Sektor Nikel Bakal Digoyal Royalti, Gimana Nasibnya?

1 week ago 11

Jakarta, CNBC Indonesia - Baru-baru ini pemerintah merencanakan akan ada kenaikan tarif royalti untuk industri sektor nikel maksimal sampai 19% dan akan segera berlaku pada bulan ini.

Sebagaimana diketahui sebelumnya, bahwa pada tahun ini pemerintah menargetkan penerimaan negara bukan pajak lebih tinggi untuk tahun-tahun mendatang. Adapun, pada tahun ini ditargetkan mencapai Rp513,6 triliun, lebih tinggi dari tahun sebelumnya Rp492 triliun.

Sebagai referensi, sektor mineral dan batu bara (minerba) menyumbang 42% dari total penerimaan negara bukan pajak pada 2024. Jadi, menyusun kebijakan fiskal dengan menaikkan royalti lebih tinggi menjadi salah satu agenda pemerintah untuk mencapai target itu.

Dan, pada bulan ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyampaikan kenaikan tarif royalti di sektor mineral bakal segera berlaku.

Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa kenaikan tarif royalti untuk sejumlah komoditas mineral, termasuk nikel dan emas, akan mulai berlaku efektif pada April 2025.

"Kalau royalti, untuk beberapa komoditas, termasuk nikel, emas, itu PP-nya sudah diselesaikan dan dalam waktu dekat sudah berlaku efektif. Bulan ini sudah berlaku efektif. Bulannya itu mungkin minggu kedua. Sudah berlaku efektif," kata Bahlil di Gedung Kementerian ESDM, Rabu (9/4/2025).

Menurut Bahlil, pemerintah sendiri telah melakukan sosialisasi untuk penerapan skema royalti yang baru. Adapun skema royalti terbaru nantinya akan menggunakan sistem range yang bergantung pada harga komoditas mineral di pasar global.

"Kalau harganya nikel atau emas naik, ada range tertentu. Tapi kalau tidak naik, itu tidak juga naik. Memang ada tabelnya. Kalau harga naik, otomatis perusahaan dapat untung. Masa kemudian kalau dapat untung, negara tidak mendapat bagian. Kita mau win-win. Kita ingin pengusahanya baik, negaranya juga baik," tambahnya.

Sebelumnya, Sekretaris Umum Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey berharap sebelum menaikkan royalti, pemerintah seharusnya mempertimbangkan terlebih dahulu kondisi pasar global.

"Ya, mungkin harus dilihat dulu bahwa sisi globalnya dulu. Karena kondisi kita ini kita harus memikirkan bahwa end market kita kan ada di dunia luar," kata Meidy dalam acara Mining Zone CNBC Indonesia, dikutip Rabu (26/3/2025).

Ia lantas menekankan pentingnya pemerintah untuk mempertimbangkan beberapa aspek utama sebelum kebijakan ini diputuskan. Pertama, bagaimana permintaan global terhadap nikel Indonesia.

Kedua, bagaimana biaya produksi Indonesia dibandingkan dengan negara penghasil nikel lainnya. Ketiga, pentingnya konsistensi regulasi untuk menciptakan iklim investasi di kalangan investor. "Karena beberapa investor juga merasa, bagaimana mau berinvestasi di Indonesia kalau inkonsistensi dalam regulasi," kata Meidy.

Harga Nikel Masih Bergejolak

Harga acuan nikel masih berada di bawah US$ 18.000 per ton. Tepatnya, pada perdagangan Kamis hari ini (10/4/2025) harga acuan nikel LME berada di US$ 14.579 per ton. Sejak pembukaan pasar turun moderat 0,11%, tetapi dalam seminggu ini sudah jeblok sekitar 7%.

Harga nikel dalam setahun terakhir juga masih dalam zona negatif sampai 18% dan saat ini berada di level terendah sejak September 2020.

Harga acuan nikelFoto: LME, Tradingeconomics
Harga acuan nikel

Penurunan harga nikel dalam beberapa tahun terjadi akibat kelebihan pasokan dari Indonesia, sementara permintaan belum bisa mengikuti karena perlambatan ekonomi global, terutama dari China yang masih lesu.

