online hokikilat online
1000hoki online 5000hoki online
7000hoki online 9000hoki online
Ekonomi Kota | Kalimantan | | |