Jakarta, CNBC Indonesia — Masyarakat Indonesia semakin ramai menggunakan layanan buy now pay later (BNPL). Penyaluran kredit paylater per Februari 2025 tercatat sebesar Rp 36,24 triliun, naik 27,65% secara tahunan atau year on year (YoY).
Direktur Utama Pefindo Biro Kredit (IdScore) Tan Glant Saputrahadi mengatakan total akun paylater yang dibukukan per Februari 2025 sebesar 48,35 juta akun atau tumbuh 37,34% secara yoy.
"BNPL secara umum tidak terdampak terhadap pelemahan daya beli, ini dibuktikan dengan pertumbuhan bulanan sebesar 2,53% dibandingkan bulan sebelumnya dan pertumbuhan tahunan masih di dua digit," ungkap Tan Glant kepada CNBC Indonesia tertulis, dikutip Selasa, (22/4/2025).
Berdasarkan usia, pengguna paylater masih didominasi oleh generasi Z dan milenial. Secara rinci, usia 20-30 tahun sebesar 46,6%, usia 30-40 tahun sebesar 29,19%, lalu usia 40-50 tahun 13,32%.
Sementara itu, pengguna paylater yang berusia kurang dari 20 tahun menyumbang porsi sebesar 6,79%, lalu 50-55 tahun 2,26% dan lebih dari 55 tahun 2,04%.
Pertumbuhan paylater ini terjadi di tengah anomali konsumsi rumah tangga menjelang lebaran. BPS kembali mencatat deflasi pada Februari 2025, baik secara tahunan (-0,09%), bulanan (-0,48%) maupun year to date (-1,24%). Meski, secara agregat, inflasi inti masih cukup baik 0,25% (bulanan) dan 2,48% (tahunan).
Menurut lembaga itu, faktor terbesar penyumbang deflasi memang berasal dari kelompok pengeluaran perumahan, air, listrik dan bahan bakar rumah tangga, yang dipicu oleh insentif diskon tarif listrik 50% yang diberikan pemerintah untuk rumah tangga kelas menengah sejak dari Januari hingga Februari 2025 lalu.
Namun, janggalnya, deflasi pada Februari 2025 tidak hanya terjadi pada kelompok pengeluaran tersebut, melainkan juga pada kelompok makanan, minuman dan tembakau, dengan andil sebesar -0,12% secara bulanan.
Pada 2024, kelompok pengeluaran ini memberikan andil inflasi secara bulanan sebesar 0,29% pada Februari dan 0,41% pada bulan Maret. Sedangkan pada 2023,
kelompok ini memberikan andil inflasi secara bulanan sebesar 0,13% (Februari) dan 0,09% (Maret).
"Padahal, menjelang bulan Ramadhan pada tahun-tahun sebelumnya, kelompok makanan, minuman dan tembakau selalu menyumbang inflasi, meskipun dorongan kenaikan harga biasanya tertahan oleh musim panen yang sudah dimulai pada bulan Februari di beberapa daerah di Indonesia," menurut CORE Indonesia.
(mkh/mkh)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Bunga Tinggi & Daya Beli Turun, PR Bisnis Multifinance di 2025
Next Article Makin Banyak Anak, Warga RI Makin Sering Pakai Paylater