3 hours ago
3
Jakarta, CNBC Indonesia - Sepanjang tahun 2025, Israel tercatat sebagai negara yang paling agresif melancarkan serangan militer di tingkat global.
Berdasarkan data terbaru dari Armed Conflict Location and Event Data (ACLED), Israel telah menyerang sedikitnya enam negara, termasuk Palestina, Lebanon, Iran, Suriah, Yaman, dan Qatar, serta melakukan intervensi di perairan internasional.
Hingga 5 Desember 2025, monitor konflik independen tersebut mencatat total sedikitnya 10.631 serangan yang dilakukan pasukan Israel. Ini menandai salah satu ofensif militer dengan jangkauan geografis terluas dalam satu tahun kalender.
Jalur Gaza: Pusat Kehancuran dan Pelanggaran Gencatan Senjata
Gaza tetap menjadi wilayah paling mematikan. Israel dilaporkan telah membunuh lebih dari 25.000 orang dan melukai 62.000 lainnya sepanjang tahun ini. Meski kesepakatan gencatan senjata sempat tercapai pada 10 Oktober, Israel dilaporkan melanggarnya ratusan kali, menewaskan sedikitnya 400 warga Palestina pasca-perjanjian tersebut.
Secara kumulatif, intensitas serangan Israel tersebar secara masif di berbagai front. Wilayah Palestina yang mencakup Gaza dan Tepi Barat menerima tekanan terbesar dengan total 8.332 serangan atau rata-rata 25 serangan setiap harinya. Sementara itu, Lebanon menghadapi 1.653 serangan, disusul oleh Iran dengan 379 serangan dan Suriah dengan 207 serangan.
Yaman juga tidak luput dari gempuran dengan 48 serangan, ditambah satu serangan strategis di Qatar serta empat insiden di perairan internasional yang mencakup wilayah Tunisia, Malta, dan Yunani.
Ekskalasi Regional: Dari Lebanon hingga Iran
Di Lebanon, meskipun ada komitmen gencatan senjata sejak November 2024, Israel tetap meluncurkan serangan udara rutin yang menyasar wilayah selatan hingga ibu kota Beirut. Citra satelit menunjukkan seluruh area di Lebanon Selatan rata dengan tanah akibat pengeboman tersebut.
Ketegangan dengan Iran mencapai puncaknya pada 13 Juni 2025, ketika 200 jet tempur Israel menyerang puluhan situs nuklir dan militer Iran, termasuk fasilitas utama di Natanz.
Konflik 12 hari tersebut juga melibatkan Amerika Serikat yang turut membom fasilitas di Fordow dan Isfahan. Iran membalas dengan ratusan rudal balistik ke kota-kota Israel, menciptakan kecemasan pasar energi global.
Target Politik di Qatar dan Yaman
Serangan yang paling mengejutkan terjadi pada 9 September di Doha, Qatar. Israel menyerang wilayah West Bay Lagoon saat kepemimpinan Hamas sedang mengadakan pertemuan. Serangan ini menewaskan enam orang, termasuk putra pemimpin senior Hamas Khalil al-Hayya.
Dampaknya, Presiden AS Donald Trump langsung menandatangani perintah eksekutif yang memberikan jaminan keamanan eksplisit kepada Qatar dari "serangan eksternal".
Di Yaman, Israel menargetkan infrastruktur strategis seperti pelabuhan Hodeidah dan bandara Sanaa. Pada 28 Agustus, serangan udara Israel menewaskan Perdana Menteri Houthi Ahmed al-Rahawi beserta sejumlah pejabat senior lainnya.
Serangan di Perairan Eropa dan Internasional
Israel juga memperluas jangkauan militernya ke perairan teritorial negara-negara Mediterania untuk menghentikan armada bantuan (flotilla) menuju Gaza.
Di Malta, kapal bantuan Conscience dihantam drone bersenjata sebanyak dua kali pada 2 Mei saat berada 14 mil laut dari pantai. Kejadian serupa pecah di Tunisia pada 9 September, di mana kapal Global Sumud diserang drone di pelabuhan Sidi Bou Said yang memicu kebakaran hebat.
Selain itu, pada 24 September, penyelenggara flotilla di lepas pantai Yunani melaporkan adanya serangkaian ledakan dari serangan drone yang menyasar kapal mereka.
Krisis Kemanusiaan di Tepi Barat
Di luar serangan udara, ACLED juga menyoroti lonjakan kekerasan di Tepi Barat. Israel meluncurkan operasi militer terbesar dalam beberapa dekade di Jenin dan Tulkarem.
Selain aksi militer resmi, serangan pemukim Israel terhadap warga Palestina mencapai rekor 1.680 insiden sepanjang tahun 2025, menambah daftar panjang krisis kemanusiaan yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda.
(tps/luc)
[Gambas:Video CNBC]
