Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah tekanan ekonomi dan ketatnya budaya kerja, generasi muda di China kini bergulat dengan fenomena sosial yang mencerminkan kegelisahan mendalam. Dua istilah baru muncul sebagai cerminan kondisi mereka, yakni "rat people" (orang tikus) dan "anak ekor busuk". Keduanya menggambarkan keputusasaan dan kemunduran semangat generasi muda dalam menghadapi kerasnya hidup di bawah sistem yang semakin sulit ditembus.
Istilah "rat people" mewakili gaya hidup di mana banyak anak muda memilih menarik diri dari hiruk-pikuk sosial dan dunia kerja, lebih betah menghabiskan hari-hari mereka di rumah, bermalas-malasan, berselancar di internet, atau sekadar memesan makanan online.
Fenomena ini dipandang sebagai bentuk perlawanan terhadap kerasnya budaya kerja "996"-bekerja dari jam 9 pagi sampai 9 malam, enam hari seminggu, yang dulu dipromosikan oleh sosok-sosok besar seperti pendiri Alibaba, Jack Ma.
Menurut Steve Tsang, Direktur Institut China di SOAS, Universitas London, tren ini merupakan bentuk pemberontakan dari generasi muda yang merasa terjebak dalam lingkungan yang penuh tekanan.
"Presiden Xi mungkin ingin generasi muda China fokus dan bekerja keras untuk menjadikan China sebagai kekuatan teknologi dan inovasi, tetapi dia tidak akan berhasil jika orang-orang tidak tertarik untuk melakukannya," ujar Tsang, dikutip dari Newsweek, Sabtu (26/4/2025).
Lulusan Baru Jadi Korban, Bertarung Ketat Mencari Pekerjaan
Sementara itu, menurut Ophenia Liang, Direktur agensi pemasaran Digital Crew, gaya hidup orang tikus juga muncul sebagai bentuk penolakan terhadap citra sempurna dan penuh disiplin yang ditampilkan di media sosial.
"Mereka memilih untuk tidak mengikuti rutinitas yang dipaksakan dan lebih memilih untuk hidup dengan cara mereka sendiri," kata Liang.
Namun di balik pilihan hidup ini, tersimpan kenyataan pahit, yakni ketidakmampuan untuk mendapatkan pekerjaan layak. Tingkat pengangguran di kalangan usia 16-24 tahun di wilayah perkotaan China mencapai 16,5% pada Maret lalu. Sementara itu, sebanyak 12,22 juta mahasiswa diperkirakan akan lulus pada 2025, menciptakan tekanan luar biasa di pasar kerja.
Banyak lulusan sarjana di China mengaku kesulitan mencari pekerjaan yang sesuai dengan bidang studi mereka. Hal ini tampak jelas dalam bursa kerja di Lishuiqiao, Beijing.
"Saya melihat peluangnya cukup suram, pasar tenaga kerja sepi, akhirnya saya mengurungkan niat mengejar posisi tertentu," kata Hu Die, sarjana desain berusia 22 tahun dari Harbin University of Science and Technology, dikutip dari CNA.
Li Mengqi, 26 tahun, lulusan teknik kimia dari Institut Teknologi Shanghai, mengaku sudah delapan bulan menganggur sejak kelulusan. Nasib serupa dialami Chen Yuyan, lulusan vokasi dari Guangdong Food and Drug Vocational College. Ia terpaksa bekerja sebagai petugas sortir paket.
"Banyak perusahaan mencari kandidat yang sudah berpengalaman-orang-orang yang bisa langsung bekerja. Sebagai lulusan baru, kami tidak punya cukup pengalaman. Mereka sering mengatakan tidak memiliki sumber daya untuk melatih karyawan baru, dan gaji yang ditawarkan sangat rendah," ucap Chen.