Kemudian akhir-akhir ini semakin diperparah dengan kekhawatiran perang dagang, terutama setelah Trump memutuskan tarif resiprokal, meskipun ada penundaan terhadap 58 negara.

Namun, tensi perang dagang masih meningkat dengan Tiongkok yang mengumumkan tarif 34% untuk semua impor AS dan kontrol ekspor untuk tanah jarang mulai 10 April, sebagai tanggapan atas tarif AS baru-baru ini yang dikenakan oleh Presiden Trump.

Sementara itu, ada peningkatan stok nikel di London Metal Exchange (LME) turut menekan harga, dengan nikel Indonesia yang diproses Tiongkok sekarang menyumbang lebih dari 50% inventaris LME, naik dari hanya 11% pada awal tahun 2024.

Vincent Liao, Country Manager di Shanghai Metals Market menyoroti harga nikel yang terus turun "

Pergerakan harga nikel LME baru-baru ini tampaknya terutama didorong oleh faktor-faktor makro seperti kebijakan tarif AS daripada fundamental permintaan-penawaran tradisional." ungkapnya.

Ia juga mengantisipasi bagi produsen nikel akan menghadapi hambatan geopolitik yang potensi meningkatkan biaya produksi, yang selanjutnya dapat menekan margin laba.

Lantas, Gimana Dampak Tarif Royalti ke Emiten?

Untuk mencermati dampaknya, di sini kami menunjukkan data terkait usulan kenaikan tarif yang akan berlaku pada bulan ini menurut data Kementerian ESDM.

Dari tabel di atas terlihat bahwa akan terjadi kenaikan tarif royalti nikel dari beberapa rentang harga.

Pada saat ini harga nikel masih berada di bawah US$ 18.000 per ton, yang artinya dampak paling besar adalah emiten yang memiliki bisnis di jenis nikel Ferronickel (FeNi) dan Nickel Matte dengan kenaikan tarif royalti, masing-masing mencapai 150% dan 125%.

Sementara untuk jenis Nickel Ore mengalami kenaiakn 40% dari tarif semula 10% menjadi 14%. Sedangkan jenis Nickel Pig Iron (NPI) tidak mengalami perubahan tarif.

Kami melihat ada beberapa emiten yang akan kena dampaknya, seperti PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) yang banyak memiliki produk akhir FeNi.

Lalu dengan produk akhir Nickel Matte ada PT Vale Indonesia Tbk (INCO) dan PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA), melalui PT Zhao Hui Nickel.

Sebagai catatan, produk nikel di Indonesia rata-rata dihasilkan melalui smelter RKEF, diantaranya ada Feronickel (FeNi) yang memiliki komposisi utama berupa besi dan nikel.

Feronikel sendiri punya kadar nikel sebesar 15-40%, di mana kadar nikel menentukan kualitas produk akhir.

Selain itu, smelter RKEF juga menghasilkan nickel pig iron (NPI) yang merupakan produk feronikel dengan kualitas paling rendah (2-15% Ni). Keduanya, digunakan sebagai bahan baku stainless steel.

Sementara, jika tidak langsung dijual, NPL dan Feni bisa dibentuk lagi dengan kualitas lebih tinggi menjadi nickel matte (30%-80%). Ini bisa menjadi bahan baku baterai kendaraan listrik.

Vincent juga menyatakan pendapatnya terhadap dampak royalti

"Di sisi Indonesia, kebijakan royalti baru akan berdampak langsung pada pemegang izin pertambangan IUP/IUPK dengan menaikkan biaya operasional secara struktural" ungkapnya.

Namun, Ia juga menjelaskan bahwa engan berakhirnya musim hujan dan meningkatnya pasokan bijih yang memasuki pasar, kekuatan yang berlawanan bisa menstabilkan harga bijih nikel dalam waktu dekat.

CNBC INDONESIA RESEARCH

Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut

(tsn/tsn)

Read Entire Article
8000hoki online hokikilat online
1000hoki online 5000hoki online
7000hoki online 9000hoki online
Ekonomi Kota | Kalimantan | | |