Anjlok Lagi, IHSG Dibuka Terkoreksi 1% Lebih

14 hours ago 9
Daftar Isi

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali ambles dan bergerak di zona merah pada pembukaan perdagangan Selasa (18/3/2025). Pada sepuluh menit pertama pembukaan perdagangan dibuka IHSG ke posisi 6.394,87 atau turun 1,19% (-77 poin).

Pada pembukaan perdagangan sesi I, nilai transaksi mencapai Rp 984 miliar yang melibatkan 1,37 miliar saham yang berpindah tangan 97.588 kali. Sebanyak 186 saham menguat, 199 melemah, dan 179 stagnan.

Secara sektoral seluruhnya tercatat mengalami koreksi kecuali sektor transportasi yang mengalami kenaikan tipis 0,13%.

Emiten teknologi raksasa DCII kembali menjadi penekan kinerja IHSG disusul oleh emiten-emiten sektor perbankan yang juga kompak rontok pada perdagangan hari ini.

Pergerakan pasar keuangan Tanah Air pada hari ini Selasa (18/3/2025) akan cenderung wait and see sejumlah data dari internal, terutama hari ini akan menjadi hari pertama dari serangkaian Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) yang berlangsung selama dua hari dan akan ada lelang Surat Utang Negara (SUN).

Sementara dari eksternal tidak terlalu banyak data, tetapi bank sentral di berbagai negara seperti Inggris dan Amerika Serikat (AS) akan bersamaan memulai rangkaian hari pertama rapat Federal Open Market Coommittee (FOMC) dari bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) untuk menentukan suku bunga acuan.

Berikut rincian sentimen yang akan berpengaruh pada perdagangan pasar hari ini :

Neraca Dagang Surplus Lagi, Tapi Impor Konsumsi Turun

Pada kemarin Badan Pusat Statistik (BPS) merilis hasil neraca dagang sepanjang Februari 2025.

Neraca perdagangan Indonesia tercatat surplus US$ 3,12 miliar pada Februari 2025, menandai neraca perdagangan Indonesia mencetak rekor surplus 58 bulan berturut-turut.

Surplus neraca perdagangan terjadi karena ekspor lebih besar daripada impor. BPS mencatata ekspor Indonesia pada Februari sebesar US$ 21,98 miliar atau naik 2,58% dibanding bulan sebelumnya.

Sementara, impor Indonesia tercatat sebesar US$ 18,86 miliar atau naik 5,18% dibanding Januari 2025.

Namun, perlu dicatat pada angka impor itu terkhusus di impor konsumsi mengalami penyusutan sebulan sebelum Ramadan tiba. Hal ini tentu cukup mengejutkan karena secara historis impor biasanya melonjak jelang Ramadhan karena kebutuhan yang meningkat.

BPS mencatat angka impor mengalami kenaikan dari US$17,94 miliar (Januari 2025) menjadi US$18,86 miliar (Februari 2025), tetapi barang konsumsi justru mengalami penurunan dari US$1,64 miliar (Januari 2025) menjadi US$1,47 miliar (Februari 2025).

Apabila dilihat secara month on month (mom) dan year on year (yoy), angka impor barang konsumsi terpantau menurun masing-masing sebesar 10,61% dan 20,97%.

BPS mencatat bahwa secara year on year/yoy, penurunan nilai impor barang konsumsi lebih besar lagi, yakni mencapai 21,05%.

Berdasarkan pantauan CNBC Indonesia Research, impor barang konsumsi dan barang modal cenderung mengalami kenaikan satu bulan sebelum Ramadan.

Dengan impor barang konsumsi menurun, artinya jumlah barang yang dibeli dari luar negeri untuk kebutuhan langsung masyarakat mengalami penurunan. Hal ini bisa terjadi karena beberapa alasan dan memiliki berbagai dampak terhadap ekonomi, salah satunya lemahnya daya beli masyarakat.

Pelemahan belanja masyarakat di Indonesia khususnya untuk kalangan bawah nampak terus tertekan. Terlebih, ini terjadi menjelang momen Ramadan.

Data Mandiri Spending Index (MSI) menunjukkan bahwa nilai belanja masyarakat terjadi perlambatan di satu minggu menjelang Ramadan yakni ke 236,2.

Pola ini merupakan anomali karena tidak terjadi di tahun-tahun sebelumnya. Mandiri Spending Index (MSI) yang menurun jelang Ramadhan terakhir kali terjadi pada Maret 2020 atau lima tahun yang lalu dengan nilai 58.

Untuk diketahui, pada Maret 2020 merupakan awal pandemi Covid-19 yang menyebabkan terjadinya perlambatan konsumsi belanja masyarakat. Secara historis, Ramadan merupakan puncak konsumsi masyarakat Indonesia. Konsumsi juga biasanya sudah melonjak sebelum Ramadan terutama untuk kebutuhan makanan dan minuman. Ramadan tahun ini jatuh pada 1 Maret 2025.

Hari Pertama Rapat Bank Sentral Dimulai

Bank Indonesia (BI) pada hari ini menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) hari pertama.

Rapat tersebut diselenggarakan selama dua hari dan pada Rabu besok akan diumumkan kebijakan moneter terkini, serta mencermati bagaimana pandangan BI soal kondisi ekonomi terkini dan langkah-langkah untuk stabilisasi nilai tukar rupiah.

