Kontemplasi Peran Tenaga Kerja Berkelanjutan

8 hours ago 3

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Pekerja, pegawai, buruh atau istilah lainnya tenaga kerja selalu menjadi buah bibir khalayak ramai dari dahulu hingga sekarang. Momentum memanasnya pada Agustus 2025 lalu di era kepemimpinan presiden baru Prabowo Subianto pecah, saat terjadi penyampaian pendapat disertai tindakan penyimpangan terhadap fasilitas umum dan privat oleh oknum yang kurang bertanggungjawab.

Pada akhirnya situasi tersebut menyebabkan kurang terkontrolnya dinamika di masyarakat yang cenderung destruktif. Alih-alih menyampaikan pendapat, beberapa pendapatan sebagian masyarakat mengalami sedikit gangguan, khususnya bagi para pencari rupiah sektor nonformal. Tentu dalam setiap penyampaian pendapat banyak potensi ditunggangi oleh pihak-pihak yang mengambil kesempatan tersebut, apabila penyampaian pendapat dilakukan oleh para pekerja.

Pekerja, pegawai, buruh, karyawan atau tenaga kerja sesungguhnya hanya bagian dari sebuah organisasi yang aktivitasnya didasarkan pada tugas dan pokok serta fungsinya. Gerak dan upaya yang dilakukan dalam organisasi yang mapan akan selalu dipengaruhi oleh budaya organisasi atau aturan yang berlaku.

Artinya tidak dibenarkan tenaga kerja melakukan pekerjaan di luar tugas dan pokok serta fungsinya, kecuali mendapat arahan lain dari pimpinan demi mencapai tujuan organisasi. Aktivitas maupun arahan tersebut sejalan dengan makna umum tenaga kerja, yaitu orang yang bekerja, orang yang menerima upah atas hasil kerjanya, atau orang yang mengerjakan sesuatu untuk mencari nafkah atau mendapatkan imbalan lainnya.

Dalam konteks tersebut, paling tidak ada tiga faktor penting yang perlu kita elaborasi untuk mengetahui peran dan fungsi tenaga kerja agar mampu memberikan kontribusi nyata bagi organisasi. Peran dan fungsi masing-masing faktor menjadi penentu respon yang nantinya dihasilkan dalam menjawab realitas interaksi sosial maupun bisnis yang terjadi.

Tiga faktor penting tersebut antara lain Organisasi atau kelompok berkelanjutan, kedua Pekerjaan berkelanjutan dan ketiga Tenaga Kerja berkelanjutan. Bagaimana peran tenaga kerja dalam sebuah organisasi dan seberapa besar pengaruhnya terhadap keberlanjutan organisasi, kita bisa melihat ulasan sebagai berikut.

Organisasi Berkelanjutan
Organisasi secara umum dapat diartikan sebagai kumpulan dua orang atau lebih yang terorganisir, mempunyai maksud dan tujuan untuk mencapai target yang telah disepakati bersama. Tujuan organisasi atau kelompok menjadi sangat krusial kalau tidak didesain secara matang. Tujuan organisasi sangat menentukan keberadaan, keberlanjutan dan kemampuan memberikan nilai dan kebermanfaatan bagi lingkungan.

Tujuan dan keberadaan organisasi perlu dipertanyakan secara mendalam dengan pertanyaan mendasar. Mengapa organisasi itu harus ada, Bagaimana organisasi itu harus ada, siapa saja yang harus mendirikan menjalankan dan seterusnya. Pertanyaan-pertanyaan mendasar yang bersifat epistimologis, ontologis maupun aksiologis perlu dihadirkan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi keniscayaan apabila organisasi yang dibentuk benar-benar mempunyai tujuan berkelanjutan.

Tujuan yang berkelanjutan menjadi navigasi bagi organisasi untuk diturunkan dalam strategi pencapaian target jangka pendek, menengah maupun jangka Panjang. Sejatinya tujuan organisasi baik yang bersifat profit maupun non-profit haruslah menghadirkan kebermanfaatan bagi lingkungan sekitar.

