Membangun Ketahanan dan Kemandirian Energi via Strategi Perang Semesta

2 hours ago 3

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Dalam beberapa tahun terakhir, isu energi kembali naik ke permukaan sebagai salah satu tantangan terbesar bagi Indonesia. Ketergantungan yang tinggi pada impor BBM, kerentanan pasokan listrik di daerah terpencil, dan dinamika geopolitik global membuat negara harus memikirkan ulang cara menjaga stabilitas energi nasional.

Energi bukan lagi sekadar kebutuhan industri atau rumah tangga. Energi adalah tulang punggung kedaulatan. Tanpa energi, pertahanan lumpuh, perekonomian tenggelam, dan stabilitas sosial berada dalam risiko.

Dalam konteks inilah konsep Strategi Perang Semesta yang selama ini dikenal dalam pertahanan nasional, kembali menjadi relevan dan bahkan sangat strategis untuk mendorong ketahanan serta kemandirian energi Indonesia.

Strategi Perang Semesta pada dasarnya adalah pendekatan terpadu yang melibatkan seluruh kekuatan bangsa dalam menghadapi ancaman. Dalam konteks militer, strategi ini menekankan peran rakyat sebagai komponen pendukung, pemanfaatan seluruh wilayah sebagai basis pertahanan, serta mobilisasi sumber daya nasional untuk mendukung keberlangsungan negara.

Jika konsep ini diterjemahkan ke dalam sektor energi, kita menemukan sebuah kerangka yang kuat untuk membangun sistem energi yang tangguh, mandiri, dan berkelanjutan. Pendekatan ini membantu negara keluar dari pola pikir sektoral yang selama ini terfragmentasi antara pemerintah pusat, daerah, swasta, dan masyarakat. Sebaliknya, Strategi Perang Semesta mengajak seluruh elemen untuk melihat energi sebagai isu strategis bersama.

Langkah pertama adalah memahami relevansi prinsip kerakyatan dalam sektor energi. Dalam Strategi Perang Semesta, rakyat bukan hanya objek pertahanan, tetapi subjek yang berperan secara aktif. Dalam dunia energi, hal ini dapat diterjemahkan menjadi partisipasi masyarakat dalam produksi energi skala kecil, efisiensi energi, serta keterlibatan komunitas dalam menjaga infrastruktur.

Teknologi energi terbarukan seperti panel surya atap, mikrohidro, biogas, dan pembangkit tenaga angin skala kecil menjadikan desentralisasi energi semakin memungkinkan. Desa-desa yang memiliki sumber daya biomassa dapat membangun instalasi biogas atau gasifikasi.

Daerah dengan sungai berarus deras dapat menggunakan mikrohidro. Wilayah pesisir dengan angin stabil dapat memanfaatkan turbin angin lokal. Dengan pendekatan ini, masyarakat tidak lagi bergantung sepenuhnya pada pasokan energi dari pusat. Mereka menjadi bagian dari solusi sekaligus membangun cadangan energi lokal yang dapat menopang sistem nasional.

Pendekatan ini juga mengurangi risiko pemadaman besar akibat kegagalan sistem terpusat. Dalam dunia militer, ini mirip dengan taktik perang gerilya yang menghindari titik kelemahan tunggal. Jika satu titik diserang, masih terdapat ratusan titik lain yang tetap berfungsi.

Begitu pula dengan energi. Ketahanan energi nasional membutuhkan jaringan produksi dan distribusi yang tersebar agar tidak mudah lumpuh akibat gangguan alam, sabotase, atau kegagalan teknis.

Prinsip kedua dalam Strategi Perang Semesta adalah kewilayahan. Indonesia adalah negara kepulauan dengan keragaman geografis yang sangat ekstrem. Kondisi ini bukan hambatan, tetapi justru modal besar jika dikelola dalam kerangka kewilayahan.

Setiap daerah memiliki potensi energi yang berbeda. Sumatera dan Jawa Barat memiliki potensi panas bumi terbesar di dunia. Kalimantan memiliki sungai besar yang mampu menjadi basis PLTA. Sulawesi memiliki cadangan nikel yang dibutuhkan dalam industri baterai. Nusa Tenggara memiliki intensitas matahari yang tinggi sepanjang tahun. Maluku dan Papua memiliki potensi energi kelautan yang besar.

Dengan prinsip kewilayahan, strategi energi nasional dapat dirancang seperti pertahanan berlapis. Setiap wilayah tidak dipaksakan untuk mengikuti pola energi yang sama. Sebaliknya, setiap daerah mengembangkan energi berdasarkan potensi lokal yang paling kuat.

Hal ini menciptakan keberagaman pasokan, meningkatkan keandalan sistem, dan mengurangi beban distribusi. Lebih penting lagi, model ini menciptakan pusat pusat energi baru yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi regional.

Prinsip ketiga adalah kesemestaan, yaitu keterlibatan seluruh sumber daya nasional. Dalam konteks energi, kesemestaan berarti integrasi kebijakan lintas sektor. Selama ini, persoalan energi sering dianggap sebagai domain Kementerian ESDM atau PLN saja. Padahal, ketahanan energi membutuhkan kolaborasi antara kementerian keuangan, perindustrian, perdagangan, pertahanan, riset teknologi, dan pemerintah daerah.

