Jakarta, CNBC Indonesia - Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (AS), United State Trade Representative (USTR) menyoroti sejumlah isu yang dituding sebagai hambatan perdagangan non-tarif (non-tariff barriers) yang diterapkan Indonesia. Dalam laporan tahunan 2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers, disebutkan sistem perizinan impor Indonesia terus menjadi hambatan non-tarif yang signifikan bagi pelaku usaha AS. Hal ini disebabkan oleh banyaknya persyaratan perizinan yang tumpang tindih dan memperumit akses pasar.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI, tulis laporan tersebut, mewajibkan semua importir memiliki izin impor, baik sebagai Importir Umum (API-U) untuk distribusi barang, maupun sebagai Importir Produsen (API-P) untuk kebutuhan produksi sendiri.
"Importir tidak diizinkan memiliki kedua jenis izin secara bersamaan," tulis USTR dalam laporan resminya, dikutip Jumat (25/4/2025).
Perusahaan dengan API-P hanya bisa mengimpor produk jadi untuk uji pasar, layanan purna jual, atau untuk melengkapi lini produk mereka. Itu pun dengan syarat yang ketat, yakni barang harus baru, sesuai izin usaha, dan memenuhi berbagai persyaratan teknis impor.
Tak hanya itu, USTR juga menyoroti terbitnya Peraturan Pemerintah No 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan, di mana pelaku usaha wajib mendaftarkan diri melalui sistem daring bernama Online Single Submission (OSS) untuk mendapatkan Nomor Induk Berusaha (NIB), yang juga berfungsi sebagai izin impor.
Namun, sistem OSS justru sering dikritik. Perusahaan melaporkan, OSS menambah kompleksitas dan menyebabkan penundaan karena seringnya terjadi masalah teknis dan kurangnya integrasi sistem, seperti persyaratan tingkat nasional dan lokal yang tidak sepenuhnya disinkronkan dalam OSS.
Masalah bertambah pelik dengan hadirnya kebijakan neraca komoditas lewat Perpres No 61 Tahun 2024. Dalam kebijakan ini, izin impor diberikan hanya jika pemerintah menilai pasokan dan permintaan dalam negeri belum tercukupi. Awalnya kebijakan ini berlaku untuk lima komoditas utama seperti gula, beras, ikan, daging, dan garam. Namun sejak 2023, cakupannya diperluas ke 19 produk tambahan, termasuk produk non-pertanian. Tahun 2025, bawang putih masuk daftar, dan rencananya apel, anggur, serta jeruk akan menyusul pada tahun 2026 mendatang.
USTR pun menyebut lahirnya Perpres No 61 Tahun 2024 tak melibatkan pengusaha. Para pemangku kepentingan menyampaikan kekhawatiran atas kurangnya konsultasi pemerintah dengan pelaku usaha, perluasan cakupan produk yang dilakukan tanpa pemberitahuan memadai, serta implementasi yang tidak konsisten.
"Hal ini sering menyebabkan keterlambatan dalam memperoleh izin impor, terutama di awal tahun, saat perusahaan harus cepat menyesuaikan diri dengan regulasi baru atau revisi yang dikeluarkan secara mendadak," tulis USTR.
Sementara itu, Permendag No 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor semakin menambah daftar keluhan pemerintah AS. Regulasi ini mewajibkan izin impor untuk hampir 4.000 kode HS. Selain data teknis yang harus diungkap, sejumlah produk juga harus mengantongi Persetujuan Teknis dari kementerian terkait.
Kebijakan ini menimbulkan gejolak besar di pelabuhan. Di awal Mei 2024, ribuan kontainer disebut menumpuk karena dokumen perizinan belum lengkap.
Merespons tekanan tersebut, pemerintah Indonesia menerbitkan Permendag No 8 Tahun 2024 pada 17 Mei 2024 lalu, yang mencabut kewajiban Persetujuan Teknis dan melonggarkan perizinan impor untuk sebagian besar produk. Namun, aturan lama masih berlaku untuk beberapa kategori, seperti besi dan baja, ban, bahan kimia industri, serta produk tekstil tertentu seperti masker medis.
Dalam laporan resmi USTR itu, pemerintah AS menilai Indonesia kurang transparan dan sering mengeluarkan kebijakan yang tak mencerminkan permintaan pasar.
"Pemerintah Amerika Serikat masih menyuarakan keprihatinan terkait kurangnya transparansi, pembatasan kuantitas impor yang tidak mencerminkan permintaan pasar, serta keterlambatan berulang dalam penerbitan izin, terutama pada awal tahun," pungkasnya.
(dce)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Kemendag Sebut Tarif Trump Ganggu Ekspor - Impor RI
Next Article Trump Mau Kuasai Terusan Panama, AS Jadi Raja Perdagangan Dunia?