Bos BAPANAS Ingatkan, Kuota Dihapus Tak Bikin Langsung Jor-joran Impor

1 week ago 7

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan para menterinya untuk menghapus sistem kuota dan pertimbangan teknis (pertek) dalam impor pangan, terutama untuk komoditas penting yang menyangkut hajat hidup orang banyak, seperti daging sapi. Menurutnya, impor harus dilakukan secara netral dan terbuka, tanpa melibatkan segelintir perusahaan saja.

Merespons arahan tersebut, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menegaskan, kebijakan apapun tetap harus berpijak pada satu prinsip utama, yakni mengutamakan produksi dalam negeri. Perintah Prabowo itu, sambungnya, bukan berarti pemerintah akan membiarkan impor membanjiri pasar Indonesia.

"Ya, intinya maksud bapak Presiden itu dipermudah. Jadi, kalau memang sudah ada angkanya, tentunya berdasarkan neraca, kan ada neracanya. Neraca itu maksudnya lebih melindungi para petani dan peternakan. Jadi, tetap akan ada neraca komoditas, ada angka-angka yang harus dihitung. Tinggal ini kan masalahnya siapa yang mengimpor itu kan kemarin. Maksudnya dibuka seluas-luasnya, jangan 1-2 perusahaan saja. Maksudnya Pak Presiden kan itu," kata Arief saat ditemui di kantor Kemenko Bidang Pangan, Kamis (10/4/2025).

Ia menjelaskan, mekanisme impor sejatinya hanya menjadi opsi terakhir ketika produksi dalam negeri tidak mencukupi kebutuhan nasional. "Nomor satu adalah ketersediaan dari produksi dalam negeri. Itu yang nomor satu. Ada pun kalau belum memadai (produksi dalam negeri tidak mencukupi), nah itu baru dipikirkan pengadaan dari luar negeri," lanjutnya.

Arief juga mengingatkan, dalam kebijakan perdagangan internasional, aspek keseimbangan perdagangan atau trade balance juga jadi pertimbangan.

"Tentunya Pak Presiden kan juga mempertimbangkan ada trade balance. Trade balance itu maksudnya, kalau kita ekspor ke satu negara, kita juga perlu dong menyeimbangkan impor komoditas dari negara lain," ujarnya.

Salah satu contohnya adalah hubungan dagang dengan India. "Kalau ke India, kita kan eksportir CPO. Berarti kita trade balance-nya apa yang diambil dari sana? Nah, itu yang harus diseimbangkan," jelas Arief.

Terkait kekhawatiran atas kebijakan impor ini bisa bertabrakan dengan semangat swasembada, Arief menepisnya. Ia menegaskan, impor bukan berarti membiarkan pasar dibanjiri produk luar negeri.

"Makanya tadi saya bilang, ketersediaan dari produksi dalam negeri. Nomor satu itu, yang tidak ada atau kurang baru boleh diimpor," katanya.

Lebih lanjut, Arief menegaskan, rekomendasi impor tidak boleh ditafsirkan sebagai pembukaan keran selebar-lebarnya.

"Jangan ditafsirkan bahwa semuanya dibuka impor, nggak. Nanti petani, peternak kita (gimana nasibnya)... jadi bukan itu maksudnya pak Presiden. Maksudnya adalah kalau sudah ada perhitungannya, ya itu dibuka. Jangan hanya satu dua pemain saja yang impor. Maksudnya sederhananya seperti itu," terang dia.

Prinsip ini, menurutnya, juga sudah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. "Di Undang-Undang Pangan itu ada. Jadi pemenuhan kebutuhan adalah nomor satu dari dalam negeri. Kalau ada kekurangan, baru insufficient. Sambil kita meningkatkan produksi dalam negeri," jelasnya"

Arief pun kembali menggarisbawahi pernyataan Prabowo soal impor daging harus dilihat dalam konteks data yang sudah ada.

"Kenapa disebut daging, ya? Sudah ada kuotanya berapa, nah itu yang dibuka. Nah itu kan harus dirumuskan," pungkasnya.


(dce/dce)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Prabowo Mau Hapus Kuota Impor, Ekonom Ingatkan "Ancaman" Ini!

Next Article Impor Bahan Baku & Barang Modal Naik, Tanda Industri RI Bangkit?

Read Entire Article
8000hoki online hokikilat online
1000hoki online 5000hoki online
7000hoki online 9000hoki online
Ekonomi Kota | Kalimantan | | |