Artinya nilai kebermanfaatan menjadi kata kunci untuk menjaga eksistensi dan keberlanjutan organisasi. Tentu kita mengenal istilah value for money, istilah yang sering muncul pada aktivitas Public Services Obligation (PSO). Istilah value for money sejatinya perlu kita perlebar maknanya pada semua aktivitas organisasi dalam konteks keberlanjutan sehingga setiap organisasi yang muncul selalu menghadirkan kebermanfaat yang berkelanjutan.

Melekatkan kebermanfaatan lingkungan sebagai marwahnya juga menjadi salah satu faktor penting maksud berdirinya organisasi berkelanjutan. Dengan memperlebar cakupan manfaatnya, maka baik shareholder, pekerja/anggota, pemasok, pelanggan, masyarakat, dunia pendidikan, media dan regulator akan saling bahu membahu memposisikan diri untuk saling mendukung bukan saling menegasikan.

Menjaga keberlanjutan organisasi memang tidak mudah, tetapi bukan tidak mungkin dilakukan jika komitmen kuat melekat pada pendiri dan pelaksana organisasi. Dinamika tumbang dan timbulnya organisasi tentu bisa saja terjadi kapan saja. Bahkan menurut data S&P global dalam kurun waktu 14 tahun rata-rata 500 lebih tiap tahunnya perusahaan di Amerika Serikat mengalami kebangkrutan atau tumbang.

Dalil-dalil penyebab tumbangnya organisasi banyak faktor, mulai dari missed management, terbatasnya resources, bencana lingkungan baik secara alami maupun yang disebabkan oleh kerusakan akibat berdirinya organisasi, perubahan teknologi, peperangan dan masih banyak lagi penyebab lainnya.

Dalil-dalil bermunculan organisasi baru juga banyak faktor mulai dari fokus pada profit sampai demand yang muncul akibat perubahan pola dan kebiasaan interaksi sosial. Beberapa lainnya melakukan shifting terhadap business as usual dalam merespons perubahan lingkungan bisnisnya.

Tentu banyak metode yang digunakan oleh organisasi dalam menganalisasi kondisi eksternal agar tetap terjaga keberlanjutan organisasi baik menggunakan SWOT, PESTLE maupun Blue Ocean Shift yang merupakan sebagian metodologi yang digunakan. Dalil tersebut sah-sah saja, tetapi secara umum tumbangnya organisasi sering kali disebabkan oleh tidak ketidakmampuan dalam "merespons" perubahan lingkungan (Konteks).

Pekerjaan Berkelanjutan
Respons entitas sangat memengaruhi keberlanjutan organisasi yang kemudian berdampak kepada kebutuhan dan perubahan pekerjaan. Perubahan pekerjaan ini juga akan berimplikasi langsung maupun tidak langsung kepada ketersediaan tempat bekerja.

Tentu kita tahu bahwa bekerja adalah aktivitas manusia paling purba dalam menjaga eksistensi dan keberlanjutan kehidupan. Bekerja juga menandakan bahwa kita bergerak dari satu titik menuju titik lainnya. Dahulu sebelum masuk revolusi industri 4.0, bekerja merupakan aktivitas yang sangat sederhana.

Hanya dengan berburu untuk mencukupi kebutuhan dasar (basic need), kemudian bercocok tanam dan mengumpulkan kebutuhan dasar untuk beberapa hari ke depan, sampai munculnya produksi masal dengan tujuan tidak hanya untuk kebutuhan dasar, tetapi sampai kebutuhan sekunder dan tersier.

Saat kebutuhan sudah bercampur baur dengan hasrat atau keinginan maka ide tentang produksi bersifat masal menjadi tak terhindarkan. Hal tersebut berujung pada munculnya cerobong asap mesin uap akibat penemuan mesin uap oleh James Watt sehingga pecahlah revolusi industri 1.0.

Perubahan yang ujung perjalanannya menimbulkan pertentangan kelas, antara buruh dan majikan yang terjadi hingga sekarang. Tentu dalam setiap perubahan terdapat sisi positif dan negatif, Perbedaan sudut pandang akan memengaruhi dampak yang ditimbulkan.