Sebagian analis memperkirakan BI akan memangkas suku bunga untuk mendongkrak pertumbuhan sementara sebagian menilai BI akan menahan BI rate untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

Bersamaan dengan BI, beberapa bank sentral di beberapa negara juga menggelar rapat untuk menentukan suku bunga acuan. Diantaranya ada Bank of England (bank sentral Inggris) bersamaan merilis perkembangan pasar tenaga kerja.

Selain itu, bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve juga memulai rangkaian rapat untuk menentukan kebijakan moneter terbaru-nya.

Khusus suku bunga acuan AS, pasar memproyeksikan masih akan ditahan pada pertemuan pekan ini. Berdasarkan CME Fed Watch tool, prospek suku bunga ditahan sudah mencapai persentase 99%.

Lelang SUN

Pada hari ini, pemerintah akan menggelar lelang Surat Utang Negara (SUN) dengan target indikatif sebesar Rp26 triliun.

Berdasarkan keterangan resmi Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI, lelang SUN akan dilaksanakan mulai pukul 09.00 WIB hingga 11.00 WIB dengan setelmen pada 20 Maret 2025.

Sebagai catatan, penawaran investor yang masuk dalam lelang surat utang negara (SUN) pada dua pekan sebelumnya, Selasa (4/3/2025) mengalami penurunan menjadi Rp75,78 triliun dengan nilai yang dimenangkan sebesar Rp30 triliun.
Nilai incoming bids itu lebih rendah dari lelang SUN pada 18 Februari 2025 yang mencapai Rp84 triliun atau level tertinggi penawaran yang masuk dalam lelang SUN sepanjang tahun berjalan 2025.

Lelang SUN kali ini cukup menjadi perhatian karena selama beberapa hari terakhir yield obligasi acuan RI terus merangkak naik dan ini akan menjadi lelang pertama setelah laporan APBN periode Februari anjlok signifikan.

Sebagai catatan saja, defisit APBN awal tahun ini menjadi yang pertama kali terjadi lagi sejak 2021.

Kami nilai pemerintah akan menyerap surat utang cukup banyak dan menawarkan yield tinggi meskipun masih banyak tantangan ekonomi saat ini, mengingat penerimaan pajak yang rendah dan kekhawatiran defisit bisa melebar.

Prospek THR Potensi Jadi Booster Ekonomi
Masuk pekan ketiga Maret semakin mendekati tenggat waktu pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR). Pemerintah bahkan sudah mulai mencairkan THR bagi aparatur sipil negara (ASN) sejak Senin kemarin.

THR biasanya akan menjadi booster bagi konsumsi masyarakat menjelang lebaran. Biasanya, barang-barang prioritas seperti konsumsi, baju lebaran, sampai tiket untuk mudik menjadi prioritas untuk dibeli lebih dulu.

Kami melihat beberapa sektor yang diuntungkan seperti transportasi, consumer staples, termasuk CPO dan Poultry, serta sektor retail.

Adapun, terkait aturan tenggat waktu pembayaran THR. Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) mengenai Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) Tahun 2025 untuk pekerja di sektor swasta, BUMN, dan BUMD.

Kewajiban perusahaan untuk mencairkan THR paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan. THR harus dibayarkan secara penuh dan tidak boleh dicicil. Dengan demikian, para pekerja diharapkan sudah siap menyambut hari raya tanpa harus khawatir soal pembayaran yang tertunda.

"THR wajib dibayarkan paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan. THR harus dibayar penuh, tidak boleh dicicil. Saya minta sekali lagi, agar perusahaan memberikan perhatian terhadap ketentuan ini," ujar Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli dalam Konferensi Pers di kantornya, Selasa (11/3/2025).

Mayoritas Ahli Sepakat Ekonomi RI Suram

Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) merilis Economic Experts Survey, pada Senin (17/3/2025).
Survei independen yang dilakukan oleh LPEM FEB UI bertujuan untuk menangkap wawasan para ahli mengenai lanskap ekonomi Indonesia, memperkuat komitmen institusi ini terhadap diskusi kebijakan yang berbasis informasi dan pengembangan masa depan negara.

Dari hasil survei ini, LPEM mencatat mayoritas ahli, yaitu 23 ahli dari 42 ahli atau 55% responden, setuju bahwa kondisi ekonomi saat ini telah memburuk dibandingkan dengan tiga bulan yang lalu.

"Tujuh ahli bahkan menganggap situasi ini jauh lebih buruk, sementara 11 ahli menganggapnya stagnan, dan hanya satu ahli yang melihatnya lebih baik. Dengan interval kepercayaan rata-rata sebesar 7,71 poin, hasil survei ini menunjukkan pandangan yang umumnya pesimis terhadap kondisi ekonomi Indonesia, menurut para ahli ekonomi," tulis LPEM UI dalam laporannya, dikutip Senin (17/3/2025).

Lebih lanjut, 23 responden tersebut juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada periode berikutnya akan lebih rendah dari angka terkini, meskipun tidak ada responden yang menganggap kontraksi akan jauh lebih kuat ke depannya.

Sementara lebih dari seperempat responden memperkirakan perubahan yang tidak signifikan, minoritas yang terdiri dari 6 ahli atau pakar memperkirakan masih ada pertumbuhan pada periode berikutnya.


(fsd/fsd)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Menguat Lebih Dari 2%, IHSG Sentuh Level 6.500

Next Article Menguat! Potret Bursa Saham di Hari Pertama Prabowo-Gibran

Read Entire Article
8000hoki online hokikilat online
1000hoki online 5000hoki online
7000hoki online 9000hoki online
Ekonomi Kota | Kalimantan | | |