Industri pertahanan dapat memproduksi komponen energi tertentu. Industri otomotif dapat diarahkan ke produksi kendaraan listrik. Kementerian keuangan dapat memperbaiki insentif fiskal untuk energi terbarukan. Perguruan tinggi dan lembaga riset dapat berkolaborasi untuk mengembangkan baterai generasi baru.

Mobilisasi sumber daya seperti ini mirip dengan mobilisasi nasional dalam strategi pertahanan. Pada masa perang, negara mengubah industri sipil menjadi industri yang mendukung pertahanan. Dalam konteks energi, mobilisasi dapat berupa transformasi industri nasional untuk mendukung teknologi energi bersih.

Semakin banyak rantai pasok energi yang diproduksi di dalam negeri, semakin besar tingkat kemandirian Indonesia. Hal ini penting mengingat banyak energi terbarukan masih bergantung pada impor panel surya, inverter, turbin, dan bahan baku tertentu. Ketergantungan impor adalah titik lemah yang dapat dimanfaatkan oleh pihak luar dalam situasi geopolitik yang tidak menentu.

Strategi Perang Semesta juga membantu pemerintah melihat ancaman energi secara lebih luas. Ancaman terhadap energi tidak hanya berupa krisis pasokan atau kenaikan harga minyak global.

Ancaman juga dapat berupa serangan siber terhadap gardu induk, tekanan politik negara eksportir BBM, dominasi teknologi oleh negara tertentu, perubahan iklim, serta ketidakstabilan sosial akibat ketidaksetaraan akses energi. Dengan perspektif pertahanan, negara terdorong untuk membangun cadangan strategis, meningkatkan keamanan infrastruktur vital, dan mempersiapkan sistem cadangan darurat yang dapat diaktifkan kapan saja.

PLN misalnya dapat mengembangkan unit pembangkit cepat respons di berbagai wilayah strategis. Pemerintah dapat memperbesar cadangan BBM dari yang saat ini hanya beberapa minggu menjadi beberapa bulan. Perusahaan seperti Pertamina dan perusahaan baterai nasional dapat mengembangkan penyimpanan energi skala besar untuk mendukung jaringan listrik yang semakin terintegrasi.

Selain itu, Strategi Perang Semesta dapat menjadi dasar perumusan kebijakan energi jangka panjang yang konsisten. Sering kali pergantian kepemimpinan politik mengubah arah kebijakan energi. Dalam konteks pertahanan, strategi besar tidak boleh berubah hanya karena perubahan politik. Dengan mengadopsi pendekatan semesta, energi ditempatkan sebagai urusan strategis negara.

Kebijakan energi jangka panjang harus dipertahankan secara konsisten, lintas pemerintahan dan lintas kepemimpinan. Tanpa konsistensi, Indonesia berisiko kehilangan momentum dalam transisi energi global yang sedang berlangsung. Negara negara lain bergerak cepat dalam membangun industri baterai, kendaraan listrik, energi surya, dan hidrogen. Jika Indonesia lambat, negara ini bisa menjadi pasar bagi produk luar negeri tanpa memiliki kekuatan produksi sendiri.

Potensi lainnya adalah penguatan kerja sama antara TNI dan sektor energi dalam menjaga keamanan infrastruktur vital nasional. Pipa gas, kilang minyak, PLTA, pembangkit nuklir kecil jika nanti dikembangkan, dan gardu induk adalah aset yang harus dilindungi secara fisik dan digital.

Dalam banyak negara maju, militer memiliki unit khusus untuk melindungi energi. Konsep semesta dapat mendorong pembentukan kerja sama terstruktur antara TNI dan sektor energi untuk menghadapi ancaman modern termasuk serangan siber terhadap infrastruktur energi.

Pada akhirnya, tujuan utama dari semua ini adalah membangun kemandirian energi. Kemandirian bukan berarti negara menutup diri dari perdagangan global. Kemandirian berarti negara tidak berada dalam posisi rentan ketika terjadi gejolak luar negeri.

Kemandirian adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan energi dasar secara mandiri tanpa tekanan eksternal yang mengancam kedaulatan. Dalam dunia yang semakin tidak pasti, ketahanan dan kemandirian energi adalah fondasi stabilitas nasional.

Strategi Perang Semesta menawarkan suatu cara pandang yang menyeluruh, partisipatif, dan strategis untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan melibatkan rakyat sebagai produsen energi kecil, memanfaatkan semua potensi wilayah, serta mengintegrasikan seluruh sumber daya nasional, Indonesia dapat membangun sistem energi yang kuat dan tahan terhadap guncangan.

Inilah saatnya menggeser cara pikir bahwa energi adalah urusan teknis. Energi adalah urusan strategis. Energi adalah pertahanan negara. Jika Indonesia mampu menerapkan konsep ini secara menyeluruh, maka dalam dua atau tiga dekade mendatang negara ini tidak hanya akan memiliki ketahanan energi yang kuat, tetapi juga menjadi pemain utama dalam industri energi bersih dunia.

Negara akan lebih mandiri, lebih stabil, dan lebih siap menghadapi tantangan masa depan. Strategi Perang Semesta dapat menjadi fondasi konseptual dan operasional yang membawa Indonesia menuju era baru kedaulatan energi nasional.


(miq/miq)

Read Entire Article
8000hoki online hokikilat online
1000hoki online 5000hoki online
7000hoki online 9000hoki online
800hoki download slot games 2000hoki download slot games
4000hoki download slot games 6000hoki download slot games
Ekonomi Kota | Kalimantan | | |