Freeport Belum Bisa Ekspor, Potensi Kehilangan Pendapatan Rp81 Triliun

3 weeks ago 84

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Freeport Indonesia (PTFI) berpotensi kehilangan pendapatan sebesar US$ 5 miliar atau setara Rp 81,65 triliun (asumsi kurs Rp 16.330). Pasalnya, sejak awal Januari 2025 perusahaan sudah dilarang ekspor konsentrat tembaga.

Sesuai aturan pemerintah, ekspor konsentrat tembaga hanya diizinkan sampai 31 Desember 2024. Setelah itu, perusahaan hanya diizinkan mengekspor katoda tembaga, hasil pemrosesan dan pemurnian (smelter).

PT Freeport Indonesia pun sebenarnya sudah menyelesaikan pembangunan smelter tembaga keduanya pada tahun lalu dan sudah memulai produksi katoda tembaga perdananya. Namun, pada Oktober 2024 smelter terbaru tersebut mengalami kebakaran pada fasilitas Common Gas Cleaning Plant, sehingga produksi pun dihentikan hingga kini.

Presiden Direktur PTFI Tony Wenas mengatakan, selama smelter tidak beroperasi, konsentrat yang diproduksi di Papua hanya 40% yang dapat diolah di PT Smelting Gresik.

"Dan kalau dilihat jumlahnya itu bisa mencapai 1,5 juta ton konsentrat yang tidak bisa diproses di PT Smelting. Dan kalau kita nilai dengan harga yang sekarang ini, itu nilainya bisa lebih dari US$ 5 miliar," kata Tony dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XII, dikutip Jumat (21/2/2025).

Adapun, dari jumlah tersebut, potensi penerimaan negara yang hilang dari bea keluar, royalti, dividen, dan pajak perseroan sekitar US$ 4 miliar atau setara dengan Rp 65 triliun.

"Di mana dari US$ 5 miliar itu pendapatan negara berupa bea keluar, royalti, dividen, pajak perseroan badan, itu akan bisa mencapai US$ 4 miliar, atau sekitar Rp 65 triliun," katanya.

Tony menjelaskan bahwa kebakaran tersebut terjadi di fasilitas Common Gas Cleaning Plant. Insiden ini menyebabkan kerusakan parah pada Wet Electro-Static Precipitator (WESP) serta beberapa ducting dan valves yang terintegrasi dengan sistem tersebut.

Ia lantas menjelaskan proses produksi dalam smelter tersebut, dalam proses produksi konsentrat dibakar di dalam tungku atau furnace yang menghasilkan emisi gas SO2. Gas lalu ditangkap dan dibersihkan di fasilitas Common Gas Cleaning Plant sebelum dialirkan ke pabrik pengolahan asam sulfat.

"SO2 ini adalah gas yang berbahaya, sehingga tidak bisa diemisikan begitu saja ke udara, ini harus ditangkap untuk dibersihkan terlebih dahulu, yaitu fasilitas yang menangkap dan membersihkan yaitu Common Gas Cleaning Plant yang terbakar," kata Tony.

Dia pun mengatakan, perusahaan bakal memulai kembali uji coba (commissioning) fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) tembaga di Gresik pada pertengahan Maret 2025.

Menurut Tony, kapasitas produksi nantinya akan ditingkatkan secara bertahap. Adapun, pada akhir Juni, kapasitas produksi dimulai di level 40%.

Kemudian, kapasitas produksi akan meningkat menjadi 50% di Agustus, 60% di September, 70% di Oktober, 80% di November hingga pada akhirnya kapasitas penuh 100% pada Desember 2025.


(wia)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Pemerintah Pertimbangkan Buka Keran Ekspor Konsentrat Freeport

Next Article Bos MIND ID: 98% Jabatan Strategis di Freeport Diduduki Putra-Putri RI

Read Entire Article
8000hoki online hokikilat online
1000hoki online 5000hoki online
7000hoki online 9000hoki online
Ekonomi Kota | Kalimantan | | |