Tetapi setiap perubahan lingkungan dan interaksi sosial juga merupakan bagian dari proses penyempurnaan lingkungan. Proses yang alami yang terjadi sebagai akibat keterikatan antara ruang dan waktu.

Tak hanya itu, perubahan lingkungan dan interaksi sosial serta dukungan teknologi yang semakin masif pada akhirnya mengubah kebutuhan Pekerjaan. Kebutuhan pekerjaan lama kini sudah bergeser dengan cepat setelah munculnya teknologi Internet of Thing dan Artificial Intelligent, bahkan ada yang punah.

Pergeseran jenis pekerjaan menjadi efek domino dari pergeseran penggunaan teknologi dalam aktivitas sosial maupun bisnis. Pekerjaan berulang-ulang, mempunyai volume besar, bisa dibuat permodelan dan mempunyai kecenderungan yang sama, tentu akan sangat mudah dibuat pola dan data base.

Pola dan data base jika mampu dihubungkan kata, frase maka akan menjadi bahasa pemrograman. Bahasa pemrograman merupakan algoritma yang dapat digunakan untuk melakukan simplifikasi sebuah aktivitas atau kegiatan.

Algoritma yang sudah tersusun dengan rapi pada akhirnya akan bisa direplikasikan ke dalam aplikasi teknologi yang terintegrasi. Aktivitas yang sudah direplikasi dengan teknologi menjadi upaya bagi organisasi untuk menghadirkan kegiatan operasional yang efektif dan efisien. Kegiatan operational organisasi berkelanjutan akan selalu melakukan simplifikasi proses dengan tetap mengedepankan aspek governance untuk mendapatkan hasil yang optimal.

Gambaran tersebut di atas jika kita sederhanakan maka pekerjaan keberlanjutan dapat diwujudkan dalam organisasi berkelanjutan. Sehingga sinergi dan kolaborasi maksud dan tujuan berdirinya organisasi menjadi keniscayaan dalam mengupayakan keberlanjutan organisasi maupun pekerjaan.

Hal tersebut berlaku bagi organisasi profit maupun non-profit. Selain itu, organisasi berkelanjutan maupun pekerjaan berkelanjutan dalam menjaga eksistensi organisasi tidak bisa menegasikan peran pekerja berkelanjutan agar respons terhadap perubahan kondisi eksternal mampu diantisipasi sedini mungkin.

Tenaga Kerja Berkelanjutan
Punahnya pekerjaan atau beralihnya pekerjaan merupakan faktor penting yang mesti diperhatikan oleh organisasi. Seperti halnya disampaikan oleh Mckinsey pada tahun 2019 dalam laporan berjudul "Otomasi dan Masa Depan Pekerja Indonesia: Pekerjaan yang hilang, muncul dan berubah", bahwa tahun 2030 terdapat 23 juta jenis pekerjaan yang akan punah.

Namun demikian, pekerjaan baru akan muncul sekitar 27 juta hingga 46 juta, di antara jumlah pekerjaan yang muncul 10 juta diantaranya adalah lapangan kerja baru yang diakibatkan oleh perubahan teknologi. Perubahan tersebut tentu perlu kita sikapi dengan tangan terbuka agar tidak terlalu skeptis dan pesimis.

Organisasi harus mampu merespon dengan bijak. Hal tersebut dilakukan agar kesiapan tenaga kerja (employee readiness) dan penyerapan tenaga kerja dalam organisasi bisa disiapkan sesuai dengan kebutuhan masing-masing organisasi.

Banyak cara yang bisa dilakukan organisasi dalam merespon realitas interaksi sosial maupun bisnis saat ini. Kesiapan organisasi bisa dilakukan secara internal dengan membangun People Development Program atau talent management maupun secara eksternal dengan bekerja sama dengan stakeholder yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. Menyiapkan tenaga kerja berkelanjutan dalam era digital memang penuh tantangan.

Satu sisi organisasi perlu melakukan regenerasi untuk menjaga keberlanjutan organisasi, di sisi lain organisasi dituntut untuk terus melakukan optimalisasi terhadap sumber daya yang ada. Perubahan lingkungan eksternal tentu menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi organisasi yang secara resources kurang mumpuni.

