Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok lebih dari 7% ke level 6.017,39 pada perdagangan Selasa hari ini (18/3/2025) pukul 11.57 WIB. Penurunan sebesar 325,03 poin merupakan yang terdalam sejak Pandemi Covid-19. Analis menilai merahnya IHSG dipicu oleh sentimen negatif dari dalam negeri.
Analis Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta mengatakan dari domestik ada pelemahan dari kalangan tingkat menengah yang merupakan sumber pendapatan pemerintah. Menurutnya, awal tahun ini yang penuh tantangan mulai dari daya beli lemah yang tercermin dari deflasi secara tahunan pada Februari 2025 merupakan yang terparah dalam seperempat abad.
"Kemudian, penerimaan pajak yang lemah sampai depresiasi rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS)," papar Nafan.
Minggu lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan pendapatan negara hingga akhir Februari 2025 mencapai Rp316,9 triliun. Khusus pajak, realisasinya hanya mencapai Rp187,8 triliun. Setoran pajak tersebut terkontraksi sebesar 30,1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp 269,02 triliun.
Adapun belanja negara dalam dua bulan pertama adalah Rp348,1 triliun atau 9,6% dari target APBN. Pemerintah pusat menghabiskan Rp211,5 triliun dan transfer daerah Rp136,6 triliun. Maka dari itu, hingga akhir Februari 2025 APBN tercatat defisit Rp31,2 triliun atau 0,13% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Kondisi ini memicu kekhawatiran investor bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan akan melemah.
Adapun, Erwin Supandi, Head of Equity Retail dari HP Sekuritas mencermati tekanan dari saham-saham konglomerasi yang rontok, salah satunya Grup Barito.
"Penurunan harga saham-saham Grup Barito juga memberikan tekanan tambahan pada IHSG, mengingat kapitalisasi pasar yang besar dari emiten-emiten tersebut. Dengan demikian, anjloknya saham-saham milik Prajogo Pangestu berkontribusi signifikan terhadap pelemahan IHSG hari ini" terang-nya.
Dia pun menilai IHSG mengalami penyesuaian dalam kondisi pasar yang dinamis, tetapi fundamental ekonomi Indonesia tetap kuat.
"Investor diharapkan tetap fokus pada strategi jangka panjang dan memanfaatkan momentum koreksi ini sebagai peluang untuk menyesuaikan portofolio" ujarnya.
Erwin mengungkapkan bahwa fundamental bisnis emiten di Indonesia maish banyak yang tetap kuat dan memiliki prospek pemulihan jangka panjang yang baik.
(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:
Video: IHSG Ambruk 5% & BEI Berlakukan "Trading Halt"
Next Article Menguat! Potret Bursa Saham di Hari Pertama Prabowo-Gibran