Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintahan Prabowo Subianto menargetkan pertumbuhan 8% pada 2029. Sektor pertambangan diharapkan bisa menjadi salah satu penopangnya.
Berbagai macam tantangan menghadang di saat Indonesia mengejar target pertumbuhan mulai dari dinamika geopolitik, transisi energi, dan fluktuasi harga komoditas masih cukup tinggi. Industri tambang sebagai salah satu tulang punggung perekonomian pun perlu didorong agar menjadi motor penggerak pertumbuhan.
Regulasi baru, hilirisasi mineral, serta kebijakan insentif pemerintah menjadi faktor penentu keberlanjutan sektor ini di 2025.
Tak hanya itu, kontribusi sektor pertambangan terhadap produk domestik bruto (PDB) juga masih tergolong cukup besar. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut di tahun 2024 sektor pertambangan masuk ke dalam salah satu lima lapangan usaha dengan kontribusi terbesar ke ekonomi RI, setelah industri pengolahan, perdagangan, pertanian, dan konstruksi.
Pentingnya sektor pertambangan dan kontribusinya disadari oleh pemerintah dengan melakukan larangan ekspor mineral mentah sejak 2014 lalu, diikuti dengan kewajiban melakukan hilirisasi untuk komoditas mineral dan batu bara di tanah air. Sektor pengolahan pun memberikan kontribusi yang besar bagi ekonomi RI.
Di samping itu, investasi di sektor pertambangan dan pengolahan juga terus mengalami peningkatan dan menimbulkan multiplier effect baik terhadap perekonomian nasional maupun daerah. Data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan pada 2024 Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor minerba mencapai Rp 269,6 triliun, atau 115% dari target capaian 2024 yang mencapai Rp 234,2 triliun.
Pemerintah juga terus mendorong hilirisasi di sektor mineral dan batu bara lainnya. Salah satunya dengan mendorong hilirisasi batu bara dengan mengubahnya menjadi Dimethyl ether (DME) sebagai energi alternatif pengganti Liquefied Petroleum Gas (LPG) dan metanol.
Untuk mendorong transisi energi ini, CNBC Indonesia menggelar CNBC Indonesia Mining Forum 2025, pada Selasa 18 Maret 2025, dengan mengusung tema "Industri Tambang di Tengah Target Pertumbuhan Ekonomi 8% dan Gejolak Dunia".
Berikut poin-poin dari para narasumber dari regulator dan pelaku industri sektor mineral dan batu bara.
Todotua Pasaribu - Wakil Menteri Investasi atau Wakil Kepala BKPM
a) Hilirisasi Akan Menyentuh Komoditas Lain
Wakil Menteri Investasi atau Wakil Kepala BKPM, Todotua Pasaribu mengatakan realisasi investasi di sektor hilirisasi pertambangan pada tahun 2024 menembus hingga Rp 407,8 Triliun. Paling besar, investasi tersebut disumbang dari hilirisasi mineral yakni nikel dengan angka Rp 153,2 triliun.
Menurut Todotua, tak cuma nikel, tembaga hingga bauksit juga menjadi penyumbang dalam investasi di sektor hilirisasi Indonesia. Kelak, bukan cuma pertambangan, hilirisasi akan menyasar komoditas lainnya, seperti kehutanan, pertanian, CPO hingga minyak dan gas bumi (migas).
b) Batu Bara Masih Jadi Energi Murah
Wakil Menteri Investasi/Wakil Kepala BKPM Todotua Pasaribu menegaskan batu bara menjadi salah satu sumber energi yang murah dan harus dimanfaatkan.
Ia mengungkapkan hilirisasi batu bara harus segera dilakukan untuk mendapatkan nilai tambah dari komoditas ini. Apalagi Indonesia memiliki salah satu cadangan batu bara terbesar di dunia. Berdasarkan data dari US Energy Information Administration (EIA), pada 2022 Indonesia menjadi negara yang mempunyai cadangan terbesar nomor tujuh di dunia, atau sebesar 3,26% daripada cadangan resources, total cadangan global, sedangkan berbicara gas bumi kita merupakan peringkat atau tempat terbesar di Asia Pasifik.
Menurutnya, beberapa potensi hilirisasi rumusan utamanya adalah menciptakan regasifikasi batu bara jadi produk gas. Banyak yang bisa dilakukan dengan gas sebagai sumber energi.
Dengan memproses batu bara menjadi dimethyl ether (DME), maka bisa digunakan sebagai substitusi LPG, yang bisa digunakan oleh masyarakat. Harapannya langkah ini bisa mengurangi impor LPG ke depannya.
c) Danantara Jadi Pintu Hilirisasi
Wakil Menteri Investasi/Wakil Kepala BKPM, Todotua Pasaribu meyakini bahwa Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) menjadi salah satu pintu masuk dalam mendorong percepatan program hilirisasi. Pasalnya, program yang digaungkan pemerintah tersebut membutuhkan modal investasi yang tidak sedikit.
Hilirisasi ada dua konteks, konteks tekno advance dan sumber pendaanan yang besar. Melalui rilis Danantara diharapkan ada konsolidasi pendanaan independen.
Dadan Kusdiana - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
a) 21 Proyek Hilirisasi Senilai Rp656 triliun
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sudah menyiapkan setidaknya 21 proyek hilirisasi di dalam negeri. Proyek tersebut menelan biaya US$ 40 miliar. atau Rp 656 triliun (kurs Rp 16.400 per dolar AS).
