Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Pertanian (Kementan) menyampaikan adanya penumpukan tetes tebu (molase) di sejumlah pabrik gula dalam negeri. Penyebabnya karena sempat ada kebutuhan ekspor yang besar saat harga tinggi, tapi saat ada pembalikan harga justru produksi tak terserap di domestik, dan penurunan ekspor.
Kondisi ini dikhawatirkan bisa mengganggu jalannya produksi penggilingan tebu lantaran kapasitas penyimpanan pabrik mulai penuh. Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono pun khawatir bila penumpukan ini tidak segera ditangani, aktivitas petani berpotensi ikut terhenti.
"Bahwa betul ada penumpukan tetes di pabrik gula kita. Di mana bukan hanya menumpuk, tetapi karena numpuk sehingga pabriknya ada kekhawatiran dan beberapa pabrik itu menghentikan gilingnya karena numpuk tetesnya," ujar Sudaryono dalam Rapat Kerja bersama Komisi IV DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (16/9/2025).
Ia menegaskan, tetes tebu seharusnya bisa diolah lebih lanjut untuk mengurangi ketergantungan pada impor etanol. Pasalnya, tetes tebu merupakan bahan baku utama produksi etanol.
"Ini kami raise (angkat) supaya agar etanol diatur sehingga tetes dari pabrik gula kita ini bisa termanfaatkan secara maksimal, tidak menumpuk, dan juga kita kurang-kurangi impor dari etanol," jelasnya.
Ditemui usai rapat, Sudaryono menjelaskan lebih jauh bahwa langkah pengendalian impor etanol perlu dibicarakan lintas kementerian. Menurutnya, pemerintah harus menemukan titik temu antara kepentingan industri dan pertanian.
"Ya, kita mau. Pemerintah itu kan selalu ada ruang dialog antar kepentingan. Ada kepentingan industri, ada kepentingan sektor pertanian misalnya. Nah ini kan harus ada titik temu. Intinya everybody harus happy lah," kata Sudaryono.
Ia menegaskan, impor seharusnya tidak dimaknai sebagai upaya menggantikan produksi dalam negeri, melainkan hanya untuk menutup kekurangan.
"Impor itu apa sih? Impor itu kan untuk mengisi lubang yang bolong, yang tidak bisa diisi industri dalam negeri. Bukan berarti mensubstitusi, jangan sampai impor itu mematikan yang di dalam negeri," lanjutnya.
Sudaryono juga menegaskan, pembahasan soal etanol masih berada di level koordinasi antar-menteri. Hingga kini, isu tersebut belum sampai ke Presiden.
"Belum, pembahasannya belum ke Presiden. Baru di kita mungkin, aku kemarin baru rapat," ujarnya.
Potensi Regulasi Direvisi
Terkait aturan impor, Sudaryono menyebut ada peluang dilakukannya revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 16 Tahun 2025 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, selama ada kesepakatan.
"Gini lho, peraturan ini kan yang bikin manusia. Semua peraturan itu bisa direview. Yang nggak bisa direview itu namanya Al-Quran dan Sunnah," tegas dia.
Meski begitu, ia menekankan proses perubahan regulasi membutuhkan dialog dengan seluruh pihak terkait.
"Ya disitu kan ada namanya dialog, ada tesa, antitesa, sintesa, itu kan yang biasa dong. Kan nggak bisa kita memaksakan kehendak kita, sementara di sana juga ada pertimbangan lain," ujarnya.
Saat ditanya soal data impor etanol, Sudaryono mengatakan, Kementan tidak memiliki kewenangan langsung untuk mengeluarkan rekomendasi impor, sehingga dia tidak memiliki data terkait itu. Namun, pihaknya tetap menyampaikan keluhan dari petani tebu terkait penumpukan tetes ini.
"Gini lho, etanol ini kan tidak ada rekomendasi di Kementerian Pertanian. Jadi kami nggak memonitor etanolnya, tapi ada keluhan, dan itu kita sampaikan," pungkasnya.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tak Semua Baru, Begini 3 Skema Pembangunan Koperasi Desa Merah Putih