Jakarta, CNBC Indonesia - Kecanggihan teknologi saat ini membuat anak-anak yang masuk di dalam generasi Alpha dapat dengan mudah untuk bertransaksi. Hanya bermodalkan klik seorang anak dapat membeli mainan atau membeli voucher game favoritnya.
Hal ini juga mengubah pola konsumsi anak-anak menjadi lebih konsumtif. Jika orang tua tidak siap-siap, yang ada kantong jebol karena belanja anak-anak yang semakin sering. Lantas, bagaimana cara orang tua mengatur keuangannya dengan pola konsumsi anak yang baru?
Generasi Alpha adalah anak yang lahir di antara 2001-2024. Generasi ini tumbuh besar dengan smartphone dan gadget yang canggih lainnya yang memungkinkan memenuhi keinginannya dengan sekali 'klik;.
Berdasarkan riset dari perusahaan teknologi finansial Go Henry, generasi Alpha menghabiskan US$ 126,2 juta atau setara Rp 2,05 triliun (kurs Rp16.250/US$) antara 2023 sampai 2024 di Inggris, Amerika Serikat (AS), Perancis, dan Spanyol.
Menurut riset tersebut, sebagian besar uang belanja tersebut dihabiskan oleh anak-anak untuk layanan pesan antar makanan. Jumlahnya sebesar Rp 65,75 miliar atau meningkat 113% dari tahun sebelumnya.
Setengah belanja tersebut dilakukan di TikTok Shop. Facebook Marketplace, dan Instagram,
Mengutip CNBC Make It, pendiri GoHenry Louise Hill mengatakan bahwa kebiasaan konsumsi generasi Alpha menciptakan perilaku keuangan yang berbeda.
"Salah satu hal yang perlu kita ingat ketika kita memikirkan Gen Alpha khususnya adalah bahwa mereka terbiasa dengan segala sesuatu yang tersedia hanya dengan sekali sentuh, dan ini mendorong perilaku yang berbeda dalam hal keuangan," seperti dikutip pada Senin (14/7/2025).
Ia juga mengatakan walaupun sumber daya edukasi keuangan daring semakin melimpah, terdapat pula lonjakan produk dan aplikasi keuangan yang mudah digunakan, seperti kartu kredit, opsi pay later, dan pembayaran online membuat orang tua semakin sulit mengajarkan keterampilan keuangan kepada anak-anak.
Ia menekankan pentingnya anak-anak memahami "bahwa uang harus diperoleh sebelum dapat dibelanjakan," dan kemudian membelanjakannya dengan pemikiran dan pertimbangan.
Nah.. berikut tips bagi orang tua dalam mengenalkan dan mengatur uang untuk mengimbangi pola konsumsi anak-anak generasi Alpha.
Jadikan Uang 'Nyata'
Hill mengatakan penting bagi anak-anak untuk melihat "aspek konkret uang" seperti uang tunai, untuk memahami nilainya. Memberikan "uang saku rutin" adalah salah satu solusinya.
Jika rutin diberikan, misalnya uang saku setiap Sabtu, Hill menilai luar biasa betapa cepatnya anak-anak akan mulai menyadari, "Oh, lihat, ini setiap hari Sabtu. Jika saya menabung, saya punya uang untuk dibelanjakan. Dan sekarang saya bisa membeli X, Y, Z, jika saya menabung di hari Sabtu."
Memegang uang tunai fisik memungkinkan anak mengetahui berapa harga barang favorit mereka.
"Anda bisa memberi anak beberapa koin, lalu mereka bisa membayangkan berapa banyak koin yang bisa ditukar dengan sekantong permen, dibandingkan dengan mainan yang lebih besar," ujar pendiri GoHenry tersebut.
Untuk remaja, Hill mengusulkan metode "penganggaran pizza", yang memungkinkan anak-anak memahami secara visual berapa banyak uang yang dihabiskan untuk menjalankan rumah tangga dan membayar tagihan.
Pizza itu ibarat uang saku. Lalu, ajak anak berpikir, 'Coba tebak, berapa potongan pizza yang perlu kita kurangi jika ini gaji rumah tangga? Berapa potongan yang perlu kita kurangi untuk membayar sewa atau cicilan rumah?'
Saat pizza makin mengecil, muncul pemahaman tentang berapa banyak uang yang tersisa untuk belanja santai.
Libatkan Anak dalam Percakapan tentang Uang
Anak-anak bagaikan spons dan cenderung menyerap sikap orang tua mereka seputar uang, jadi Hill yakin ada baiknya untuk terus memberi mereka informasi tentang keuangan rumah tangga.
Ia mencontohkan krisis biaya hidup di Inggris pasca pandemi Covid-19, yang banyak diberitakan media. GoHenry mulai mendengar dari pelanggan bahwa anak-anak mereka khawatir dengan krisis biaya hidup.
"Anak-anak menyerap segalanya dalam situasi seperti itu, yang mungkin membuat Anda sebagai keluarga merasa stres memikirkan uang," katanya.
Orangtua dapat membicarakan kesulitan keuangan tanpa mengungkap masalahnya secara mendalam, seperti apakah mereka tidak mampu membayar sewa.
Misalnya, Hill mengatakan bahwa jika orang tua tidak lagi mampu membeli makanan dibawa pulang setiap Jumat malam, maka libatkan anak-anak dalam membuat "fakeaway", yang berarti membuat makanan tersebut di rumah.
"Bagaimana kalau mengajak anak-anak membuat pizza dan memilih toppingnya? Mungkin bisa juga pergi ke supermarket bersama dan membeli toppingnya sendiri, daripada membayar makanan untuk dibawa pulang, lalu menunjukkan kepada mereka berapa banyak uang yang dihemat," tambah Hill.
Hal ini dapat membantu anak-anak merasa lebih mampu mengendalikan kebiasaan membelanjakan uangnya, dan belajar untuk berhemat saat diperlukan seiring bertambahnya usia mereka.
(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]