Ditambah dengan kondisi tenaga kerja atau sumber daya manusia yang cenderung statis atau tidak mampu melakukan adaptasi dengan kebutuhan organisasi. Alih-alih memberikan upskilling kepada tenaga kerja, hasilnya sering kali meningkatkan biaya overhead. Tentu organisasi berkelanjutan akan lebih siap dalam menyikapi perubahan eksternal daripada organisasi yang belum mengarah kepada organisasi berkelanjutan.

Peran tenaga kerja berkelanjutan menjadi penting dalam mendukung keberlanjutan organisasi dan peralihan pekerjaan berkelanjutan. Kemampuan dasar (technical competencies), kemampuan personal (intangible asset/soft competencies) seperti communication skill, analitycal thinking, innovation, morality, integrity dan membaca konteks (kekinian dan kedisinian) atas konten (informasi, pengetahuan dan data serta fakta) yang terjadi, merupakan modal utama bagi tenaga kerja berkelanjutan.

Mindset tenaga kerja tersebut merupakan atribut yang menjadi keharusan untuk dilekatkan kepada tenaga kerja berkelanjutan. Kemampuan tenaga kerja berkelanjutan yang mempunyai technical competenies dan soft competencies yang mumpuni merupakan pilar utama bagi organisasi berkelanjutan.

Dengan demikian, tenaga kerja berkelanjutan sesungguhnya mampu menjadi entitas yang mandiri jika kedua atribut tersebut dimiliki secara baik. Sehingga respon tenaga kerja berkelanjutan tidak destruktif atau cenderung menyalahkan pihak lain.

Contoh nyata adalah data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Februari 2025 proporsi pekerja informal naik jadi sekitar 86,58 juta orang atau 59,40 persen dari total penduduk bekerja. Ditambah dengan data pemerintah menunjukkan lonjakan PHK sebesar 32 persen pada paruh awal 2025. Berdasarkan laporan BPJS Ketenagakerjaan, kasus PHK Januari-Juni 2025 mencapai 150.000 orang, dan 100.000 di antaranya telah mengajukan klaim jaminan.

Data dan fakta tersebut bagi tenaga kerja berkelanjutan tentu akan dipandang sebagai tantangan yang harus dilewati. Penyampaian pendapat kepada pemangku kebijakan memang menjadi hal yang lazim dan wajar di era demokrasi saat ini, tetapi respons yang riil dari tenaga kerja berkelanjutan jauh lebih penting. Respon atas realitas yang terjadi, sekali lagi akan sangat menentukan hasil ke depannya.

Dengan demikian, organisasi berkelanjutan akan menyiapkan pekerjaan yang berkelanjutan dengan tenaga kerja yang berkelanjutan. Konsekuensi dari semua itu adalah perlunya penyesuaian dan kesiapan infrastruktur dalam organisasi saat awal mendirikan sampai dengan beroperasinya organisasi.

Bagi tenaga kerja berkelanjutan tentu tidak perlu merespon secara berlebihan atas pergolakan dan perubahan kondisi interaksi sosial dan bisnis. Karena bagi tenaga kerja berkelanjutan seluruh potensi yang melekat sebagai atribut sebagai manusia dioptimalkan secara penuh untuk kebermanfaatan lingkungan.

Saatnya bercocok tanam bisa melakukan, saatnya masuk dalam atmosfir industrialisasi mampu menyesuaikan diri, saatnya masuk dalam digitalisasi mampu beradaptasi. Artinya dalam kondisi apapun tenaga kerja berkelanjutan mampu mewarnai setiap masa dan setiap zaman. Kuncinya ada pada cara membaca perubahan dan merespons perubahan interaksi sosial maupun bisnis. Sudah kita membaca dan merespon dengan tepat, semoga sudah!


(miq/miq)

Read Entire Article
8000hoki online hokikilat online
1000hoki online 5000hoki online
7000hoki online 9000hoki online
800hoki download slot games 2000hoki download slot games
4000hoki download slot games 6000hoki download slot games
Ekonomi Kota | Kalimantan | | |