Zak Dychtwald, pendiri Young China Group, melihat kondisi ini sebagai krisis struktural. "Salah satu masalah terbesar saat ini adalah ketimpangan antara kerja keras yang mereka lakukan saat kuliah dan pekerjaan yang menanti ketika lulus," katanya.
Zhou Yun, asisten profesor Sosiologi di University of Michigan, menjelaskan bahwa meskipun lulusan dari jurusan elite seperti AI atau otomasi lebih dibutuhkan, peluang tetap sulit karena kompetisi yang sangat ketat.
"Industri yang secara tradisional menjadi penyerap utama lulusan perguruan tinggi, seperti startup internet dan pendidikan, juga mengalami penyusutan dalam beberapa tahun terakhir. Jadi, ada alasan struktural yang mendalam di baliknya," katanya.
Ketidakmampuan generasi muda untuk mendapatkan pekerjaan sesuai harapan ini menciptakan istilah baru lain, yakni "anak dengan ekor busuk". Frasa ini menggambarkan lulusan yang harus menerima pekerjaan bergaji rendah dan bergantung pada orang tua karena tidak memperoleh pekerjaan sesuai bidang mereka. Istilah ini terinspirasi dari "gedung ekor busuk", sebuah proyek properti mangkrak yang membebani ekonomi China sejak tahun 2021 lalu.
Profesor Eli Friedman dari Cornell University menyoroti perubahan budaya besar dalam cara generasi muda melihat dunia kerja. Mereka cenderung menolak pekerjaan tidak layak, meski itu berarti tetap menganggur.
"Saat ini jika Anda berusia 22 atau 23 tahun dan baru lulus universitas di China, saya rasa Anda tidak akan mau berjualan barang-barang kecil di jalanan, lalu menabung dan menggunakannya untuk memulai bisnis kecil-kecilan. Secara budaya, saya rasa itu bukan lagi jalan yang dipilih kebanyakan orang," kata Friedman.
Kekecewaan Orang Muda
Fenomena ini melahirkan istilah baru lainnya, tangping atau "merunduk", merujuk pada sikap pasrah dari generasi muda yang kecewa terhadap model karier tradisional dan persaingan kerja yang sangat keras.
Zhou menambahkan, "Ketidakmampuan mendapatkan pekerjaan tidak hanya menciptakan ketidakpastian ekonomi, tetapi juga menghilangkan martabat dan tujuan hidup. Bagi para lulusan, hal ini meruntuhkan narasi yang selama ini mereka yakini - bahwa pendidikan akan memberikan kehidupan yang lebih baik."
Pemerintah China pun menyadari kondisi ini dan menyatakan masalah lapangan kerja sangat mendesak. "Ketidakcocokan antara pasokan dan permintaan sumber daya manusia semakin mencolok," kata Menteri Sumber Daya Manusia dan Jaminan Sosial, Wang Xiaoping.
Untuk mengatasi hal ini, Laporan Kerja Pemerintah China 2025 menekankan pada perluasan peluang kerja, bantuan keuangan, subsidi pekerjaan, dan dorongan kewirausahaan. Targetnya adalah menciptakan lebih dari 12 juta pekerjaan baru di daerah perkotaan tahun ini.
Namun, meski pasar kerja banjir lulusan, China justru kekurangan pekerja terampil di sektor-sektor vital seperti manufaktur. China Daily melaporkan, negara ini diperkirakan akan kekurangan 30 juta pekerja terampil di 10 sektor manufaktur utama pada 2025.
Adapun di tengah derasnya lulusan baru, kegagalan menyerap mereka ke dalam pasar kerja dan meningkatnya fenomena rat people dan anak ekor busuk bisa menjadi ancaman serius bagi legitimasi Partai Komunis.
"Jika tren ini menjadi mainstream, Partai Komunis akan menghadapi masalah," ujar Steve Tsang.
(dce)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Wamendagri Warning Pendatang Baru Usai Lebaran
Next Article Video: China Eksekusi Mati Mantan Pejabat Partai Komunis Yang Korupsi