Ternyata! Family Office Ketakutan Hadapi Depresiasi Dolar

3 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Survei terbaru yang dirilis oleh RBC Wealth Management bersama Campden Wealth mengungkapkan bahwa perusahaan keluarga atau family office kini bersikap lebih hati-hati dalam berinvestasi. Hal ini muncul setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif baru pada awal April lalu.

Mengutip CNBC Internasional, Minggu (26/10/2025), dalam survei terhadap 141 perusahaan pengelola kekayaan keluarga ultra-kaya di Amerika Utara, sebanyak 52% responden menilai bahwa uang tunai dan aset likuid lainnya akan memberikan imbal hasil terbaik dalam 12 bulan ke depan. Sementara itu, lebih dari 30% responden meyakini bahwa kecerdasan buatan (AI) akan menawarkan imbal hasil terbaik.

Dalam survei tahun sebelumnya, ekuitas pertumbuhan dan industri pertahanan menjadi pilihan paling populer, masing-masing mencapai kurang dari sepertiga responden.

Family office juga menurunkan ekspektasi imbal hasil tahun 2025, melaporkan rata-rata imbal hasil portofolio yang diharapkan sebesar 5% untuk tahun ini, turun dari 11% pada tahun 2024. Sebanyak 15% responden bahkan memperkirakan imbal hasil negatif, padahal hampir tidak ada yang berpandangan demikian pada tahun sebelumnya.

Prioritas investasi paling populer untuk tahun 2025 adalah peningkatan likuiditas, yang dipilih oleh hampir separuh family offices. Sedangkan pilihan teratas tahun lalu, dengan 34%, adalah diversifikasi portofolio.

Survei dilakukan dari April hingga Agustus. Bill Ringham dari RBC Wealth Management mengatakan bahwa gejolak pasar akibat tarif dan ketegangan geopolitik memainkan "peran penting" dalam hasil jajak pendapat yang pesimistis.

Meskipun pasar AS telah pulih ke rekor tertinggi sejak musim semi, family offices masih memiliki alasan lain untuk bersikap pesimis. Sebanyak 52% responden survei menyebutkan depresiasi dolar AS sebagai risiko pasar yang mungkin terjadi.

Nilai tukar dolar telah turun hampir 9% sejak awal tahun, dan bank-bank termasuk UBS memperkirakan depresiasi akan terus berlanjut. Selain kekhawatiran terhadap dolar, family office juga menghadapi kinerja lesu di sektor ekuitas swasta dan modal ventura.

Hampir seperempat responden mengatakan dana ekuitas swasta belum mencapai imbal hasil investasi yang diharapkan untuk tahun 2025, sementara 15% lainnya mengatakan hal yang sama untuk investasi langsung ekuitas swasta. Modal ventura mencatat sentimen bersih terendah, dengan 33% responden melaporkan imbal hasil yang tidak memuaskan.

Meskipun demikian, family offices berbondong-bondong meningkatkan alokasi dana ke kas, tidak hanya untuk memitigasi risiko, tetapi juga sebagai langkah strategis guna memanfaatkan peluang investasi yang mungkin muncul di masa depan.

"Mereka memiliki visi yang jauh lebih panjang tentang warisan dan keluarga mereka," kata Ringham, yang mengarahkan strategi kekayaan pribadi untuk divisi RBC AS.

"Dengan melakukan ini, mereka mungkin menciptakan modal untuk memanfaatkan peluang yang mereka lihat muncul di pasar," tambahnya.

Optimisme yang berhati-hati ini, kata Ringham, tercermin dari perubahan rencana alokasi aset para responden. Hanya sekitar 3% family office yang berencana meningkatkan alokasi dana ke kas dan aset likuid, jauh lebih kecil dibandingkan 20% yang ingin menambah investasi di ekuitas swasta langsung, serta 13% di dana ekuitas swasta.

Menurut dia, investasi di pasar swasta kini dianggap sebagai langkah penting untuk membangun kekayaan jangka panjang cukup besar untuk melampaui inflasi dan menopang kebutuhan keluarga yang terus bertumbuh.


(ven/haa)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Crazy Rich China Ramai-Ramai Tinggalkan Singapura, Ini Penyebabnya

Read Entire Article
8000hoki online hokikilat online
1000hoki online 5000hoki online
7000hoki online 9000hoki online
800hoki download slot games 2000hoki download slot games
4000hoki download slot games 6000hoki download slot games
Ekonomi Kota | Kalimantan | | |