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana menyebutkan bahwa, pemerintah sudah membentuk satuan tugas (satgas) hilirisasi yang diketuai oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dan diwakili oleh beberapa Menteri terkait yakni Menteri Investasi, Menteri Pertanian, Menteri Kelautan dan lainnya.
Dengan dibentuknya satgas hilirisasi, tercatat ada sekitar 21 proyek hilirisasi yang akan dijalankan. Gak mendadak, Dadan menegaskan bahwa seluruh master plan sudah disusun.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno merinci, 21 proyek hilirisasi, terdapat 4 proyek hilirisasi DME, 1 proyek hilirisasi besi, 1 proyek hilirisasi alumina, 1 proyek hilirisasi aluminium, 2 proyek hilirisasi tembaga, dan 2 proyek hilirisasi nikel.
b) Dorong Hirilisasi Nikel-Timah Hingga Level Downstream
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) buka-bukaan perihal strategi pemerintah mendorong terciptanya hilirisasi nikel hingga timah. Di dorongnya hilirisasi sampai pada level downstream di dalam negeri.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana menyampaikan bahwa, strategi utama untuk nikel dengan membangun smelter hidrometalurgi. Bauksit, kata Dadan, dengan mendorong sampai ke consumer goods setelah alumina dihasilkan.
Dadan membocorkan, bahwa dari total 15 pembangunan smelter mineral, sudah ada tujuh smelter terintegrasi yang sedang dalam tahap operasi. Dari sisi investasi ditargetkan terus meningkat dari mineral dan batubara.
c) Penerimaan Negara dari Batu Bara Akan Turun
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memproyeksikan Penerimaan Negara dari sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada tahun ini akan mengalami penurunan.
Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana menjelaskan hal ini tak terlepas dari tren harga komoditas. Terutama batu bara yang diprediksi mengalami kontraksi meskipun produksi dan penjualan tinggi.
Ia melihat tren batu bara pada 2025 dari sisi harga yang kontraksi, volume naik, secara produktivitas ESDM akan semakin baik. Tapi kalau bicara untuk penerimaan negara memang kombinasi dengan harga.
d) Pemerintah Izinkan Ormas Kelola Tambang
Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Dadan Kusdiana mengungkapkan selain berkomitmen memastikan ketahanan energi tanah air, pemerintah harus memastikan pemerataan ekonomi di setiap daerah.
Sejalan dengan prinsip demokrasi ekonomi, diberikan kepada ormas, badan usaha kecil dan menengah. Hal ini akan menjadi salah satu terobosan besar pemerintah bersama DPR untuk mempercepat pemerataan dan keberlanjutan.
Tri Winarno - Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM
a) HBA Ditetapkan Dua Kali
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan bahwa Harga Batu bara Acuan (HBA) khususnya untuk harga batu bara ekspor yang ditetapkan sesuai dengan HBA di Indonesia sudah kompetitif.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarno merespon mengenai kebijakan pemerintah baru terkait dengan HBA yang ditetapkan dua kali dalam setiap bulan. Bahkan ada yang menilai, dengan adanya regulasi baru itu, harga batu bara RI tidak kompetitif.
Tri mengatakan, mengenai penetapan harga dua kali dalam sebulan, sejatinya penetapan harga batu bara yang dilakukan sebulan sekali tidak bisa menggambarkan harga riil, karena terlalu panjang.
b) Ekspor Batu Bara Wajib Pakai HBA
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi mewajibkan eksportir batu bara menggunakan Harga Batu Bara Acuan (HBA) mulai 1 Maret 2025.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarno, menjelaskan bahwa HBA sendiri digunakan sebagai acuan harga. Khususnya untuk kegiatan pembayaran pajak dan royalti.
Menurutnya, penetapan HBA nantinya akan dilakukan berdasarkan data real transaction. Data transaksi tersebut menjadi dasar untuk menentukan harga batu bara yang berlaku.
c) Royalti Naik, Takkan Bunuh Industri
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah merevisi peraturan terkait tarif royalti di sektor mineral dan batu bara. Hal ini dilakukan guna meningkatkan kontribusi penerimaan negara dari sektor tambang.
Meski demikian, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba), Tri Winarno menegaskan bahwa pemerintah tidak akan membunuh industri pertambangan di dalam negeri, dengan adanya kebijakan tersebut.
Tri memastikan bahwa sebelum menetapkan kenaikan tarif royalti perusahaan tambang, pihaknya akan melakukan evaluasi terhadap keuangan perusahaan terlebih dahulu.
Bambang Patijaya - Ketua Komisi XII DPR
a) Gas & Batu Bara Tetap Dibutuhkan Meski Ada Transisi Energi
Ketua Komisi XII DPR Bambang Patijaya mengatakan bagaimana negara menyediakan menjadi hal yang tidak kalah penting dengan hilirisasi dan swasembada energi. Dia menilai kesediaan sumber energi tetap harus diperhitungkan untuk memenuhi kebutuhan, baik dari fosil maupun terbarukan. Dalam beberapa skenario Indonesia tetap perlu gas dan batu bara sebagai baseline.
Meski pemerintah saat ini tengah menggalakkan penggunaan energi baru terbarukan (EBT) sebagai sumber energi, namun ada beberapa kendala yang dihadapi seperti kendala energi terbarukan solar dan angin.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(saw/saw)