Oleh : Rosadi Jamani [ Ketua Satupena Kalimantan Barat ]
INI daerah gue, wak!
Direktur Utama Bank Kalbar mundur mendadak. Alasannya, sih sakit. Jangan suudzon dulu. Sambil menikmati kopi tanpa gula di Jalan Veteran Pontianak, mari kita dalami episode para bankir ini.
Namanya, Rokidi. Sang legenda. Sang pejuang. Sang sopir harian yang menjelma menjadi Direktur Utama Bank Kalbar. Bukan karena sulap. Bukan pula karena sogokan. Tapi, karena kerja keras dan dedikasi luar biasa. Bahkan, keluarga Rothschild pun mungkin akan berdiri memberi tepuk tangan.
Ia bukan orang biasa. Ia dilahirkan dari tanah tandus, Indramayu. Lalu, dibesarkan oleh peluh buruh tani, dan ditempa oleh kerasnya kehidupan sejak usia dini. Saat teman-temannya bermain layangan, Rokidi mungkin sedang menghitung sisa rupiah untuk membeli buku tulis.
Saat orang lain tertidur lelap, ia mungkin sedang bertanya pada semesta, “Adakah keadilan bagi orang kecil?” Lalu ia menjawabnya sendiri, dengan bekerja. Dengan tekun. Dengan semangat membara.
Lihatlah, ia tidak berhenti hanya sebagai pegawai kontrak. Tidak juga saat jadi sopir. Tidak juga saat harus piket menggantikan satpam demi uang makan tambahan. Tidak. Rokidi mendaki tangga demi tangga, seperti Sisyphus yang menolak menyerah.
Hingga akhirnya… boom! Ia berada di puncak. Direktur Utama, wak! Sebuah posisi yang tidak main-main. Dicapai bukan dengan warisan, tapi dengan peluh, air mata, dan entah berapa liter kopi.
Tapi kini? Rokidi undur diri. Alasannya? Kanker usus besar stadium 3B. Sebuah penyakit yang datang bukan karena kutukan, tapi mungkin karena beban berat yang dipikul terlalu lama. Mungkin juga karena tekanan kerja yang tak manusiawi. Atau… entahlah. Hanya Tuhan dan tim medis Siloam yang tahu.
Lucunya, atau tragisnya, atau ironisnya, pengunduran diri ini terjadi di tengah badai. Di saat Bank Kalbar sedang diperhatikan dengan penuh cinta oleh publik. Kasus korupsi pengadaan tanah, pembobolan dana nasabah, kerugian 27,3 miliar.
Hal-hal kecil seperti itu, ikut menyertai pengunduran dirinya. Tapi tentu saja, tidak ada kaitannya dengan pengunduran Rokidi. Kan dia cuma sakit. Sakit beneran. Bukan sakit karena tekanan eksternal. Bukan karena ingin lepas dari sesuatu yang sedang mendidih.
Ah Rokidi, engkau layak jadi patung di halaman kantor Bank Kalbar. Atau mungkin nama jalan. Atau nama rumah sakit. Karena siapa lagi yang bisa menginspirasi jutaan rakyat kecil, bahwa dari sopir bisa jadi direktur? Bahwa dari buruh bisa jadi bos? Bahwa dari rumah kayu bisa mengatur miliar-miliar uang rakyat?
Tapi tunggu dulu…
Apakah ini benar-benar soal kanker?
Apakah waktunya hanya kebetulan?
Apakah Rokidi benar-benar mengundurkan diri demi kesehatan?
Ataukah ada ‘penyakit’ lain yang sedang dikubur diam-diam?
Apakah pengunduran ini adalah akhir dari cerita?
Atau justru awal dari drama yang lebih besar?
Apakah publik cukup puas dengan satu surat dan satu diagnosa medis?
Apakah kejujuran masih hidup di dalam tubuh perusahaan perbankan daerah?
Atau…
Apakah kita semua hanya sedang disuguhi pertunjukan yang terlalu rapi untuk disebut kebetulan???
#camanewak